logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 2 Akhir Hari dengan Harapan

Kalau banyak yang berpikir weekend itu sudah pasti bersantai di rumah, jadi ratu atau raja selama liburan itu salah.
Buktinya Meisya tetap berada di sini. Di lantai dua memasang tampang malas dan melirik ke arah pria yang mengulas senyum manis padanya.
“Kenapa sih, tim kamu bikin masalah terus Kaf? Harusnya kan aku free hari ini, kamu tuh kadang suka benar kalau kasih kerjaan. Sih Zeina juga ada tapi malah minta tolong aku, lucu kamu tuh.”
Meisya sudah beberapa kali merasa kesal dengan sikap Kaffi, jelas-jelas dia suka sama Zeina, tapi bukannya memanfaatkan situasi untuk bisa berdua, malah dirinya yang harus berada di sini.
Pria yang dipanggil Kaffi, menggaruk keningnya salah tingkah. Pria dengan kulit putih dan perawakannya lebih mirip dengan aktor Korea di film True beauty yang dikenal sebagai Rowoon itu kembali menyunggingkan senyumnya yang membuat Meisya mendengkus.
Ganteng tapi, suka bikin gregetan dengan sikapnya.
Salah satu rekan kerjanya ini memang terbilang sangat tampan, dengan tinggi yang dia perkirakan sekitar 180 centimeter dan memiliki cukup banyak penggemar di beberapa divisi dan usut punya usut, Meisya tahu sesuatu dari orang lain kalau Kaffi menyukai Zeina. Itu juga dia dengar dari orang lain bukan Kaffi.
Dan dia tidak mampu menyatakan perasaan sukanya.
Anehnya Zeina tidak menceritakan apapun mengenai ini padanya. Karena tidak mungkin sahabatnya itu punya dua pasangan.
“Jangan-jangan cintanya bertepuk sebelah tangan,” pikirnya dalam hati melihat kaffi yang beberapa kali mengajak mereka berdua makan di luar ketika jam makan siang.
Namun, bagi Meisya, dirinya memiliki masalah yang sama, bedanya Kaffi jelas punya mantan pacar dan available bila ada yang ingin daftar jadi pacar.
Beda dengan dirinya yang terlalu lama sendiri atau mungkin dirinya yang malah menutup diri.
Dan kalau diperhatikan baik-baik, Kaffi tipikal pria yang royal dan baik hati di luar dari tipikal yang bisa saja dia berubah bad boy atau jadi pria dingin sekalipun tetaplah cocok karena high quality banget.
Andaikan dia jadi Zeina, mungkin Kaffi tak akan dibiarkan terlewat begitu saja, dan siapa perempuan yang dengan tega meninggalkan pria sebaik kaffi?
Bahkan beberapa kali Kaffi pernah juga membelikannya sesuatu yang cukup membuatnya harus kembali mempertanyakan niatnya itu, apakah ini suap untuk bisa mendekati Zeina? Jelas dia dan Zeina mendapatkan barang yang tidak jauh berbeda.
Lamunannya langsung buyar ketika kaffi berdeham.
“Apakah kamu baru menyadari kalau aku adalah pria yang cukup menarik Mei? Sampai kamu tidak bisa mengalihkan pandanganmu dariku?”
Seketika Meisya terbatuk akan ucapan terang-terangan Kaffi.
“Ge-er banget kamu, ya nggaklah.”
Meisya langsung melirik ke layar laptopnya dan menandai sebagian percakapan para tim telemarketing yang dia anggap cukup riskan dan beberapa kali menemukan cara selling produk ke customer yang salah.
Setelah memastikan beberapa nama, Meisya kembali menatap Kaffi dan terkejut saat padangan mereka bertemu, cara Kaffi menatapnya terasa sedikit aneh, dan baginya ada yang salah di sini.
“Kamu jangan ge-er dulu, kamu memang menarik tapi, sayangnya di kantor kita ini banyak sekali yang menarik. Aku jadi bingung, di sini benar-benar kantor atau agensi model ya? Ganteng dan cantik. Kalau bos mau, mungkin kita semua akan masuk agensi model bahkan artis meskipun hanya sebagai pemeran figuran semata.”
Meisya mengerucutkan bibirnya sambil memandangi Kaffi yang tidak juga lepas menatapnya. Cukup gerah ditatap seperti itu, atau mungkin ini adalah caranya untuk meminta pertolongannya mendekati Zeina.
“Kamu lihat apa sih? Atau kamu berharap kalau di sini ada Zeina ya?”
Kaffi, pria itu terlihat kebingungan dengan ucapan Meisya.
“Apa?”
“Kaf, kamu kan bisa ngomong langsung sama orang yang kamu suka, bukan minta tolong sama aku yang nggak tahu apa-apa? Padahal kalian kan satu divisi. Nggak perlu juga kamu suap aku untuk bisa dekat dengan Zeina. Kalian tuh udah cocok banget. Tapi, sayangnya Zeina udah punya seseorang yang dia sukai, jadi... Kamu lebih baik cari wanita lain aja deh, kan banyak di kantor kita ini.”
Terlihat kerutan di kening Kaffi ketika mendengar penuturan Meisya padanya yang semakin membingungkannya.
“Tunggu, kenapa jadi Zeina? Kamu dari tadi berbicara orang yang aku suka, aku pikir kamu sendiri tahu loh Mei. Ternyata ada salah paham di sini.”
Gantian, sekarang Meisya yang kebingungan.
“Kok salah paham sih Kaf, aku nggak salah paham, aku malah tahu, eh bukan tepatnya sih aku tuh dengar dari orang lain, sorry ya kalau aku nggak sengaja dengar kalau kamu menyukai Zeina.”
“Dan kamu dengar langsung kalau aku suka?” tanya Kaffi yang merasa semua akhirnya dapat dia mengerti.
“Ini salah paham yang terlalu panjang,” pikir kaffi sambil mengeluh pelan dan mengacak rambutnya.
Padahal jelas-jelas sedari awal ia tidak pernah memilih orang lain, tapi wanita di depannya ini begitu polos, dan membuatnya geregetan dengan sikapnya yang kadang blak-blakan, namun tetap tak bisa membuatnya tidak tertawa akan sikapnya yang terlampau polos itu.
“Jadi bukan Zeina? Yah aku salah dong, aku pikir dia, kamu sering kedapatan menatap Zeina loh Kaf. Aduh, mana aku pernah bilang juga sama dia kalau kamu suka.”
Meisya menatap tidak enak pada Kaffi.
“Terus tanggapan Zeina bagaimana?” tanya Kaffi sambil meyilangkan lengannya di depan dada.
Meisya baru menyadari kalau selama ini Zeina hanya tertawa dan tidak menanggapinya, malah berkata kalau yang disukai Kaffi bukan dirinya tapi orang lain.
Meisya kemudian hanya bisa meringis tidak enak. Lalu menggelengkan kepalanya pelan.
“Mei-Mei, usia kamu bukannya udah mendekati kepala tiga ya? Kenapa masih begitu polos sih?” celetuknya yang membuat Meisya melotot tidak suka.
"Memangnya usia ada hubungannya dengan kepribadian seseorang? aduh, udah deh Kaf, mending sekarang jujur aja kamu suka sama siapa, atau aku balikin juga nih suap dari kamu. Nggak enak tahu terima sesuatu dari kamu.”
Namun, seketika Meisya baru menyadari ada yang janggal di sini.
Dia menatap balik kaffi yang mengubah posisi duduknya yang menjadi bersandar dan menyilangkan kedua lengannya di depan dada, memperhatikan Meisya yang terlihat kebingungan.
Kaffi berharap rekan kerjanya ini tidak sepolos itu untuk mengartikan apa yang sebenarnya dia harapkan dari wanita yang selama ini tak pernah luput dari pandangannya. Hanya dia kebingungan mencari celah, seakan Wanita itu menutup dirinya atau lebih pada menjaga jarak.
Wanita itu tidak mau percaya pada apa yang ingin dia ingin ucapkan. Mengingat tawaran dari Zeina untuk bisa mencobanya dengan Alva kini kembali ia pikirkan. Tak mungkin juga dia memilih mundur ketika pria itu berada tak jauh darinya kini.
“Kalian sudah selesai?”
Meisya seketika berdiri dari kursi yang posisinya lebih dekat dengan pintu luar ruangan, yang sontak saja membuat dirinya dan kaffi terkejut karena kehadiran sosok pria yang kini berdiri di ambang pintu.
Meisya tak percaya kalau pria itu benar datang menjemputnya.
Memang siang tadi pria itu mengirimkannya pesan, tapi tidak terlalu ditanggapi olehnya, Meisya pikir itu hanya gurauan saja, tapi kini pria itu ada di depan ruangan Kaffi.
“Dari mana dia tahu,” bisiknya pelan pada dirinya sendiri.
Kaffi kebingungan dengan kehadiran Alva di depan ruangannya.
“Pak Alva? Anda tengah lembur juga?” rasa penasaran menggelayut di benak Kaffi. Tumben atasannya itu berada di depan ruangannya.
“Saya jemput Meisya.”
Itu merupakan pernyataan. Dan Kaffi mengerti dirinya terpaksa harus bisa mundur untuk kali ini aja. Tapi, selama belum ada status pasti di antara mereka. Dirinya masih memiliki kesempatan besar.
Tanpa Meisya sadari kedua pria yang memiliki aura mendominasi itu saling bertatapan tajam, seolah tengah mengukur kekuatan masing-masing.

Bình Luận Sách (28)

  • avatar
    Nia

    awesome

    11h

      0
  • avatar
    WastutiWastuti

    bagus ceritanya

    10/05

      2
  • avatar
    SyamimiNur

    bgus

    01/03

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất