logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 3

Saat itu Kaia memberanikan diri datang ke rumah orang tuanya. Perasaan Kaia campur aduk ketika telah sampai di depan rumah mewah milik orang tuanya itu. Kaia masih berdiam diri sambil mengatur nafasnya untuk masuk ke dalam rumah orang tuanya. Kali ini Kaia sangat menyesali perbuatannya karena sudah berani menentang ayah dan bundanya untuk menikah dengan Rafa.
Dulu sebelum menikah, kedua orang tuanya terutama sang ayah sangat murka dengan hubungannya dengan Rafa. Kaia yang sudah jatuh hati pada Rafa tidak mendengarkan nasehat orang kesayangannya tersebut. Dulu Ayahnya sudah memberikan beberapa bukti jika Rafa adalah pria bejat. Laki-laki itu tidak mempunyai moral dan attitude yang baik. Ayahnya sudah paham betul jika Rafa mendekati anaknya hanya harta.
Setelah beberapa menit Kaia terdiam, wanita cantik itu memberanikan untuk masuk ke dalam rumah. Suasana di rumah itu terlihat sunyi dan tidak ada aktivitas yang bearti. Langkah kaki Kaia terus menelusuri rumah untuk mengetahui keberadaan ayah dan bundanya.
Kaki Kaia berhenti ketika berada di taman belakang rumah. Kaia melihat sepasang suami istri yang terlihat menikmati suasana sore dengan hangat. Sudah menjadi kebiasaan Ayah dan Bundanya ketika tidak ada kegiatan, mereka menikmati hari santai dengan berbincang di taman. Senyum Kaia terlihat muncul pada wajahnya setelah beberapa hari ini wajahnya selalu sendu.
Kaia mulai mendekat pada Ayah dan Bundanya. Perasaan Kaia semakin kacau ketika dirinya semakin dekat dengan Ayah dan Bundanya. Tanpa terasa air mata Kaia kembali terjatuh karena Kaia merasa telah mengecewakan orang tuanya.
“Ayah, Bunda,” ucap Kaia sambil menghapus sisa air mata yang jatuh. Kaia tidak ingin melihat orang tersayangnya melihat dirinya menangis. Kaia harus terlihat kuat di depan orang tuanya.
Suara anak perempuan yang di nantikan oleh Pak Subadjo dan Ibu Tia terdengar di telinga mereka. Pak Subadjo dan Ibu Tia sangat merindukan putri kesayangannya itu. Mereka sangat tahu jika Kaia sangat rapuh saat ini.
Pak Subadjo dan Ibu Tia sama-sama berdiri dan menghadap ke arah Kaia yang semula berada di belakangnya. Beliau melihat raut wajah Kaia yang terlihat muram dengan mata yang masih sembab. Sungguh hati mereka sangat perih melihat putrinya mengalami ujian itu.
“Kaia, anak Bunda apa kabar,” ucap Bu Tia mencoba kuat di depan putrinya. Ia tidak mau anaknya kembali teringat masalah itu.
“Seperti yang Bunda lihat, aku baik-baik saja,” senyum palsu Kaia ia tunjukkan pada kedua orang tunya. Meskipun dalam hatinya mengatakan jika Kaia sangat butuh kedua orang tuanya.
“Kemarilah,” Pak Subadjo merentangkan kedua tangannya agar Kaia memeluknya. Mereka paham dengan pelukan itu sedikit mengurangi rasa sakit di hati Kaia. Tanpa menunggu lama, Kaia langsung jatuh ke pelukan ayahnya. Pelukan itu akhirnya membuat Kaia kembali menjatuhkan air matanya untuk kesekian kalinya.
“Ayah, Bunda. Maafkan atas semua kesalahan aku,” ucapan maaf yang hanya Kaia mampu ucapkan saat itu. Mendengar perkataan putrinya, baik Pak Subadjo dan Ibu Tia bukam. Mereka ikut terpukul dengan itu. Entah kata apa yang pantas di keluarkan pada mulut mereka untuk Kaia. Semua itu sudah terjadi dan tidak bisa di cegah karena nasi sudah menjadi bubur. Tugas Pak Subadjo dan Bu Tia sekarang ini adalah selalu berusaha ada untuk Kaia.
“Tidak perlu kamu mengatakan itu pada kami. Ayah dan Bunda tentu sudah memaafkan kamu,” balas Pak Subadjo yang akhirnya menanggapi Kaia.
“Apakah aku masih di terima jika aku kembali ke rumah ini?” tanya Kaia yang masih memeluk Ayahnya. Pelukan itu sangat menenangkan untuk Kaia.
“Rumah ini selalu terbuka untuk kamu. Tinggallah Kaia, rumah ini akan menyembuhkan luka hati kamu,” sahut Bu Tia yang memang menginginkan Kaia kembali. Bu Tia mengkhawatirkan Kaia sendiri jika berada di rumahnya. Kaia melepaskan pelukan pada ayahnya dan berbalik memeluk sang bunda.
“Terimakasih Ayah, Aunda selalu ada untuk aku,” ujar Kaia yang masih terisak di pelukan bundanya.
“Aku sudah mengajukan gugatan pada Rafa. Sidang perceraian aku akan berlangsung satu minggu lagi,” tambah Kaia dengan menengadahkan kepalanya untuk menatap Pak Subadjo dan Bu Tia bergantian.
“Ayah rasa keputusan kamu sudah tepat. Kamu akan mendapatkan kebahagiaan setelah melepas laki-laki itu Kaia,” Pak Subadjo kali ini tidak menentang keputusan Kaia, ia justru bersyukur dengan keputusan anaknya tersebut.
“Ayah ingin kamu besok datang ke perusahaan Marflin, saat kamu tiba di kantor itu, katakan jika kamu perwakilan Ayah untuk menemui Direktur Utama,” terlihat Pak Subadjo mengatakan itu pada Kaia dengan wajah serius. Tatapan mata Pak Subadjo menyimpan dendam dengan laki-laki bernama Rafa.
“Ada hubungan apa laki-laki itu Ayah? Mengapa aku harus menemuinya,” Kaia sangat penasaran dengan sosok yang di maksud dengan ayahnya. Ada hubungan apa ayah dengan sosok itu. Bukankah masalah Rafa bisa di selesaikan oleh keluarganya tanpa harus orang lain ikut campur. Masalah ini merupakan aib untuk keluarganya.
“Kamu datanglah dahulu. Nanti kamu akan tahu maksud Ayah melakukan ini. Kali ini percayakan pada Ayah dan jangan membantah,” kalimat sang ayah membuat Kaia tersindir. Kaia mengakui kesalahannya dahulu. Menentang orang tua sangalah tidak patut dan akan mendatangkan mala pelaka. Kaia pun menurut perkataan ayahnya tanpa membantahnya.

Bình Luận Sách (236)

  • avatar
    HapsariFreyda

    suka sama jalan cerita ny, cerita yg bikin greget. good job👍

    25/07/2022

      0
  • avatar
    Ganenda

    Gila novelnya seru bngt. Alur ceritanya bagus, bikin greget. Utk author update novelnya jngn lama2, gue nungguin. Lanjutin!

    07/05/2022

      2
  • avatar
    amatirGaluh

    baik

    1d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất