logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Part 3

Acara sarapan pagi ini cukup khidmat. Mereka menikmati roti selai buatan Clara dengan tenang. Sesekali Clara menanyakan tentang sekolah Gibran dan Nana, adik perempuannya.
Clara bersyukur, setidaknya adik-adiknya tidak ada masalah sama sekali. Sesuai dengan ekspektasinya. Terutama Gibran, adiknya yang satu ini memang sangat berprestasi. Ia bahkan sering mendapatkan juara pararel mulai dari sekolah dasar. Sedangkan Nana, ia tak cukup berprestasi dalam bidang akademik. Namun, nilainya cukup baik. Ia selalu masuk rangking lima besar di kelasnya. Nana sangat berprestasi dalam bidang non-akademik. Ia beberapa kali terpilih mewakili sekolah untuk mengikuti lomba bernyanyi dan piano. Selain itu, Nana juga pandai membuat beberapa lagu.
“Selesai.” Ucap Gibran senang. Ia mengelus perut ratanya saat merasakan kenyang.
“Aku juga.” Sahut Nana.
“Kalau sudah selesai, kakak akan membereskannya. Kalian bisa berangkat terlebih dahulu. Kakak bisa menyusul nanti.”
“Baiklah. Aku dan Nana berangkat dulu ya kak.”
“Iya. Jangan lupa jaga adikmu!” Teriak Clara saat merasa Gibran dan Nana semakin menjauh. Gibran hanya mengacungkan jempolnya merespon sang kakak.
Clara tersenyum. Ia segera membereskan semuanya. Ia tak mau ia datang terlambat dan berakhir dipecat. Minggu ini, rentenir pasti akan datang untuk menagih hutang. Ia harus mendapatkan uang lebih. Ia tak mau jika adik-adiknya akan menjadi korban akibat ia tak memberikan uang sama sekali.
Clara mengingat-ingat. Bahwa ia harus memberikan uang dua puluh juta minggu ini. Sedangkan uang yang dikumpulkannya belum genap sebanyak lima juta. Belum kalau ada kebutuhan lainnya. Kepala Clara mulai berdenyut. Pusing memikirkan utang sang ayah yang tak kunjung lunas. Bahkan Clara yakin bahwa ia belum melunasi sebanyak lima persen dari utang ayahnya. Kadang Clara membenci itu. Kenapa ayahnya harus meninggalkannya saat utang-utangnya belum terlunasi? Clara jadi berfikir, bahwa ayahnya tidak meninggal murni karena kecelakaan. Melainkan bunuh diri karena memiliki hutang yang sangat banyak. Clara menggelengkan kepalanya ribut. Kenapa ia jadi memikirkan hal yang tidak-tidak?
***
Bagas memasuki kantor dengan hati berbunga-bunga. Tak tahu mengapa. Ia tersenyum lebar sekali. Tak lupa ia menyapa seluruh karyawan yang berpapasan dengannya. Para karyawan hanya mengernyit heran. Kemarin, sang atasan terlihat dengan wajah yang kurang mengenakan. Sekarang tersenyum lebar sesekali tertawa bak orang gila. Oh, mungkin sang atasan sedang mengalami kasmaran.
Ternyata dugaan para karyawan itu salah. Sang atasan hanya menemukan mainan baru. Sudah lama ia tak menemukan mainan yang coco untuknya. Bagas jadi tak sabar ingin bertemu dengan Devan.
Krieettt
Bagas membuka pintu ruangannya santai. Dengan bersiul riya, ia menuju kursinya kemudian menyenderkan tubuh sepenuhnya ke kursi kebesarannya.
Bagas membuka ponselnya. Kemudian mencari kontak telepon seseorang. Devan. Bagas membutuhkan Devan.
“Halo. Ada apa bos?” itu suara Devan dari kejauhan.
“Cepat datang kesini. Dalam waktu lima menit belum sampai ke ruangan saya, kau akan saya pecat!”
“Ap-apa bos. Tapi saya sedang di rumah kekasih saya.” Devan gelagapan. Pasalnya ia masih berada di rumah kekasihnya. Ia tak mungkin bisa mencapai kantor sang atasan dalam lima menit. Perjalanannya saja membutuhkan waktu lima belas menit dengan kecepatan sedang.
“Memangnya saya terlihat perduli? Datang sekarang atau kau akan saya pecat juga.”
“I-iya. Saya akan segera datang.”
Devan dengan tergesa mengecup kening sang kekasih, berpamitan. Kemudian keluar sembari berlari cepat seperti atlet.
Devan mengendarai mobilnya kesetanan. Ia tak memikikirkan nyawanya ada di ujung batas. Yang ia fikirkan hanyalah nasib pekerjaannya. Jika ia dipecat, ia tak bisa mengumpulkan banyak uang. Walaupun hanya seorang supir tapi ia mendapatkan gaji yang sangat besar. Terkadang sang bos memberikan uang secara cuma-Cuma kepadanya saat sang bos merasa bahagia.
Devan seakan tak perduli mendengar teriakan-teriakan dari sekitarnya. Akibat dari ugal-ugalan Devan yang sangat membahayakan. Dengan jantung berdegup kencang, Devan tetap mengendarai mobilnya kesetanan.
Setelah sampai di depan kantor dengan keringat dingin bercucuran dan detak jantung yang berdetak sangat cepat, Devan segera menuju ruangan sang bos dengan tergesa. Ia berlari kesetanan sembari mengumpat kesal karena orang yang berlalu lalang seakan menghalangi jalannya.
Akhirnya... Devan sampai di depan ruangan sang bos. Dengan terengah-engah ia membuka pintunya. Melihat sang bos masih memfokuskan dokumen-dokumen di mejanya dengan kacamata minusnya.
“Bos...” Panggil Devan pelan.
Bagas mendongkak. Kemudian terheran-heran melihat kondisi Devan yang sangat buruk. Pakaiannya basah oleh keringat juga berantakan, wajahnya pucat pasi, nafasnya terengah-engah, dan rambutnya lepek. Bagas melihat jijik. Ia tak suka jika ada bau keringat.
“Ck, kau sangat beratakan Devan. Berani sekali kau menemuiku dengan kondisi seperti itu.”
Devan mendengus kesal. Bosnya ini tak peka sama sekali. Gila. Bahkan ia sampai tak memperdulikan nyawanya sendiri demi menemui sang bos.
“Maaf Bos. Saya berangkat kesini dengan sangat terburu-buru, sampai saya tak sempat membersihkan tubuh saya dan berbenah. Karena bos hanya memberikan saya waktu lima menit.”
“Oh iya. Saya lupa. Kau telat dua menit empat puluh tujuh detik.”
“Maaf bos. Saya sudah berusaha secepat mungkin. “
Devan merutuki dirinya sendiri karena memberitahu tentang waktu lima menit. Devan lupa kalau sang bos adalah orang yang sangat pelupa.
“Baiklah,tak apa. Tapi gajimu aku potong lima juta untuk bulan ini. Jangan protes! Aku bos disini!”
Devan membelalakan matanya. Lima juta? Walaupun itu hanya sepersepuluh gajinya saja, tapi tetap saja. Itu bisa digunakan untuk tabungan guna melamar kekasihnya. Tak apa, jika ia banyak protes, ia takut jika gajinya akan semakin di potong.
“Iya Bos. Kalau boleh tau, ada apa Bos memanggil saya?”
“Ahh... Ada pekerjaan kecil. Kau cari data wanita jalang bernama Clara di klub Oxford!”
“Ta-tapi, bukankah itu melanggar privasi bos? Doxing.”
“ Kau mau gajimu dipotong? Saya beri waktu satu jam! Kalau kau tak datang tepat waktu, jangan harap kau bisa menginjakkan kaki dihadapan ku!”
“Baik bos.”
Devan hanya menyetujuinya. Sebesar apa dosanya, hingga ia memiliki bos tak punya hati dan berbuat seenaknya. Menyesal ia mengagung-agungkan sang bos di depan kekasihnya. Padahal, sifatnya lebih buruk dari iblis. Eh.

Bình Luận Sách (177)

  • avatar
    Ghe Thonbesy

    ceritanya seru

    19d

      1
  • avatar
    ່༺K꙰I꙰T꙰S꙰U꙰N꙰E꙰E꙰༻

    bagus

    24d

      0
  • avatar
    Ryan Garcia

    sangat bgus

    27d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất