logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Beraksi Tanpa Koneksi

Jantung Zoya berdebar saat akan memasuki rumahnya. Bayangan kemarahan Sakti sudah memenuhi benaknya dari tadi.
"Aku takut, Sari."
"Tenang saja. Jangan gugup! Atau mereka akan curiga."
"Iya," jawabnya yang menahan langkah di ambang pintu.
Ia berdiri sejenak dan mengatur pernapasan agar tidak terlalu gugup.
"Kau siap?" tanya Sari. Gadis itu mengangguk.
Zoya memasuki rumah terlebih dahulu dan Sari mengikutinya dari belakang. Benar saja, semua keluarga menunggunya di ruang tengah. Dengan ibu yang bersandar pada sang ayah dengan memakai oenutup mata tidur bergambar panda.
"Dari mana?" Sakti mendahului ayahnya yang baru saja akan bersuara.
"Dari … taman."
"Apa tidak lihat langit sudah gelap?" Zoya mengangguk.
"Sudahlah, Sakti. Ini sudah malam. Yang penting adikmu pulang dalam keadaan baik-baik saja," ujar Handoko yang menguap-nguap menandakan kalau ia sangat mengantuk.
"Tidak bisa dibiarkan, Pa. Nanti dia ulangi lagi. Apa dia pikir tengah malam begini, baik untuk gadis sepertinya?"
Zoya yang awalnya gugup dan takut, kini mulai mengumpulkan keberanian.
"Kakak tau apa tentang kebaikan?" protesnya. "Kalau kakak ingin yang terbaik untukku, beri aku kebebasan. Jangan larang aku untuk berteman dengan Bela, berpacaran, atau bergaul dengan siapa pun!"
"Sudahlah, kalian …. Mama ngantuk. Ayo, Pa. Zoya udah pulang. Lebih baik kita tidur lagi."
Dengan sempoyongan, Tiana menarik paksa suaminya untuk kembali ke kamar di lantai dua.
Handoko pun berdiri dan memapah istrinya yang benar-benar seperti orang mabuk kalau tidurnya terganggu.
"Sayang, kalau mau ke taman jangan malam-malam gini. Enggak baik sendirian ke sana jam segini," ujar Tiana sebelum meninggalkan mereka.
"Mama sama saja dengan kakak. Papa juga pasti begitu," rungutnya. Namun, Handoko dan Tiana tetap melanjutkan langkah dan membiarkan gadis itu sibuk mengomel.
"Memangnya aku tidak dianggap anak di rumah ini? Lebih baik aku pergi saja dan mencari orang tua kandungku yang sehenarnya!" ancam Zoya yang membuat semua orang membelalak.
Mata Tiana mendadak segar mendengar itu dan meneriaki anaknya. "Hei!"
Akan tetapi, Zoya sudah berlari meninggalak ruangan itu dan pergi ke kamarnya.
"Ibu kandungmu si sini dan ayah kandungmu sudah dikubur. Kau lihat sendiri, kan, bagaimana jasadnya tertimbun tanah?"
Seisi ruangan dipenuhi oleh teriakan Tiana. Namun, Handoko yang sangat paham apa maksud sang anak pun menlerai istrinya agar tidak bicara terpalu banyak lagi.
"Tidak bisa dibiarkan, Pa. Nanti dia melunjak," protes Tiana yang hendak menyusul anaknya ke kamar.
"Sudahlah, Ma. Besok bicarakan lagi. Sekarang dia sedang marah. Tidak ada gunanya berdebat di saat seperti ini. Kalian merasa sama-sama benar dan perdebatan yang kalian lakukan hanya untuk menunjukkan siapa yabg paling hebat kebenarannya."
Panjang lebar ceramah Handoko pada istrinya yang membuat Tiana hanya bisa menurut. Mereka pun meninggalkan Sakti dan Sari menuju kamar hendak tidur.
Saru masih berdiri di tempatnya tadi. Ia menatap suaminya yang berkali-kali menggaruk kepala karena gusar.
"Apa benar dia tadi di taman?" tanya Sakti lagi yang membutuhkan kebenaran yang sebenar-benarnya dari sang istri.
Sari pun mengangguk.
"Kau pun berbohong padaku," ujar Sakti dan pergi ke kamarnya dengan rasa kecewa pada sang istri.
Sari segera menyusul dan berlari-lari kecil untuk menyeimbangkan langkahnya dengan Sakti.
"Aku tidak berbohong, Sayang." Suara Sari sangat pelan, tetapi masih bisa terdengar oleh Sakti.
" Jangan panggil aku sayang kalau kau belum bisa jujur."
"Tapi, bukankah dia pulang dengan selamat tanpa kurang satu apa pun?"
Sakti tidak menghentikan langkahnya dan Sari terus mengejar hingga mereka sampai di depan pintu kamar pria itu.
Sari merinding melihat kilatan amarah yang tersirat dari mata sang suami. Di tengah kegugupannya, tiba-tiba tubuh Sari ditarik paksa dan bibirnya dikecup dengan lembut.
Pelayan itu tidak bisa menolak selain membalas ciuman itu. Saat Sari mulai menikmati lumatan di bibirnya, Sakti menghentikan dan masuk begitu saja ke kamarnya.
"Rasakan hukumanmu karena membohongi suami," kata pria itu sebelum menutup pintu kamarnya dan meninggalkan istrinya mematung menahan gairah di depan pintu.
Sari memanyunkan bibir karena baru saja dia hanyut dan bersiap untuk permainan berikutnya. Namun, malah kekecawaan yang membuat kepalanya sakit yang ia dapat.
Di rumah Handoko banyak kamera pengawas yang dipasang. Kecuali, pintu kamar Sakti dan dapur. Tempat itu selalu mereka jadikan medan pertempuran saat semua penghuni rumah sudah tertidur.
Mereka tidak pernah berhubungan di kamar Sari karena area belakang rumah juga banyak dipasang kamera pengawas. Akan sangat kentara jika orang-orang melihat Sakti berkali-kali pergi ke belakang rumah melalui hasil rekaman kamera.
***
Pagi selalu datang tepat waktu. Tidak peduli mendung, pagi tetap menjadi awal dari hari yang akan dijalani dengan melelahkan.
Keluarga Handoko kembali sarapan dengan aura tegang seperti sebelumnya. Kali ini, Sari yang melayani makanan semua majikannya ikut menjadi dingin tanpa suara.
Handoko, Tiana, dan Sakti pergi ke kantor yang sama. Hanya saja, kendaraan Sakti berbeda dengan kedua orang tuanya.
Akan tetapi, Zoya hanya berdiam diri du rumah, bermain dengan kucing-kucing kesayangannya. Seekor kucing jenis Sphynx yang ia beri nama Joxa. Nama yang hampir terdengar sama dengan namanya sendiri.
Joxa adalah ras kucing yang berbulu pendek dan sedikir sekali. Bahkan, ia terlihat tanpa bulu jika diperhatikan dari jauh.
Sari menghampiri Zoya yang sedang membersihkan kotoran kucing. "Aku dapat imformasi soal lowongan kerja sebagai dosen di Universitas Harirangga."
Zoya mengernyitkan dahi saat mendengar nama salah satu kampus swasta ternama yang ada di negara ini. "Kau yakin aku bisa tembus ke sana?"
"Kenapa tidak? Kau 'kan tamatan Imperial College London. Pasti kau akan diprioritaskan." Sari tampak berbinar-binar memberitakan hal itu.
Namun, berbeda dengan Zoya yang ragu karena sudah beberapa kali ia gagal mengikuti tes untuk menjadi dosen. Padahal, ia tamatan pasca sarjana salah satu universitas kenamaan Inggris Raya.
"Dari mana kau dapat kabar itu?"
"Dari pembantu rumah sebelah. Majikan mereka salah satu pengurus yayasan kampus itu."
"Oh ya? Kenapa aku tidak tahu?"
"Beritanya baru akan dirilis tiga hari lagi."
"Jadi, temanmu itu menguping pembicaraan tuannya? Dasar tidak sopan!" rutuk Zoya yang membayangkan kalau hal yang sama dilakukan oleh pelayannya.
Sari pun mengangguk sambil menyengir.
"Bagaimana? Apa kau mau mempersiapkan diri?"
"Pasti butuh koneksi untuk menembus tempat seperti itu. Kau tau 'kan kalau aju tidak akan melakukan hal semacam itu."
Sari lagi-lagi mengangguk. Kali ini ia tampak murung dan ikut patah semangat melihat Zoya.
"Ayahmu 'kan orang berpengaruh. Apalagi kalian bertetangga. Apa salahnya menggunakan koneksi untuk kali ini?"
Zoya kembali berkutat dengan kucing-kucingnya yang lain dan mengabaikan Sari.
"Tidak, Sari. Aku tidak akan melakukan itu. Aku tidak suka berutang budi, bahkan pada orang tua sekalipun. Mungkin aku terlihat bodoh, tapi aku masih punyanharga diri."

Bình Luận Sách (323)

  • avatar
    ZahiraUlvia

    bagus

    2d

      0
  • avatar
    slayyymira

    bagus aku sangan menyukai cerita inii🤩

    7d

      0
  • avatar
    PnkAura

    aplikasi ini sangat bagus

    12d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất