logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 7 Wanita Menyedihkan

Keesokan harinya, Alif terlihat terburu-buru berjalan di sebuah rumah sakit. raut wajahnya terlihat sangat cemas saat ini, ia mencari seseorang di depan ruangan IGD rumah sakit.
“Mbak, saya mencari pasien bernama Dinda,” ucap Alif.
“Pasien atas nama Dinda ditangani di ruang operasi, bapak siapanya?”
“Sa-saya ... saya, saudaranya.” Alif terlihat gelagapan.
“Baik, Pak. Pasien mengalami keguguran, jadi kami mengambil tindakan. Bapak silakan tunggu di sini, nanti kami akan mengabari jika sudah selesai.”
Alif mengangguk dan membuang napas lega, tangannya mengepal kuat karena kesal pada Dinda. Gadis itu satu jam yang lalu nekat berlari dan ke luar dari dalam mobil Alif, karena kesal mendengar Alif yang memutuskan untuk menikahi Marsya.
Sebetulnya, Dinda adalah kekasih Alif yang sangat keras kepala. Jika dipikir-pikir, Alif menyesal sudah mengenal gadis itu dan membiarkan Marsya harus sakit hati dengan tindakannya.
Ponsel Alif bergetar, menampilkan sebuah panggilan dari seseorang. Ia pun meraihnya di dalam saku jas yang ia pakai. Rupanya panggilan itu dari Marsya, sebelum ia menerima panggilan itu. Alif membuang napas perlahan, agar tidak terdengar panik oleh Marsya.
“Iya, sayang.”
“Alif, kamu di mana?” tanya Marsya di seberang sana.
“A—aku ... lagi di ...”
Alif menggantungkan ucapannya, haruskah ia jujur pada Marsya apa yang terjadi saat ini.
“Di mana, Alif? Aku mau ketemu kamu, ada hal penting yang mau aku omongin.”
“Aku di rumah sakit,” jujur Alif.
“Ha? Kamu sakit? Kok nggak kasih tau aku?”
“Bukan, tapi ... Dinda. Dia keguguran, Marsya.”
“Serius kamu? Aku ke sana sekarang, kamu kirim alamat rumah sakitnya ya.”
“Iya.”
Percakapan mereka pun selesai, Alif benar-benar bingung harus melakukan apa, saat ini. Sudah bagus, Marsya masih bisa memaafkannya dengan kejadian ini. Namun, tetap saja Alif tidak bisa sepenuhnya mencintai Marsya seperti dulu lagi.
Tak lama, Marsya sampai di rumah sakit itu. Ia menatap Alif yang saat ini tengah duduk di kursi tunggu. Dengan sedikit berlari, Marsya menghampiri Alif.
“Alif, gimana Dinda?” tanya Marsya yang terlihat terengah-engah.
“Dia masih di ruang operasi.”
Marsya menarik napas perlahan, “kok bisa keguguran?” tanya Marsya.
Alif menundukkan kepalanya, ia menatap lantai putih yang berada tepat di bawahnya. Ada rasa bersalah pada Marsya dan Dinda, namun Alif masih bingung harus melakukan apa.
“Dia lari, karena kecewa denger aku mau nikah sama kamu.”
Marsya membuang napas kasar, “pasti dia kecewa, Alif. Kamu harus perlahan-lahan jelasin sama Dinda, jangan terburu-buru.”
“Aku nggak bisa perlahan-lahan, keluarga aku nggak akan pernah setuju sama dia. Mereka hanya akan merestui kamu, Marsya.”
Sedangkan Marsya hanya berdecak pelan, “kamu yang bodoh. Kalau kamu tau, aku yang akan disetujui oleh keluarga kamu, kenapa kamu berselingkuh? Bukan cuma Dinda dan Anna, tapi juga Kayla? Lalu siapa lagi? Harus berapa kali aku maafin kekakuan kamu?”
“Marsya!” teriak Alif dengan tatapan tajamnya.
Marsya pun membalas tatapan Alif, ia tak mau kalah kali ini.
“Kamu mau marah? Silakan marah sama aku, bila perlu salahin aku.”
“Iya, ini semua salah kamu! Kamu yang udah buat aku berubah dan selingkuh sama cewek lain.”
Marsya terkejut dengan ucapan Alif, sungguh kali ini Alif benar-benar tidak bisa mengontrol ucapannya. Sedangkan Marsya tidak pernah paham dengan kesalahan yang sudah ia lakukan terhadap Alif.
“Kamu baik dan sabar, tapi kamu kaku. Kamu hanya bilang cinta sama aku, tapi nggak ada bukti sama sekali. Kamu sibuk kerja, dan aku yang hanya rindu sendirian. Aku CEO dan pasti lebih sibuk dari kamu, tapi kamu ... seolah menjadi orang penting di tempat kerja kamu itu. Lima tahun, dengan kisah yang sama dan orang yang sama. Harusnya aku yakin sama kamu, tapi lebih lama kita bersama. Aku menjadi nggak yakin sama kamu, Marsya.”
Marsya tersenyum pilu, “jadi, itu alasan kamu? Kamu yakin, merasakan rindu sendirian? Kamu yakin masih cinta sama aku? Kamu yakin, hanya aku yang sibuk kerja? Lima puluh panggilan, dalam seminggu nggak kamu terima. Apa aku yang sibuk sendirian? Jangan beralasan lagi, kamu yang udah menodai rasa itu. Kamu jenuh, dan ingin bermain dengan wanita lain. Karena selama kamu menjalin hubungan sama aku, kamu terasa terkunci dan nggak bisa main-main, iya? Ok, kalau kamu mau main-main, nggak ada gunanya kita mempertahankan hubungan ini, lagi pula anak kamu dari Dinda udah nggak ada. Jadi, nggak ada lagi yang harus aku bantu.”
Marsya pergi dari hadapan Alif, dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
“Sya ... Marsya, tunggu aku ... Marsya!” Alif mencoba menyusul Marsya, namun gadis itu sudah menaiki taksi.
Di dalam taksi, Marsya menangis. Ia tidak peduli dengan pak sopir yang sejak taji terlihat bingung. Saat ini, hatinya semakin pilu oleh ucapan Alif. Tidak ada lagi yang bisa Marsya pertahankan dari hubungan tidak jelas itu, ia sudah paham jika Alif tak lagi mencintainya. Alif hanya berusaha menjaga hati Marsya agar tidak kecewa dengan berpura-pura masih mencintainya. Namun, dibalik itu semua perselingkuhan Alif justru membuat Marsya lebih terluka.
***
Matahari sudah berpindah ke ufuk barat, senja mulai terlihat menguning. Di apartemen milik Renal. Pria itu berdiri menatap langit oranye pada kaca jendelanya, beberapa kali wajah Marsya terlukis jelas di atas langit dan membuat Renal merasa bersalah, karena sudah mengusir gadis itu ketika pembicaraan mereka belum selesai.
Renal tidak mau, ia terlalu emosional ikut campur dalam hubungan Marsya dan Alif. Ia harus menahan diri, dan membuat Marsya sadar jika dirinya sudah salah membuat pilihan.
Tiba-tiba bel pun berbunyi, membuat lamunan Renal buyar seketika. Ia pun melangkahkan kaki, menuju pintu. Renal menatap layar monitor, dan terlihat Marsya yang ada di luar.
Tak butuh waktu lama, Renal pun membukakan pintu.
“Marsya, kamu kenapa?” tanya Renal, ketika melihat Marsya yang tengah menangis.
“Hiks, hiks ... Renal ... a—aku menyedihkan, bukan? Aku wanita menyedihkan, hiks ... hiks ....”
Renal meraih pundak Marsya, “ada apa? Siapa yang bikin kamu nangis?” Renal terlihat panik.
Marsya tidak menjawab pertanyaan dari Renal, ia hanya menangis dan menundukkan kepalanya. Setiap kali Marsya menangis, hanya ada Renal di hadapannya. Entah mengapa, tiba-tiba saja Marsya ingin pergi ke apartemen milik Renal.
Renal memeluk Marsya, karena terlihat tubuh gadis itu gemetar. Tangisannya semakin keras dan tak bisa terbendung lagi.
Renal pun terdiam, membiarkan pundaknya basah oleh air mata dari Marsya.
Rasa percaya diri Marsya untuk tetap bersama Alif, hanya untuk menutupi lukanya saja. Saat ini, Renal belum bisa yakin Marsya akan bahagia bersama orang lain, ketika ia masih menemukan gadis itu menangis.

Bình Luận Sách (32)

  • avatar
    StayhalalAbrar

    mantap

    14/07

      0
  • avatar
    Rizky saputraRaihan

    sangat bagus

    05/06

      0
  • avatar
    MardhiaMarsya

    iya lebih kurang begini lh hidupku nyatanya... pas bgt namanya juga sama marsya cowoknya aja lain namenya

    29/04

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất