logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Jodoh Cerminan Diri

Marsya menatap lekat langit senja yang mulai terlihat berwarna oranye pada kaca jendela kamarnya. Beberapa kali, ia menarik napas dan membuangnya perlahan. Jujur saja, ia masih merasa malu pada Renal yang menyaksikan dirinya harus menangis karena ulah Alif.
Sejak dulu, Marsya selalu berusaha agar hubungannya dengan Alif tidak ternoda oleh apa pun. Ia hanya ingin membuktikan pada Renal, Jika keputusannya memilih Alif itu sudah benar. Namun nyatanya di depan Renal, dirinya terluka oleh pilihannya itu.
Marsya sangat malu dan merasa bersalah, karena ketika ia patah hati. Hanya ada Renal yang mengerti dan memeluk dirinya, jujur saja Marsya sangat marah pada hatinya yang belum bisa menyambut Renal selama lima tahun ini.
Marsya menutup gorden, ia sudah tak ingin menatap langit yang perlahan akan redup seolah mewakili hatinya saat ini.
***
Waktu terus berputar hingga menunjukkan pukul sepuluh malam, saat ini terlihat Alif sedang berada di sebuah club malam. Beberapa kali, ia menuangkan minuman ke dalam gelas bening yang ia pakai.
“Bro, lo kok kusut banget?” tiba-tiba saja seorang pria menepuk pundak Alif.
Alif hanya menoleh, setelah itu matanya fokus kembali pada gelas itu. Pria itu pun duduk di samping Alif yang benar-benar terlihat kusut malam ini.
“Gimana kabar Marsya?” tanya pria itu lagi.
Mata Alif berhenti menatap gelas bening itu, ia pun menatap pria di sampingnya.
“Riki, menurut lo gimana kabar Marsya?” tanya Alif.
“Kok tanya gue? Lo kan pacarnya, pastinya lebih tau dia.”
Alif menyunggingkan bibirnya, Riki adalah teman sekolah Alif dan Marsya, tentunya ia pun mengenal Renal.
“Gue heran sama lo, kenapa Marsya lo biarin kerja di perusahaan orang lain? Lo kan CEO di perusahaan yang saat ini lo pimpin,” sambung Riki sambil meraih gelas dan menuangkan minumannya.
Alif tertawa kecil, “menurut lo, gue ngapain aja di kantor? Pacaran? Gue ini CEO nggak ada waktu buat urusin masalah pribadi.”
“O, pantes aja lo nggak nikahin dia selama lima tahun menjalin hubungan, kenapa lo? Marsya incaran banyak cowok, baik dulu maupun sekarang.”
Alif terlihat membuang napas kasar, jujur saja kehadiran Riki saat ini sangat mengganggu pikirannya.
“Lo tanya kayak gitu, mau ngorek masalah pribadi gue atau lo nyuruh gue sadar kalau Marsya harus gue nikahi?” tanya Alif dengan nada kesal.
Riki yang tahu, jika saat ini Alif mulai kesal pun tertawa lepas.
“Aduh, bro santai dong. Gue cuma tanya aja, lagian ngapain lo marah? Tenang bro, gue nggak bermaksud apa-apa. Cuma lo harus hati-hati, karena CEO di tempat Marsya kerja itu adalah Renal dan lo pasti tau masa lalu Renal dan Marsya,” jelas Riki.
Alif terdiam, ia sudah tahu jika Renal adalah CEO di tempat Marsya bekerja. Namun, ia tidak pernah tahu tentang masa lalu diantara Marsya dan Renal, sebetulnya hal itu pun tidak penting bagi Alif.
“Gue nggak pernah tau masalah mereka,” ucap Alif terlihat cuek.
Riki meraih pundak Alif, “Renal pernah ditolak sama Marsya dan pastinya dia nggak akan pernah nyerah buat ngejar Marsya lagi. Buktinya dia belum nikah sampai saat ini.”
Alif menyunggingkan bibirnya kembali, “dia pernah ditolak? Itu tandanya, Marsya nggak cinta sama Renal dan asal lo tau aja Ki, kalaupun mereka bersatu. Gue nggak masalah, itu kan yang mau lo tau? Jadi, mending lo pergi dari hadapan gue sebelum gelas ini melayang ke wajah lo!” Alif terlihat garang menatap Riki, sedangkan Riki hanya membuang napas kasar dan turun dari tempat duduknya meninggalkan Alif.
Di luar club malam itu, Riki terlihat sedang menghubungi seseorang. Ia menatap semua arah, agar tidak ada yang mendengar ucapannya.
“Renal, gue udah dapet informasi dari Alif.”
Rupanya Alif menghubungi Renal, namun apa hubungan diantara keduanya?
“Ok, lo datang aja ke tempat gue,” ucap Renal di seberang sana.
Tak berapa lama, Riki sudah sampai di apartemen milik Renal. Ia pun memijit bel dan pintu pun dibuka oleh pemiliknya.
Renal mempersilakan Riki untuk duduk, ia pun menawarkan minuman pada Riki.
“Mau minum apa, Ki?” tanya Renal sambil berjalan menuju dapur.
“Idih, tumben nawarin minum. Biasanya suruh ambil sendiri.” Riki terlihat cengengesan.
“Gue harus kasih lo minum, soalnya nahan emosi depan Alif pasti bikin tenggorakan lo kering.” Renal berbicara sedikit keras, karena saat ini ia tengah berada di dapur.
Riki pun tertawa, “ha ha pak CEO tau aja kalau gue udah gatel pengen hajar si Alif.”
Tak lama, Renal kembali dengan dua botol minuman dingin. Ia pun meletakannya di atas meja.
“Thank you, Renal.” Riki segera meraih minuman itu dan meneguknya.
Sedangkan Renal hanya menatap saudaranya itu, Riki dan Renal adalah sepupu dekat. Ia adalah putra pertama dari adik Ayahnya Renal, mereka lahir secara bersamaan pada tahun yang sama, namun tanggal dan bulan yang berbeda.
“Foto yang gue kirim, udah lo terima kan?” tanya Riki yang mulai ingat, jika dirinya sudah mulai memata-matai Alif.
“Udah, dan ternyata itu nggak membuat Marsya kaget.” Renal menghela napasnya.
“Kok bisa? Harusnya dia marah sama Alif, dan melabrak selingkuhannya itu. Gimana sih Marsya, kok bisa sesabar itu?” Riki menggeleng-gelengkan kepalanya, heran dengan reaksi dari Marsya.
“Itulah Marsya, menurut lo kenapa gue bisa sesabar itu nunggu dia, karena apa? Dan lo juga pasti paham, kenapa Alif berselingkuh?”
Dua pertanyaan itu jujur saja membuat Riki terdiam, ia tidak pernah tahu seperti apa sosok Marsya untuk Renal.
“Gue nggak paham yang gue tau kalau cewek udah diselingkuhi, ya dia marah.”
Renal menggeleng, “tapi Marsya enggak, dia malah mau menunggu Alif sadar dan akan selalu menjadi yang utama di hati Alif.”
Riki hanya berdecak, “ck! Sabar banget si Marsya? Kalau gue jadi cewek, nggak akan kasih ampun itu si Alif.”
“Nah, makanya lo pasti paham kan kenapa gue mau nunggu dia?” tanya Renal lagi.
Riki pun mengangguk, ia mulai paham apa maksud dari Renal.
“Dia wanita sabar, ya tapi ... masalahnya lo dapet apa kalau terus nunggu dia? Marsya nggak mau berpaling dari Alif, sedangkan lo cuma makan hati dan buang waktu.”
Renal menarik napas perlahan, iya Riki benar bisa saja dari hasil menunggu Marsya. Ia malah tidak mendapatkan apa-apa untuk waktu yang terbuang.
Namun, sedetik kemudian ia tersenyum dan menepuk-nepuk pundak Riki.
“Kalau dia udah bahagia sama Alif, baru gue nyerah. Asal dia bahagia sama pilihannya, nggak masalah buat gue. Nggak ada makan hati, atau buang waktu. Tapi, kalau Marsya masih banyak numpahin air matanya. Itu tandanya Alif benar-benar bukan pilihan yang tepat buat dia.”
Kini, giliran Riki yang terdiam. Ia melihat ketulusan dari dalam diri Renal yang akan bahagia apa pun yang akan terjadi nanti. Tidak banyak orang yang mau menunggu seorang wanita yang memilih orang lain, dan tidak akan pula dia mau menjadi sandaran wanita itu ketika ia rapuh.
“Dan gue yakin, Marsya adalah jodoh lo Renal. Kalian itu udah cerminan, Marsya sabar dan baik, lo pun sebaliknya.” Riki membanggakan saudaranya itu.
“Ya, kita liat nanti. Jadi informasi apa yang udah lo dapet barusan?" tanya Renal, karena ia belum tahu apa yang Riki dapatkan dari Alif.
"Gue nggak tau itu bener atau enggak, Alif bilang kalaupun lo ada hubungan sama Marsya, nggak masalah buat dia."
Renal mengangguk-anggukan kepalanya, antara yakin dan tidak. Mungkin saja itu adalah kalimat yang sebenarnya dari Alif, mengingat dirinya berselingkuh dengan banyak wanita.

Bình Luận Sách (32)

  • avatar
    StayhalalAbrar

    mantap

    14/07

      0
  • avatar
    Rizky saputraRaihan

    sangat bagus

    05/06

      0
  • avatar
    MardhiaMarsya

    iya lebih kurang begini lh hidupku nyatanya... pas bgt namanya juga sama marsya cowoknya aja lain namenya

    29/04

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất