logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

2 - Yolanda Membuat Ulah

Dengan kesal Val mematikan musik yang sejak tadi menggema di seluruh ruangan, lalu berlari menuju kamar dan mengurung diri di sana.
Val melemparkan tas selempangnya ke segala arah. Dadanya terasa sesak, kecewa dengan Yolanda. Teganya Yolanda berbuat hal tidak senonoh di kamar mendiang ibunya. Dan parahnya lagi, Yolanda bersama sosok laki-laki yang belum pernah Val temui.
"What a bitch!" sungut Val sembari menduduki kursi di depan meja belajarnya dengan kesal.
Tak lama, terdengar suara teriakan Yolanda sembari menggedor pintu kamar Val dengan membabi-buta.
"Val, buka pintunya!" teriak Yolanda. Namun, Val sama sekali tidak menggubrisnya. Gadis berambut lurus itu menutup kedua telinga dengan headset bando yang belum lama dibeli. Ia pun memutar musik dari gawai, berharap dirinya tidak lagi mendengar teriakan Yolanda.
Dalam situasi seperti itu, Val teringat sosok ibunya —Rania. Hanya Rania yang bisa menghentikan Yolanda ketika perempuan itu menyerang Val. Kini setelah Rania tiada, yang bisa Val lakukan hanya menghindar dari tantenya yang menyebalkan itu.
Val menangis dalam diam. Ia membekap mulutnya dengan kedua tangan, tidak ingin tangisnya didengar oleh siapa pun termasuk Yolanda. Kehilangan sang Ibu adalah momen terberat dalam hidupnya.
Gawai Val bergetar. Dengan cepat ia memeriksa notifikasi, melihat siapa yang mengirim pesan mengingat malam sudah begitu larut.
[Kamu sudah berkemas, Sayang? Jangan lupa, besok pagi-pagi Papa jemput kamu, ya?]
Berulang kali Val membaca pesan singkat yang dikirim ayahnya. Apa iya, ia harus pindah secepat itu? Val belum sempat membereskan barang yang akan dia bawa. Bahkan, ia belum sempat berpamitan kepada teman-temannya. Karena setahu Val, kepindahannya tidak akan secepat itu.
Val memeriksa notifikasi lainnya. Terlihat 10 panggilan tak terjawab dari sang ayah. Mungkin hal itulah yang ingin disampaikan ayahnya, bahwa dia akan menjemput Val esok hari.
[Oke, Pa. Val beres-beres dulu.]
Setelah menekan tanda 'sent', Val segera bangkit. Ia melepas headset yang sejak tadi menempel di kepala, lalu meletakkan benda itu beserta gawainya di atas pembaringan.
Susah payah Val menarik koper yang lama disimpannya di atas lemari. Karena merasa ketinggian, Val mengambil kursi supaya bisa menggapai koper. Di atas kursi, Val sedikit berjinjit.
Hap! Roda koper sudah dalam genggaman. Namun, gadis itu kurang bisa menjaga keseimbangan badan sehingga kursi bergerak miring dan ia pun terjatuh. Hampir saja Val tertimpa koper jika saja ia tidak bergerak cepat.
"Puff ...." Val bernapas lega.
Dalam posisi terduduk, Val meraih kopernya. Ia sama sekali tidak menghiraukan pinggangnya yang sedikit nyeri karena sudah terlempar dari atas kursi.
Saat itu pula, ia meraih kembali gawainya dan mengirim pesan serentak kepada teman-temannya. Memberi tahu mereka akan kepindahannya esok hari. Selain itu, Val juga harus berpamitan kepada Mahendra melalui pesan singkat. Akan tetapi, ia pikir akan lebih baik jika dirinya berpamitan secara langsung.
Di tengah kesibukannya membereskan barang-barang yang akan dibawa, Val bertanya-tanya dalam hati. Kenapa proses pindahannya mendadak sekali? Padahal rencana awal, dia akan pindah setelah 100 hari kepergian ibunya. Namun, belum genap 50 hari, ayahnya tiba-tiba saja mengirim pesan yang membuat Val sedikit terkejut.
"It's okay, Valetta. It's okay! Lebih cepat lebih baik. Kamu enggak bisa terus-terusan hidup sambil main petak umpet sama Yolanda! Lama-lama bisa gila kalau terus-terusan ngadepin Yolanda yang enggak waras kayak gitu," batinnya bergemuruh.
Selesai berberes, Val dikejutkan dengan gawainya yang tiba-tiba bergetar. Bukan notifikasi pesan, melainkan video call dari Nadia yang ternyata sudah tersambung dengan Vivian, juga Maya.
Begitu tersambung, Val cekikikan melihat ketiga temannya yang terlihat acak-acakan. Mungkin pesan Val sudah mengejutkan teman-temannya sehingga mereka terbangun dari mimpi.
"Kok malah ketawa sih?" tanya Maya, lalu menutup mulutnya yang tiba-tiba menguap lebar.
Nadia membenarkan letak kacamatanya yang sedikit miring. "Kamu barusan mimpi, Val?" Dia pun menguap.
Val mengalihkan pandangannya ke arah Vivian yang meski acak-acakan, tapi sorot matanya masih terlihat segar.
"Tau, nih! What's up, Val? Malem-malem bukannya tidur malah ngirim pesan siaran kayak gitu? Enggak lucu malem-malem gini ngajak bercanda," protes Vivian.
"Iya, nih. Enggak jelas!" rutuk Nadia.
Val merasa tidak enak hati mengatakannya secara langsung kepada teman-temannya. Namun, ia merasa tidak ada waktu lagi.
Val menghela napas dalam-dalam. "Papaku tadi nge-chat. Katanya, aku mau dijemput besok."
Maya memicingkan mata. "Hah? Kamu serius?"
"Beneran, Papa kamu nge-chat gitu?" timpal Nadia.
Val mengangguk. "Waktu aku kerja, Papa udah telepon berkali-kali. Tapi enggak keangkat."
Vivian terlihat sedih sambil memeluk bantal. "Kenapa mendadak banget sih, Val? Why don't you wait another time?"
"Iya, nih. Bahkan kita belum sempet jalan bareng buat perpisahan, gitu ...," gerutu Nadia.
Maya hanya terlihat manggut-manggut.
"Aku juga enggak tahu kenapa mendadak banget," balas Val.
"Tapi besok kamu bakal ke sekolah dulu, kan?" tanya Nadia.
"Iya lah! Masa iya ... pindahan sekolah tanpa surat pindah?" celetuk Vivian.
Val mengedikkan bahu. "Paling juga ke sekolah dulu."
"It's okay. Sebagai salam perpisahan, gimana kalau besok kita makan-makan di kantin aja?" ajak Vivian.
Maya kembali manggut-manggut. "Iya, iya! Aku yang bayar," serobotnya sambil tersenyum semringah.
"Gimana mau makan bareng, kalau ada papaku?" tanya Val.
Vivian menjentikkan jari. "Kamu pamit sebentar waktu Papa kamu ke ruang kepala sekolah. Gimana?"
"Ide yang bagus," puji Nadia. Vivian terlihat meringis.
"Okay, fix ya? Kita makan-makan di kantin. Aku yang traktir," ujar Maya penuh semangat.
Val menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku yang mau pindah, kenapa kamu yang traktir, May? Nanti kalau ditanyain sama mama kamu gimana? 'Hei, May! Kenapa uang jajan yang Mama kasih cepet banget habis? Pemborosan!' Mama kamu pasti bakal ngomel, tahu?" ujar Val menirukan ibu Maya yang pernah marah karena uang jajan Maya yang seharusnya dipakai untuk seminggu, habis dalam sehari.
Nadia dan Vivian tergelak mendengar ucapan Val.
"Don't worry! Aku dapet uang jajan dobel minggu ini," jelas Maya yang notabenenya adalah anak orang kaya.
"Asyiiikkk ...," seru Vivian sembari bertepuk tangan.
"Val! Buka pintunya! Gue tahu, lo belum tidur, kan?" seru Yolanda dari balik pintu kamar seraya menggedor-gedornya.
"Guys, I'm so sorry. Udah dulu, ya?" pamit Val setengah berbisik.
Buru-buru gadis itu mematikan sambungan video call dengan teman-temannya. Ia kembali memasang headset bando di kepalanya, lalu melompat ke pembaringan dan memaksakan kedua matanya untuk terpejam.
"Valettaaa! Ish! Gue perlu bicara sama lo!"

Bình Luận Sách (635)

  • avatar
    cantikayang

    menarik aplikasi ini banyak cerita yang di dalam buku ini

    1d

      0
  • avatar
    intanfebiola07

    bagus

    1d

      0
  • avatar
    RamadhanGustian

    lipayan lahhhh

    2d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất