logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

File 5 : Rencana Selanjutnya

"Ada apa dengan Gemstone itu, Dova?"
"Kita harus menyimpannya di tempat yang aman. Kurasa Ryuzen dan Vhina akan menuju kemari untuk mengincar batu itu."
"Aku masih membawa batu Badar Besi ini."
"Artemis menitipkannya padaku sebelum peristiwa itu terjadi."
Nampak keraguan di wajah Serenada soal batu Katilayu milik Artemis. Pada akhirnya dia mempercayakannya padaku. Kuterima saja dan berjanji padanya untuk terus menjaga batu ini.
"Aku tahu mereka pasti akan mengincarku dulu. Itulah sebabnya kuberikan padamu. Jika terjadi sesuatu padaku, maka batu itu tak akan mereka temukan dengan mudah."
"Tidak, Serenada! Jangan berkata seperti itu! Aku yakin kau sama kuatnya dengan Artemis."
Wajahnya sendu, ini bukan seperti Serenada yang kukenal. Setahuku dia sangat bersemangat sekali menghadapi musuh. Meski tentu saja itu membahayakan dirinya. Namun ia tak pernah peduli dan sering merepotkan Artemis.
"Serenada kau...."
"Aku juga memiliki ilmu silat Anoman Puteh itu. Hanya saja kata Wanara, milikku itu tidaklah sempurna! Bagaimana jika saat melawan aku...."
"Percayalah pada dirimu sendiri, Serenada! Kau pasti bisa! Atla dan Eleanor sangat membutuhkanmu."
Serenada hanya menghembuskan napas pelan. Mencoba untuk tetap tersenyum dihadapanku dan juga Irana. Pembicaraan aku ambil alih kembali. Kali ini aku mau membahas tentang Atla.
"Apa anak itu pernah demam sebelumnya, Serenada?"
"Ya, pernah. Tapi segera kuberi obat dan panasnya turun. Ada apa Dova? Kenapa kau...."
"Berarti ini beda! Bukan maksudku, anak itu pernah mengalami panas luar biasa. Waktu itu kalian berdua tidak ada sampai akhirnya kubawa ke dokter."
"Lalu apa kata dokter, Dova?"
"Aneh, semuanya normal menurut pemeriksaan. Aku mencurigai sesuatu, Irana!"
Kuarahkan pandanganku pada Irana. Dia nampak terkejut dan mulai paham apa maksudku. Kondisi yang sama seperti Artemis dulu. Apa anak ini mewarisi DNa EARTHSEED sama seperti ayahnya? Tapi, bagaimana memberitahukan padanya soal hal ini?
"Atla sudah tahu tentang ayahnya yang...."
"Belum! Dia hanya tahu tentang kau saja yang EARTHSEED, Irana. Entah kalau ibunya memberitahukan soal ini."
"Tidak, aku juga selalu diam. Artemis sudah berpesan jangan beritahukan ini sebelum anak itu memang mengalami kebangkitan kekuatannya yang pertama kali."
Menurut pengakuan Serenada, ayahnya hanya ingin anak itu hidup normal dulu. Jangan sampai kekuatan itu menjadi beban baginya. Meski saat proses persalinan, sudah nampak tanda-tanda bahwa anak ini pun sama seperti ayahnya yang juga seorang EARTHSEED.
"Dova, sebaiknya kita buat sistem keamanan yang lebih terutama saat nanti Serenada sendirian disini bersama anak-anaknya."
"Aku juga berpikir begitu, Irana. Sebenarnya sistem keamanan disini sudah...tunggu dulu!"
Email masuk ke jam tangan pintarku. Langsung aku sambungkan melalui mata siberkinetik untuk membuka dan membalasnya. Aah! Kenapa mendadak sekali aku dan Irana harus ke Meichartaka? Ada pertemuan antar ahli dan penemu yang harus kami berdua hadiri.
"Eh, kau juga dapat email itu Dova? Ini aku dapat baru saja."
"Ya, kita tidak bisa menolaknya. Ini penting sekali, Irana! Tapi bagaimana dengan Serenada dan dua anak itu? Ah, ya juga Max!"
"Max titipkan saja ke rumahku dulu, Dova. Tidak masalah, nanti aku yang merawatnya sementara waktu kalian berdua pergi."
Ku pandang istri Artemis itu dengan penuh keyakinan. Agar ia sadar bahwa dirinya tak selemah itu. Ryuzen dan Vhina bisa kita hadapi bersama. Ini semua demi Nuuswantaara!
***
"Firasatku buruk kali ini, Dova!"
"Dan aku sangat takut pada firasatmu itu, Irana! Semuanya selalu saja terjadi sungguhan."
Nampak cara duduk Irana di pesawat tak nyaman. Berulang kali pantatnya digeser eh memangnya dia punya ambien ya? Untung saja acaranya sudah selesai, kami berdua tak perlu menginap disana. Sebenarnya pertemuan ini antara penting dan tidak. Hanya saja nama besarku sebagai seorang penemu juga dipertaruhkan disini kalau tidak menghadiri acara itu.
"Ayo, cepatlah Dova! Kau ini lama sekali mengendarai pesawat ini."
"Hei, ini sebentar lagi mendarat!"
Aah! Irana cerewet sekali! Rasanya ingin kupelintir saja mulutnya itu. Pesawat pribadi yang kami tumpangi sedang bersiap mendarat. Suasana disini sepi sekali, seharusnya Eleanor dan Atla sudah pulang jam segini.
"Psssh...!"
Pintu pesawat perlahan terbuka, namun Irana sudah loncat dari kursinya. Astaga! Dia ini ada apa? Wajahnya Irana nampak khawatir sekali. Dari kejauhan kulihat Eleanor berlari pada kami berdua. Napasnya tersengal saat berhasil sampai dihadapanku.
"Bibi Irana... Paman Dova... Ibu dan Kakak...."
"Ada apa Irana? Tolong katakan sesuatu!"
Irana mengguncang tubuh Eleanor, anak itu hanya berurai air mata. Tangannya terus menunjuk ke dalam rumah. Anak Artemis yang satu ini tidak sedang mengerjai kami berdua bukan? Dia malah berlari kembali ke rumahnya.
"Ayo, Dova!"
"I-iya tapi tanganku jangan ditarik begini, nanti putus! Aaduuh...!"
"Kalau putus nanti biar kusuruh Paman Dexta menggantinya dengan tangan siberkinetik saja!"
Huh! Sembarangan dia ini! Sudah cukup mata kanan saja yang diganti dengan mesin. Memangnya badanku ini bongkar pasang apa bisa diberi yang lain? Terpaksa kaki ini berlari mengikuti kemana Irana pergi sambil menarik tanganku.
"A-apa yang terjadi, Eleanor!"
"Aku tidak tahan melihatnya! Hueek...!"
Haruskah aku bercerita pada kalian tentang apa yang kulihat? Dalam rekaman ini saja sudah kuhapus bagian itu. Aku tidak mau kalian muntah melihat pemandangan menjijikkan ini. Baiklah cukup aku ceritakan saja pada kalian.
Max sudah tak bernyawa lagi dengan kondisi tubuh mengenaskan. Irana terus menutup mulutnya sambil menghindari genangan darah yang ada disini. Berjalan ke ruang makan kami melihat Serenada tergeletak dan ada Atla disana. Anak pertama Artemis itu terus menatap ibunya.
"Hah? Apa Serenada juga sudah...."
"Biar aku periksa dulu, Irana!"
Denyut nadinya masih ada, tapi dia tak sadarkan diri. Sepertinya Serenada pingsan. Eleanor terus saja mengusikku. Berisik sekali anak ini!
"Tidak, Paman Dova lihat dulu apa yang terjadi pada kakakku!"
"Aah! Kau ini memangnya apa yang...astaga!"
Kulihat mata Atla sudah mulai bercahaya. Air matanya sempat menetes jatuh namun tidak deras seperti adiknya. Aku sudah menduga akan kondisi ini. Segera Eleanor aku gendong dan minta Irana untuk ikut berlari bersama. Sayangnya kami semua terlambat untuk menghindarinya.
"Kyaaaa...!"
"Pamaaaaan...! Bibiii...! Ada apa ini?"
"Aaaaargh! Bertahanlah kalian semuaaa...!"
Kami semua terpental jauh. Berkali-kali aku berusaha melindungi Eleanor dari benda yang terbang kemari. Sementara Irana langsung mengatifkan kekuatan EARTHSEED miliknya dan menyingkirkan benda yang nyaris saja mengenai kami berdua.
"Dova! Kekuatan EARTHSEED Atla sudah bangkit untuk yang pertama kalinya!"
"Iya, lalu aku harus berbuat apa? Astaga! Rasanya gravitasi hilang dari sini."
"Batunya! Mana batu Katilayunya, Dova?"
Ah, iya baru kuingat batunya kubawa. Segera ku keluarkan dari kantong jas laboratoriumku dan Irana menyambernya begitu saja. Hanya ia yang tak berpengaruh pada kondisi ini. Eleanor hanya mampu berteriak tak karuan, membuat telinga ini nyaris tuli. Irana berusaha menyentuhkan batu Katilayu itu pada dada Atla.
"Akhirnya berhenti juga! Eleanor hei ini sudah berhenti!"
"Aaaa...! Eh sudah ya, Paman? Tapi kakak bagaimana?"
Saat kulihat, Atla ikut pingsan. Setidaknya kondisinya sudah lebih baik disini. Meski rumah ini jadi berantakan semua barangnya. Aku dan Irana harus bergerak cepat membereskan ini semua. Sekaligus mencari tahu apa yang terjadi disini lewat kamera CCTV.

Bình Luận Sách (226)

  • avatar
    O Ye Soes

    simpan.. baca nanti yg lin blim kelar bacanya

    5d

      0
  • avatar
    RamadaniIzza

    kisah moderen dan bagus👍

    9d

      0
  • avatar
    AyundaNovita

    Cerita ny sangat menarik sekali

    11d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất