logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 3 Bear yang menggemaskan

“Kamu gila, ya! Mana mungkin kita tidur bareng! Kamu tidur di lantai, awas jangan dekat-dekat!” tegas Sabilla. Ia pun berpaling, berjalan menuju lemari untuk mengambil handuk dan baju ganti. Kondisi lemari baju miliknya itu begitu berantakan, Sabilla berdiri tegak dan menoleh ke arah Bear. Pria itu bergeming dengan wajah polosnya.
“Kamu apakan baju-bajuku?”
“Aku mencari baju yang kamu pakai di sini, sangat lucu.” Bear menunjuk ke arah foto Sabilla yang berada di dekat nakas.
Sabilla menatap ke arah Bear, ia baru menyadari kalau baju yang dipakai pria itu tidak benar, bagian depan dan belakang yang terbalik. Begitu juga dengan celana training berwarna senada karena memang baju pink itu satu set.
Sabilla menghela napas sambil menepuk jidatnya, lalu berjalan ke arah Bear. Ia menatap Bear dengan seksama, sementara di kepalanya penuh dengan pertanyaan dan terkaan.
“Kamu beneran boneka?” gumam Sabilla bertanya pada Bear. Pria di depannya bergeming dengan wajah polos. “Tapi kenapa boneka bisa berubah bentuk jadi manusia begini?” tanyanya lagi entah kepada siapa. Ia mencubit pipi Bear, sementara pria itu diam dan membiarkan Billa mencubit pipinya yang kenyal seperti kue mochi.
Sabilla berdiri dan mulai berpikir, apa semua boneka akan berubah jadi manusia? Lalu gadis itu menggeleng kuat, tidak mungkin. Ia pun pernah memiliki sebuah boneka yang sampai rusak pun tidak menjadi manusia.
Sabilla berseru dengan ekspresi penuh terkaan. “Kamu alien yang menyamar jadi boneka, kan? Terus bertemu aku, kamu mau ngapain?” tanya Sabilla.
Bear masih bergeming. Ia tidak mengerti dengan semua yang dikatakan Sabilla.
“Oh, atau kamu pangeran yang dikutuk jadi boneka selama serratus tahun, ya, kan?” tanya Sabilla. Gadis itu sudah termakan dongeng yang pernah ia baca di perpustakaan umum waktu sekolah dulu.
Bear masih diam tanpa ekspresi, Sabilla berdecak, lalu ia segera beranjak dari hadapan Bear. Pandangan pria itu mengikuti arah langkah Sabilla, saat pintu kamar mandi di tutup, barulah Bear kembali menatap makanan dan mulai berusaha menyuap makanan tersebut.
Selesai membersihkan diri, Sabilla keluar dan mengeringkan rambut. Lalu ia bersiap tidur. “Awas, ya! Jangan dekat-dekat. Berani mendekat, tinju ini melayang!” ucap Sabilla sambil mengacungkan tinjunya ke arah Bear. Pria itu mengangguk, kini ia duduk menghadap ke arah Sabilla berada sambil menikmati makan malamnya.
Sabilla membuka matanya untuk memeriksa Bear, pria itu masih duduk di posisinya sambil menatap ke arahnya. Sabilla bangun dan menatap kesal ke arah Bear. “Kamu nggak tidur?” tanya Sabilla.
Bear menjawabnya dengan anggukan. Sabilla bangkit dari ranjang sambil berdecak, ia mendekati Bear.
“Kenapa tidak tidur?” tanya Sabilla.
“Tidur?” tanyanya.
“Iya, tidur. Kamu perlu istirahat karena besok kita harus pergi!” Sabilla mendengus, betapa gemasnya ia terhadap pria dewasa berwajah polos di depannya saat ini. “Tidur itu seperti ini, matanya merem seperti ini!” ucap Sabilla sambil memejamkan mata dalam waktu lama.
“Ok!” ucap pria itu. Sabilla membuka mata dan melihat Bear sedang memejamkan mata, tetapi mulutnya mengunyah makanan. Sabilla berdecak geram.
“Merem tapi sambil berbaring!” ucapnya lagi.
Bear membuka mata dan menatapnya penuh tanya. Lagi, Sabilla merasa gemas. Hatinya menggerutu untuk mengingatkan dirinya untuk bersabar lagi dan lagi. Sabilla mengambil bantal, lalu ia berbaring di atas karpet.
“Seperti ini!” ucap Sabilla sambil mempraktekan tidur terlentang.
Bear pun mengikuti apa yang dilakukan Sabilla, ia menyimpan piring makanan tersebut di sampingnya. Ia tidur tepat di sebelah Sabilla, lalu memejamkan mata. Sabilla yang merasakan ada kehadiran Bear di sampingnya segera bangun untuk melihatnya, apa pria itu tidur atau tidak?
Sabilla kembali berdecak saat Bear ikut bangun. “Kamu tuh tidur! Seperti tadi. Di sini!” tegasnya.
Bear mengangguk patuh. Lalu ia tidur berbaring seperti yang sudah dicontohkan Sabilla.
“Jangan buka mata dan pergi ke mana-mana, ok!” titahnya sebelum Sabilla berdiri dan membuka lipatan selimut. Ia menyelimuti tubuh Bear, setelah selesai, barulah ia berjalan menuju ranjangnya untuk tidur.
Setelah beberapa menit, Bear kembali bangun. Ia menikmati makanan yang diberikan Sabilla. setelah selesai, ia kembali berbaring seperti apa yang dicontohkan Billa.
Esok harinya, Bear bangun pagi-pagi sekali. Ia merasa matanya pegal akibat terlalu lama memejamkan mata. Lalu menoleh ke arah ranjang di mana Sabilla berada. Pria itu berjalan mendekati ranjang, lalu duduk jongkok di dekat ranjang, ia menatap Sabilla yang terlelap menghadap ke arahnya.
Bear menyentuh permukaan kulit hidung Sabilla, lalu mengetukkan jarinya di ujung hidung mancung itu. Sabilla membuka mata dan terlonjak kaget saat ia mendapati Bear ada di depannya.
“Kamu ngapain?” tanya Billa dengan wajah paniknya. Ia menoleh ke arah jendela, sinar matahari pagi sudah menyelinap masuk, lalu ia kembali menatap wajah Bear.
Sabilla menghela napas dan beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Keluar dari kamar mandi, ia berjalan menuju lemari. Bear masih duduk jongkok di sisi ranjang dan memperhatikan gerak-gerik Sabilla.
“Kamu mandi dulu, lalu ganti pakai baju ini!” ucap Sabilla sambil mengeluarkan satu set baju dan celana sweater berwarna abu-abu.
Bear masih diam di tempatnya dan menatap penuh tanya. Sabilla menghela napas, pria itu pasti tidak tahu caranya mandi. Coba jika Bear kembali ke bentuk boneka, ia pasti sudah mencucinya seperti kemarin.
Sabilla menghampiri Bear, menarik tangannya dan menyeret Bear menuju kamar mandi. “Lucuti bajunya!” titah Sabilla.
Bear segera membuka sweeter pink itu dari tubuhnya. Lalu menyerahkannya pada Sabilla, saat tangannya bergerak untuk menurunkan celana, Sabilla memekik. “Itu jangan deh!” tegasnya sambil berpaling. Bear bergeming, Sabilla menghela napas lega karena pria itu menurutinya.
“Kamu duduk jongkok!” pinta Sabilla. ia mulai memutar sower dan mengambilnya untuk menyiram tubuh Bear dengan mudah. Pria itu duduk dengan sangat menuruti perintah Sabilla, membuat gadis itu semakin yakin kalau memang dia adalah jelmaan dari sebuah boneka.
Namun, kini bertambah beban di pikirannya, tidak mungkin ia menikahi Bear begitu saja sementara Bear tidak memiliki identitas apapun.
Selesai membasahi tubuh Bear, Sabilla menyimpan handuk di pengail baju dan mulai menggosok pria itu dengan kain yang penuh busa sabun.
“Mandi itu seperti ini, Ok. Jadi, kalau nanti aku suruh kamu mandi, kamu ingat apa yang aku lakukan ini dan praktekin sendiri!” ucap Billa dengan suara gemetar. Munafik jika dirinya tidak tergoda dengan keindahan tubuh yang sedang telanjang dada di depannya, ia adalah wanita dewasa yang sudah tidak polos lagi.
Melihat Bear hanya mengangguk, Sabilla menyerahkan kain berbusa itu pada Bear. “Gosok juga itunya!” ucap Sabilla sambil menunjuk ke area badan Bear bagian bawah. Pria itu mengangguk, lalu berdiri dan menggosok celana yang basah. Sabilla berpaling, karena saat berdiri, apa yang ditutupi kain celana panjang itu masih tercetak jelas tubuh Bear yang menggodanya.
“Haih, bisa gila lama-lama begini!” gerutunya.
“Sudah beres belum?” tanya Sabilla yang berdiri membelakangi Bear.
“Sudah.”
Sabilla menoleh dan mendapati Bear yang sudah selesai menggosok celana dengan busa sabun.
“Bear! Bukan celananya, tapi kulit kakimu. Masa harus aku?” geramnya menahan emosi yang meledak-ledak. Bear menatapnya penuh tanya, wajah yang tidak mengerti itu membuat Sabilla menggeram kesal dan bergegas keluar dari kamar mandi. “Gosok semua badanmu bukan kainnya!” pintanya. Sabilla menutup pintu, ia menarik napas panjang, mengatur perasaannya yang membuat wajahnya terasa panas.
Ia mengusap wajahnya dengan kasar. “Bagaimana bisa aku satu atap dengan pria dewasa yang seperti bayi ini? Kalau ngurus bayi, Ok. Aku mandikan dia pun aku tidak akan tergoda dengan tubuh polosnya, tapi dia? Arghh aku bisa gila!” Sabilla memekik sambil memeluk kepalanya.
Ponselnya berdering, Sabilla bergegas menuju nakas dan mengambil ponselnya. Sebuah pesan masuk dari Leo membuatnya berdecak geram.
[Bagaimana Kuenya, enak?]
Sabilla mengirim pesan balasan untuk Leo.
[Tanyakan itu pada wanitamu. Kenapa bertanya padaku.]
Tak lama kemudian pesan balasan itu datang, Sabilla segera membacanya.
[Kamu kan wanitaku, aku tidak salah bertanya.]
Sabilla mendengus kesal. lalu ia mengetik balasan lagi.
[Aku bukan wanitamu, hubungan kita sudah berakhir, jangan ganggu aku!]
Sabilla menyimpan ponselnya di atas nakas, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk memeriksa Bear. Pria itu sedang duduk jongkok dengan tubuh polos dan penuh busa. Ia menoleh sambil meniup busa sabun menjadi gelembung udara.
Sabilla menggeram kesal, bukan itu yang ia harapkan, sabun cair yang sisa sedikit itu habis menjadi lautan busa di kamar mandi.
“Bukan begini, Bear!” pekiknya menahan gemas. Ia mengambil handuk dan berjalan dengan hati-hati untuk mengambil sower dan menyalakannya.
“Kenapa kamu menghabiskan sabunnya?” tanyanya. Bear hanya menatapnya dengan ekspresi tanpa merasa bersalah. Sabilla menarik napas panjang untuk menahan diri dari emosinya. Hatinya terus mengingatkan untuk tetap bersabar menghadapi pria dewasa di depannya saat ini.
“Kalau sudah semua di gosok, kamu tinggal membilasnya seperti ini!” ucap Sabilla memberitahu, ia mengarahkan sower itu ke seluruh punggung Bear.
“Kalau busanya sudah hilang, kamu pakai handuk dan keluar dari kamar mandi.”
Sontak Bear berdiri, Sabilla menjerit sambil berbalik. “Kamu ngapain, Bear!” teriak Sabilla. “Tutup pinggangmu pakai handuk, bodoh!” titahnya sambil mematikan sower dan menyerahkan handuk tanpa menoleh ke arah Bear. Degup jantung berdebar kencang, tubuhnya benar-benar gemetar karena terkejut.
“Setelah ini keluar! Kamu harus pakai baju dengan benar, akan kuajari!” ucap Sabilla sambil keluar. Ia tidak berani menoleh ke arah Bear. Cukup, ia sudah hilang kewarasannya saat ini.
Bear keluar mengikuti Sabilla, kain handuk berwarna putih itu ia lilitkan di pinggang dan memegangnya. Sabilla menoleh, lalu menyerahkan dua potong baju.
“Aku nggak punya itu,” ucap Sabilla terhenti karena ia bingung mengatakannya. Ia berpaling sambil menghirup napas, hatinya menjerit meminta tolong supaya dilindungi dari godaan atas semua pikiran kotornya.
Sabilla menghirup napas panjang, ia menghadap ke arah Bear dan mengatur perasaannya. “Agak membungkuk dikit! Kamu itu tinggi, loh!” pintanya sambil mempraktekan apa yang ia pinta.
Bear pun menunduk, Sabilla mulai memakaikan baju sweater itu. Saat ia meminta Bear untuk mengangkat tangan, pria itu pun menuruti tetapi satu hal yang membuat Sabilla memekik geram sambil berbalik badan. Handuk yang sejak tadi di pakai Bear luruh ke lantai.
“Pakai sendiri sana!” titah Billa frustasi. “Kamu masukan tanganmu ke bagian lengan itu. seperti yang kamu lakukan kemarin. Jangan diputar bajunya, nanti kebalik!” ucap Sabilla. Ia benar-benar tidak sanggup untuk melihat pria yang kini sedang melakukan apa yang diperintahkan Sabilla.
“Sudah belum?” tanya Billa. Ia enggan menoleh untuk menjaga pikirannya dari pencemaran.
“Sudah.”
“Pakai ini!” ucapnya sambil menyerahkan celana pendek miliknya dengan gambar doraemon. Sabilla tidak punya pilihan lain, karena ia tidak memiliki semua baju laki-laki, daripada pria itu memakai celana panjang secara langsung, ia takut milik pria itu terlihat dengan jelas saat ia pergi ke tempat umum. Akan sangat memalukan.
“Kamu masukin kaki kamu ke lubang itu, satu lubang, satu kaki. Ok?” tanya Sabilla memastikan.
“Ya.” Jawaban singkat itu didengarnya.
“Terus geser sampe pinggang. Ngerti nggak?” tanya Sabilla dengan sekuat tenaga menahan emosinya.
“Sudah di pakai?” tanyanya lagi, ia masih enggan menoleh.
“Ya.”
“Pakai ini, sama seperti memakai celana barusan!” titahnya lagi tanpa menoleh. Lama Sabilla berdiri membelakangi Bear. “Sudah belum?” tanya Sabilla
“Sudah.”
Sabilla berbalik, lalu mengangguk saat mendapati Bear sudah memakai baju dengan benar. “Sini duduk, aku sisir rambut kamu!” ucapnya sambil berjalan menuju ranjang, ia menunjuk ranjang supaya Bear duduk di sana. Setelah Bear duduk, Sabilla mengambil sisir dan mulai mengeringkan rambut Bear dengan hair dryer.
Sabilla mengacak-acak rambut Bear dengan gemas, ia tidak tahu kenapa rambut pria itu begitu halus seperti rambut puppy. Suara gemuruh dari perut Bear menyadarkan Sabilla atas perbuatannya. Ia gugup dan meletakan hair dryer itu ke meja rias.
“Kita sarapan dulu sebelum pergi. Kamu tunggu di sini!” ucapnya. Sabilla pun beranjak menuju dapur. Bear tidak diam sesuai permintaan Sabilla, tapi mengikuti sabilla menuju dapur. Beridiri di samping Sabilla dan memperhatikan apa yang dilakukan wanita di sampingnya.
Sabilla menoleh, lalu mengabaikan Bear. Ia memanaskan wajan dan memberi margarin untuk menggoreng telur mata sapi. Sementara di wajan satunya lagi, Sabilla sedang memanggang daging ham.
“Apa itu?” tanya Bear sambil memperhatikan pergerakan Sabilla.
“Kamu mau?” tanyanya sambil meletakan satu per satu makanan yang ia panggang dan senyusunnya menjadi humberger. Bear mengangguk patuh, Sabilla mengambilnya satu dan menyuapkannya pada Bear.
Ponselnya kembali berdering, Sabilla meminta Bear untuk memegang makanannya, sementara dirinya mengambil ponsel di atas nakas. Ia melihat Leo sedang melakukan panggilan video padanya. Sabilla diam sesaat, lalu berjalan cepat menuju Bear. Ia menerima panggilan tersebut.
“Ya, kamu ngapain vidieo call denganku, kamu mau calon suamiku marah?” Sabilla menatap kesal ke layar ponselnya yang menampilkan sosok Leo.
“Sudahlah, kamu jangan membual. Aku dan Eli tidak ada hubungan apapun.”
“Sayang~ coba deh marahin dia!” titah Billa. Lalu mengarahkan kamera itu pada Bear. Satu frame itu menampilkan Billa yang memeluk Bear, sementara Bear masih mengunyah makanan dengan ekspresi menggemaskan. Leo akhirnya mengakhiri panggilan tersebut tanpa pamit setelah melihat Bear di samping Sabilla.

Bình Luận Sách (390)

  • avatar
    AnggariAlfien

    bagus untuk mengisi waktu luang tulisannya juga jesal

    15d

      0
  • avatar
    NikeAvrillia

    cerita ini sangat bagus dan rapi

    28d

      0
  • avatar
    ZaskiaKia

    sangat bagus😭😭

    24/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất