logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Four

Langit sudah menghitam saat Mira menyibak gorden kamarnya.
Menguap beberapa kali, gadis itu menggaruk rambutnya yang kini entah bagaimana bentuknya saking berantakannya. Mira tidak tahu berapa jam sudah yang dihabiskannya karena tertidur—namun sepertinya ia tidur terlalu lama terbukti dengan kepalanya yang terasa agak pening.
Mira lantas memutar tubuhnya, melangkahkan kaki telanjangnya kembali menuju ranjang namun berikutnya ia harus memekik kaget ketika keberadaan sosok berwajah datar yang tengah duduk dengan kedua tangan terlipat di dada, di sofa kamar dan sedang melempar tatapan intens tersebut—sungguh, mengejutkannya.
"J-janu?" Mira memanggil sosok itu masih dengan sisa-sisa keterkejutan. "Kamu ... ngapain di sini???"
"..."
Well, ini memang bukan kali pertama Janu masuk ke kamarnya. Tapi, hal tersebut tentu hanya dilakukan pemuda itu jika dalam situasi mendesak saja. Itu artinya ... Mira segera melangkahkan kaki mendekat, lalu menjatuhkan tubuh di sofa samping Janu yang otomatis membuat pemuda itu menoleh sepenuhnya ke arahnya.
Janu tidak mengatakan apapun. Yang membuat Mira heran adalah pemuda itu justru malah menyodorkan ponselnya membuat kerutan di dahinya lantas terbentuk. Ia merasa bingung, bagaimanapun.
"Apa?"
"Lihat jam."
Mulanya Mira ingin bertanya mengapa ia harus melakukannya, namun pada akhirnya ia memilih iya-iya saja. Diterimanya ponsel Janu, kemudian gadis itu melihat jam yang tertera disana. "Jam delapan." Mira melempar pandangan penuh tanya. "Terus?"
"Siap-siap."
"Buat apa?"
"Rumah Haikal."
"Bentar, ke rumah Haikal maksud kamu?" Mira segera meraih lengan Janu begitu mendapati pemuda yang kini mengenakan kemeja kotak-kotak tersebut seperti hendak bangkit dari duduk. "Ngapain?"
"Datang ke acara ultah adeknya Haikal."
Kedua netra Mira membelalak. Seolah tidak menyangka dengan apa yang didengarnya barusan. Ia sudah siap menyuruh Janu untuk kembali mengulang kalimatnya tetapi tidak jadi karena raut datar tanpa ekspresi tersebut jelas membuat ia mengurungkan niatnya dan memilih mengajukan pertanyaan lain. "Lho, bukannya kamu nggak bolehin aku datang, ya?"
"Kapan?" Tanya Janu balik sembari mengambil ponselnya yang tadi berada di genggaman Mira.
"Kapan apanya?"
"Bilang gitu?"
Eh? Kedua mata Mira berkedip beberapa kali. Menundukkan kepala, ia melirik Janu lewat ekor mata.
Iya juga sih ...
"J-jadi kamu ngijinin aku buat datang?"
"Kenapa juga gue harus ngelarang?"
Tunggu.
Lantas, jika bukan karena Janu hendak melarangnya untuk datang ke acara ulangtahun adiknya Haikal, waktu itu—saat di Ćafe, sikap tidak bersahabat yang Janu tunjukkan ... sebenarnya karena apa?
Mira mendongak. Sungguh, ia dibuat bingung dengan sikap Janu yang selalu sulit ditebak dan penuh ... kejutan.
"Kalau gitu, berarti, kamu juga nggak larang aku buat deket sama sahabat-sahabat kamu, kan?" Gumam Mira namun sepertinya Janu tidak mendengarnya karena pemuda itu asik menunduk—membenahi tali sepatunya yang terlepas.
"Cepet, kita udah telat."
Ah, iya. Mira ingat sesuatu. Ketika waktu itu ia menyempatkan membaca sekilas isi undangan yang Haikal berikan padanya—seingatnya, tertera disana acara dimulai jam 7, itu artinya ...
"KALAU TAU KITA UDAH TELAT, KENAPA KAMU BARU DATENG KESINI SEKARANG?!"
"Gue dateng 2 jam yang lalu."
"TRUS KENAPA KAMUNYA NGGAK BANGUNIN AKU???"
"Udah," jawab Janu tenang. "Tapi lo tidur kaya orang mati."
Gubrak!
"10 menit gak selesai, gue tinggal," kata Janu lagi sebelum melangkah pergi keluar kamar membuat Mira panik dan segera bergegas.
Gadis itu tentu tahu, jikalau kalimat Janu tersebut memang tidak main-main.
***
Mira tidak ingat kapan terakhir ia naik sepeda, jika pun ia mengingatnya—itu pasti sudah sangat lama.
Ini hari Minggu, Mira rencananya akan bersepeda bersama Lio keliling taman komplek. Tentu rencana tersebut sang sepupu yang mengusulkannya. Ia merasa malas sebenarnya namun, tak kuasa juga menolak ketika disuguhkan dengan wajah memelas gadis berambut bob itu saat merayunya untuk pergi.
Setelah bergegas mengganti piyama tidurnya menjadi kaus putih lengan panjang dan celana training, Mira kemudian mengambil sepedanya di garasi lalu menuntunnya menuju halaman saat setelah tadi ia terlebih dahulu menyempatkan diri pergi ke ruang makan—mengambil dua potong sandwhich yang salah satunya ia bagi dengan Lio.
"Kak Mira, Kak Mira! Apa kita nggak berhenti aja dulu? Aku capek."
Mira yang tadi asik menggoes sepedanya kemudian berhenti. Kepalanya tertoleh kebelakang, menatap Lio lalu ia berdecak. "Seriously?"
Lio nyengir.
"Kita baru satu putaran lho, Lio."
"Tetep aja capek, Kakkk~" rengek Lio.
"Haish, kamu ini. Kalo dari awal tau kamu bakalan gini, nggak bakalan aku nge-iyain ajakan kamu!" Sungut Mira yang setelahnya adalah kembali menggoes sepedanya membuat sosok yang berada di belakangnya melotot.
"KAK MIRAAA??? MAU KEMANA??? JANGAN TINGGALIN AKOHHH!"
Mira tidak mengindahkan panggilan tersebut, ia memilih tetap menggoes sepedanya mengelilingi taman komplek yang hari ini begitu ramai. Suasana taman yang asri sungguh, membuat kesan nyaman bagi siapapun yang memandangnya.
Pohon-pohon rindang berjejer. Beraneka bunga pun tidak mau ketinggalan—tertanam rapi mengitari air mancur yang ada disana.
Banyak pedagang makanan dan minuman ringan berjualan disetiap sudut jalannya, namun tidak lantas membuat berkurang kerapian yang ada.
Melambatkan goesannya, Mira mengedarkan pandangan lantas kembali mempercepatnya—merampungkan putarannya yang kelima kali sebelum menghentikan sepedanya tepat dihadapan Lio yang tengah duduk di salah satu kursi semen yang tersedia, memakan eskrim.
"Ehehe ..." Lio nyengir sembari mengulurkan botol air mineral yang masih tersegel. "Minumnya, Kak?"
Mendengkus. Mira menerimanya dan berkata, "Terimakasih banyak Liona Ajidarma, sepupuku yang maksa ngajakin sepedaan tapi sendirinya cuman duduk-duduk doang~"
"Ehehe~ jangan gitu dong, Kak. Aku jadi malu tauk!"
"Hoek!" Ejek Mira sembari membuka tutup botol minumannya. "Nggak usah sok imut kamu!" Lanjutnya judes.
"Emang imut, kok!" Lio memeletkan lidahnya mengejek namun di detik berikutnya raut gadis itu berubah. Ada sebuah kepanikan yang tercipta dikedua sorot matanya membuat Mira yang tadinya hendak menegak minum kemudian tidak jadi.
"Lio? Kamu ken—"
"Diam ditempat!"
"Hah? Kamu kenapa, sih?" Mira bingung, kepalanya spontan tertoleh ke kanan dan kiri.
"Kak Mira!" Seru Lio nampak panik bukan main. Ia bahkan sampai melempar eskrim-nya sembarangan. "Plis! Jangan noleh ke—"
Terlambat.
"---be ... la ... kang."
Bersamaan dengan memelannya akhir kalimat Lio nyatanya, Mira sudah lebih dulu memutar tubuh dan melihat dari bagaimana sorot kedua netra gadis itu kini tampak kosong sepertinya, pemandangan didepan sana begitu memukulnya.
Lio mengumpat dalam hati. Ia bangkit dari duduknya lalu meraih sebelah lengan Mira. "Kak—"
"Lio ... "
Lio kian dibuat ketar-ketir mendapati Mira yang kini justru malah mengulas senyum lebar ke arahnya, tapi dengan sorot matanya yang masih begitu kosong. "Kak Mira, ini pasti nggak seperti yang kita lih—"
"Ekhm. Kayanya aku udah cukup sepedaannya. Aku pulang duluan, ya."
"Kak ..." panggil Lio lemah.
Meskipun Mira telah menjauh beberapa langkah—dengan menuntun sepedanya ikut serta—dari tempatnya berdiri. Ia masih bisa melihat jelas bagaimana kedua tangan gadis yang mencepol rambut lurusnya itu mengepal kuat.
Lio mengacak rambutnya frustasi. Menoleh sinis pada dua sosok didepan sana yang menjadi penyebab utama perginya kakak sepupunya.
Mau tahu siapa?
Janu dengan ... ah, ya, seorang gadis berambut curly sepinggang yang ujungnya dicat abu-abu itu sedang menyenderkan kepalanya di bahu Janu. Sementara yang bahunya sedang disenderi, tidak nampak protes sedikit pun.
Setelah sekian lama menghilang bak ditelan bumi, gadis itu ... rupanya telah kembali-—dan hal tersebut tentu bukanlah pertanda baik.
"Shit." Kali ini Lio tidak mampu menampung umpatannya dalam hati.
***

Bình Luận Sách (26)

  • avatar
    LukycoyyyLuki

    Bagus

    26/06

      0
  • avatar
    ApriyantoGilangg

    keren nivelnya

    20/06

      0
  • avatar
    WahidIbnu

    baguss

    14/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất