logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 7 GUE GAK APA-APA

Seminggu berlalu Brayen dirawat dan pada akhirnya pria itu memutuskan pulang padahal dokter masih melarang keras, karena patah tulangnya yang belum putih total, bahkan luka-lukanya pun masih basah, tapi Brayen yang sudah muak dengan semuanya tetap keras kepala untuk pulang.
Pertanyaan yang Laura selalu lontarkan ia balas dengan elakan yang tidak sopan, terutama tentang ia tau nama asli gadis itu.
Diam-diam ia pernah masuk ruang guru saat pulang sekolah, dirasa ruangan sepi dia melihat identitas keseluruhan murid kelas 10 dan ia menemukan biodata gadis itu.
Seminggu disini gadis itu selalu datang, entah membawa makan, minuman atau celotehan tidak jelas yang membuat panas kuping, tapi ketika sehari dia tak mengunjunginya ada rasa sepi yang membuat terus menatap pintu ruang sakit, berharap dia kembali membuka pintu itu, tapi tidak gadis itu menghilang dan besoknya berkata dia kalau dia ketiduran dan membuat Brayen kesal lalu memarahinya, ia kira dia marah karena mulut yang tajam ini, tapi tidak dia malah memberikan alasan yang konyol.
Sekarang gadis itu belum datang, barang-barang Brayen juga sedang disiapkan Raka dan Pino, pandangnya masih melihat pintu berharap gadis itu datang untuk menjenguknya.
"Tuan muda, semuanya sudah siap," ucap Raka yang menaruh tas besar itu di sisi Brayen.
"Taruh saja disana! Kalian siapkan mobil dulu!" ujar Brayen sengaja mengulur waktu, melihat tatapan Brayen selalu fokus pada pintu membuat Pino tersenyum.
"Harus anda tau Tuan muda! Laura sakit sekarang ini."
Mendengar hal itu wajahnya menatap Pino, yang benar saja kemarin dia baik-baik saja. "Lo lagi buat lelucon kan sama gue?"
Raka menggeleng sambil membawa tas besar itu. "Gak, dia gak bohong kok. Temen Laura sendiri yang bilang."
"Kalian tau dari temennya?" tanya Brayen, yang dibalas anggukan dari mereka.
"Kepo banget sih jadi orang? Kalau misal dia kegeeran gimana?" tanya Brayen kesal, dari malu kalau gadis itu tau dia sedang menunggunya.
"Dari pada anda melihat ke pintu aja dengan harap palsu? Bukankah itu lebih menyakitkan?" tanya Pino yang tiba-tiba mendapat tojokan di perutnya.
Bukannya mengaduh kesakitan, mereka malah tertawa. Jarang sekali melihat pria itu jatuh cinta, mereka kita pria itu tak akan menemukan kebahagiaan, tapi nyatanya salah. Pernah beberapa kali mereka memergoki Brayen sedang tersenyum sendiri, bagai orang gila tapi mereka yang melihat itu cukup terkejut juga ikut senang, setidaknya dia memiliki secercah kebahagiaan setelah banyak badai besar menghantam.
Tiba-tiba saja pintu terbuka memperlihatkan Laura yang terkejut dengan kasur yang sudah rapih. "Kakak baik yakin mau pulang? Udah sembuh semua emang?"
Gadis itu mengecek semua tubuhnya, sedangkan dua orang itu pergi dengan tawaan, ya ia yakin ini candaan.
Brayen sekarang membuat tubuh gadis itu tegap dengan tangan, Laura sedikit terkejut kala tangan yang lebih besar darinya memegang dahi. "Kakak baik lagi ngapain?"
"Badan Lo anget, Lo beneran sakit?" tanya Brayen masih saja membandingkan suhu tubuh gadis itu dengan miliknya.
Laura mengangguk. "Lala cuma demam sedikit kok, tapi udah sembuh karena minum obat, saat Mira bilang kakak baik mau pergi ke rumah sakit Lala langsung kesini deh."
"Sembuh gimana, masih anget juga," ucap Brayen yang menatapnya kesal.
"Kalau tubuh Lala dingin, berarti Lala udah mati kakak baik," balasnya polos membuat Brayen terdiam, benar juga apa yang dia katakan, lagipula kenapa dia begitu khawatir begini? "Kakak baik beneran mau keluar rumah sakit? Udah sehat semua? Udah diizinin dokter kan?"
"Berisik banget sih? Emang kenapa kalau gue gak diizinin dokter?" tanya Brayen kesal, saat gadis ini tak ada dia benar-benar kehilangan tapi kenapa saat dia datang suasana menjadi menyebalkan.
"Ya bahaya dong kakak baik, kalau sakit itu harus denger petunjuk dokternya, baru bisa sehat."
"Dokter bukan tuhan! Dia gak bakal tau kita sembuh atau enggak, yang ngaruh itu Tuhan," balas Brayen yang kini hendak berdiri untuk pergi dari kamar itu.
Tapi saat dia sudah menginjakkan kaki di lantai, Tubuhnya kehilangan keseimbangan, beruntung ada tangan Laura yang sigap menangkapnya.
"Tuh kan Lala bilang juga apa, kakak baik tuh belum sehat bener, mending batalin aja deh acara pulangnya!"
Tapi Brayen tak mau dengar, dia mengambil kembali tubuhnya, kemudian berjalan walau dalam keadaan kaki yang pincang. Laura menghembuskan nafas kasar, pria itu selalu sudah ketika dikasih tau, padahal itu demi kebaikannya. "Kakak baik! Tunggu!"
.
.
.
Brayen berusaha memberontak, kala Laura terus saja memegangi lengannya Sampai kedalam rumah. Setelah melewati jalan yang panjang akhirnya mereka sampai juga di rumah pria itu.
Laura tampak biasa saja melihat rumah itu, karena beberapa rumah milik kedua orang tuanya tak kalah besar dari ini.
Saat Sampai kamar dia menarik lengannya. "Lo ngapain sih? Gue bilang gak usah ya gak usah! Gue gak selemah itu!"
"Tapi Lala takut kakak baik jatuh, makanya Lala pegangin."
"Lo kira gue bayi apa takut jatuh segala?"
"Kakak baik kan abis sakit," balasnya yang tau mau kalah.
"Terserah deh, pusing gue sama Lo! Mending Lo pulang sana! Gue udah sampe inikan."
Beberapa pembantu masuk, guna merapihkan pakai Brayen yang dibawa tadi. Tak lama sang papa datang dengan membawa sebuah kantung plastik ditangannya. "Loh Lala juga ikut nganterin?" tanyanya ramah.
"Iya om, tapi Lala mau pamit pulang," ucapnya sambil berdiri.
"Loh kok buru-buru? Om padahal baru makanan buat kalian."
Laura menggeleng. "Gak usah om Lala gak laper."
Laura terkejut saat tangan Brayen menariknya hingga ia duduk Kembali. "Dia bohong, pa."
Laura menatap Brayen dengan wajah heran. "Tapi Lala beneran gak laper, kakak baik."
Ayah Brayen meletakkan makanan itu di meja samping ranjang Brayen. "Lala! Mungkin Brayen yang mau makan, kamu layanin dia ya! Om pergi dulu!"
Pria itu pergi, meninggalkan Brayen yang heran dengan tingkah sang ayah. Dia sangat pintar berakting sehingga ia pun tertipu, pantas saja dia sudah menjabat selama 3 kali pelantikan ini.
"Kakak baik laper? Lala ambil piring dulu ya."
"Gak usah! gue gak laper Lo bawa aja semua makanannya!"
"Tapi Lala bilang gak laper kakak baik, kok kakak baik ikut-ikutan tuli sih kalau dibilangin." Tiba-tiba pipi chubby itu ditarik oleh lengan Brayen sehingga gadis itu mengadu kesakitan.
"Aw, aduh ... Sakit."
"Rasain, siapa yang suruh mulai kurang ajar?" tanya Brayen kesal, dia memang sering memaki gadis ini, tapi ia tak rela kalau Laura juga mengikuti jejaknya.
Kepolosan yang aneh itu harus tetap dilestarikan, pikir Brayen.
"Ih Lala gak kurang aja, Lala cuma Ngomong apa adanya, kakak baik sensi banget lagi katak cewek lagi pms."
Cubitan itu ia lepaskan. "Udah pulang Lo sana! Gue mau istirahat, kalau Lo gak laper buat keluarga Lo kek."
"Tapi Lala tinggal sendiri." Mendengar hal itu Brayen terkejut, bagaimana bisa gadis ini tinggal sendiri, pikirannya yang polos membuat Brayen berpikir macam-macam, kalau anak ini di culik bagaimana? "Kakak baik kok diem aja?"
"Gak, gue gak apa-apa," balasnya singkat.

Bình Luận Sách (620)

  • avatar
    Aulia Lia

    cerita nya bagus bangett , ada sedii nya juga

    6d

      0
  • avatar
    SelfyanaSelfy

    wahhh baguss bangett ceritanyaaa 🤩

    22d

      0
  • avatar
    KitengAgung

    sangat bagus crita nya

    22d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất