logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 5 Mulai Bersekutu Dengan Jin

      Farah tersenyum tipis, dia membayangkan kemewahan yang akan segera didapatkannya.
      Ketika kakinya hendak melangkah masuk ke kamar yang disediakan oleh Aminah, tanpa sengaja Farah melihat sosok besar hitam besar berkelebat di hadapannya.
     "Far, kamu serius kan mau jadi seperti aku, apapun resikonya?" tanya Aminah menanyakan kesungguhan Farah sekali lagi.
     "Aku serius Min, apapun resikonya aku akan hadapi, aku nggak akan mundur apapun yang terjadi. Aku akan tunjukkan semua yang ku dapat nanti kepada orang-orang yang menyakitiku, terutama mas Herman yang tega memukulku demi membela kakaknya!" jawab Farah dengan raut wajah penuh dendam.
      "Bagus Far, besok pagi kita pergi, kamu siapkan diri kamu saja," ucap Aminah dengan wajah tampak senang dan lega.
      "Tapi selarang aku nggak punya apa-apa Min, kamu tolong pinjami dulu ya, biasanya kan pakai mahar atau ngasih amplop gitu," ucap Farah dengan wajah memelas.
     "Masalah itu gampang Far, nanti aku bantu, sudah yuk kita makan dulu," ajak Aminah sambil beranjak menuju ruang makan.
      Farah menatap takjub hidangan yang tersedia di meja makan mewah milik Aminah. Berbagai hidangan enak terhidang, semua hasil olahan ART Aminah yang memang enak masakannya.
     "Wah, banyak banget masakannya Min, semua kelihatan enak dan pasti mahal," ucap Farah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Berulang kali dia menelan ludahnya melihat makanan-makanan tersebut.
      "Makanan sebanyak ini siapa yang akan menghabiskan Min?" tanya Farah heran.
      Farah tahu Aminah seorang janda dengan dua orang anak perempuan yang berusia dua blas tahun dan delapan tahun. Mereka bertiga tak mungkin akan menghabiskan makanan begitu banyak.
     "Kan ada bi Salmah, mbak Tini, bi Ranti dan mas Minto serta mas Jatmiko," jawab Aminah menyebut nama pekerjanya satu persatu.
      "Mereka semua makan bareng kamu?" tanya Farah heran.
     "Tergantung keadaan juga, kadang bareng, kadang ya masing-masing, terserah kapan saja, yang penting di meja ini sudah tersedia makanan, pokoknya kalau merasa lapar ya makan," jelas Aminah sambil mengulurkan centong nasi kepada Farah, menyuruhnya untuk mengambil nasi terlebih dahulu.
      "Makan yang banyak Far, jangan sungkan, pokoknya nggak usah mikir macam-macam," ucap Aminah sambil menuang air minum lalu disodorkan kepada Farah.
     "Mulai malam ini kamu nginap di sini, besok kalau urusan sudah selesai dan sudah mulai berjualan, kamu harus tinggal di rumahmu sendiri, terserah mau ngontrak dulu atau gimana, mudah-mudahan nggak pake waktu lama kamu bisa punya rumah seperti rumahku ini," kata Aminah, mendengarnya Farah mengangguk dan tersenyum senang.
      "Terus nanti aku jualannya gimana Min?" tanya Farah.
     "Masalah itu nanti dipikir belakangan, yang penting selesai dulu urusanmu."
     "Apa nanti aku juga harus jualan sate seperti kamu Min?" tanya Farah, sebenarnya dia merasa sungkan terus-terusan bertanya kepada Aminah.
     "Nggak lah, terserah kamu mau usaha apa Far,yang penting kamu paham semua ada resikonya," jawab Aminah menegaskan.
     "Kalau aku jualan sembako kira-kira bisa nggak Min?" tanya Farah lagi.
     "Bisa, bisa Far, ada temanku di lain kabupaten, dia jualan sembako juga, dalam setahun dia sudah buka empat cabang, semua tokonya besar-besar," penjelasan Aminah menambah Farah bersemangat dan antusias.
     ***
     "Ingat Far, jangan banyak bicara dan bertanya. Jawab pertanyaan Ki Wardoyo seperlunya saja, jangan membantah dan jangan sesekali menyela bicaranya!" titah Aminah tegas, saat itu mereka sudah berada di rumah Ki Wardoyo, di mana Aminah dulu mendapatkan semuanya dari tempat tersebut.
     "Ya Min, terima kasih atas semua bantuanmu," ucap Farah, matanya berkaca-kaca karena terharu.
     "Hei, kamu kenapa malah nangis? Cepat hapus air matamu! Kamu takut?"
     "Enggak Min, aku nangis karena senang, sebentar lagi aku bisa menunjukkan semua kepada mereka," ucap Farah sambil menyeka air matanya.
      "Bagus kalau gitu Far, semangat dan selamat menjemput kesuksesan," ucap Aminah sambil tersenyum lalu menyerahkan sebuah amplop tebal kepada Farah.
      "Ini nanti berikan pada Ki Wardoyo sebelum dia mulai bicara, katakan padanya 'saya titip ini Ki' gitu, sesudah itu jangan ngomong apa-apa lagi kalau nggak ditanya," tutur Aminah menjelaskan tentang amplop yang diberikan kepada Farah tadi.
     Sedang asyik Aminah dan Farah berbincang, pintu ruangan Ki Wardoyo terbuka, Ki Wardoyo keluar diiringi seorang lelaki berusia sekitar empat puluh tahun.
     Sekilas Farah melihat wajah lelaki itu sangat hitam dan menakutkan, tapi sesaat kemudian berubah menjadi tampan.
     "Mari Mbak," sapa lelaki itu dengan sopan lalu keluar meninggalkan kediaman Ki Wardoyo.
     Ki Wardoyo melepas lelaki itu pergi dengan pandangan matanya yang tajam, mulutnya komat kamit entah apa yang diucapkannya, setelah lelaki itu hilang dari pandangan, Ki Wardoyo membalikkan badannya dan menatap Farah dengan tajam tanpa bicara sepatah kata.
     "Cepat masuk, ikuti langkah Ki Wardoyo, dan ingat, jangan duduk sebelum Ki Wardoyo menyuruh duduk!" titah Aminah sambil mendorong tubuh Farah pelan.
     Dengan langkah mantap tapi hati berdebar Farah mengikuti Ki Wardoyo.
     Begitu masuk pintu, Farah merasakan berjalan di sebuah lorong yang semua berwarna hijau lumut, di kanan kirinya Farah melihat banyak sekali uang berserakan dan mata Farah silau karena banyaknya emas yang berkilauan.
     Setelah beberapa saat melewati lorong hijau penuh uang dan emas, mereka sampai di sebuah ruangan yang terang benderang dengan sinar hijaunya.
      "Duduk!"
       Farah mengikuti titah Ki Wardoyo dengan sigap, tanpa rasa takut ataupun ragu. Ki Wardoyo manggut-manggut, wajahnya tampak senang.
      Setelah duduk berhadap-hadapan, Farah menyerahkan amplop yang diterima dari Aminah tadi.
      "Saya titip ini Ki," ucap Farah sesuai arahan Aminah.
      Ki Wardoyo menerimanya dengan senyum tipis, lalu dia melemparkan amplop tersebut ke belakang badannya
      Farah diam menunggu titah Ki Wardoyo yang dari tadi menatapnya dengan tersenyum tipis.
      "Cah ayu, apa keinginanmu hingga sampai ke teratak ini?" tanya Ki Wardoyo dengan suara parau.
       "Saya ingin punya toko sembako yang besar Ki," jawab Farah seperti ada yang menuntunnya untuk berkata-kata.
     "Apa kamu bersedia memenuhi permintaanku?" tanya Ki Wardoyo sambil menatap Farah dengan tatapan tajam, senyum tipis tak lepas dari bibirnya.
      "Ya, saya bersedia Ki," jawab Farah mantap.
      "Besok malam, aku minta darah dagingmu satu, apa kamu bersedia memberikan?"
      "Saya bersedia Ki!" jawab Farah mantap, dia tak peduli entah apa maksud Ki Wardoyo.
      "Setiap malam selasa kliwon, ada yang datang dengan wujud seperti suamimu, apa kamu bersedia melayani?"
      "Saya bersedia Ki!" jawab Farah tegas.
      "Setiap malam jum'at wage di bulan suro, kamu harus menyediakan sajen berupa kembang tujuh rupa, telur ayam kampung dan tembakau sirih gambir serta seserahan satu nyawa manusia, apa kamu bersedia?"
     "Saya bersedia Ki," jawab Farah mengangguk pasti. Melihat itu Ki Wardoyo tersenyum dan memejamkan matanya serta mulutnya komat kamit. Farah diam menunggu dengan perasaan tak menentu.
     Ki Wardoyo membuka matanya, lalu mendekati Farah dan meletakkan telapak tangan kanannya di kepala Farah, seperti ada yang menyuruh, Farah memejamkan matanya.
     "Wahai Farah Adilasari, aku terima persembahan dan pengabdianmu," ucap Ki Wardoyo dengan suara serak, kemudian lelaki berpakaian serba hijau itu mencelupkan jari-jarinya ke dalam gelas berisi air,lalu memercikkan air tersebut ke wajah Farah.
     Farah mengerjapkan matanya, tiba-tiba dia merasa seperti ada angin kencang yang menerjang tubuhnya, dan tahu-tahu dia berada di lorong berwarna hijau yang tadi dilaluinya. Ki Wardoyo melangkah dengan pasti di depannya.
      Sesampai di luar ruangan, Farah melihat Aminah sudah berdiri menunggu kedatangannya, tanpa berkata apa pun, Aminah menggamit lengan Farah dan menuntunnya keluar dari kediaman Ki Wardoyo tanpa menoleh lagi.
      ***
      "Wah, sekarang kamu kelihatan lebih cantik dan segar," ucap Aminah ketika Farah baru keluar dari kamar mandi. Satu jam yang lalu mereka baru sampai dari kediaman Ki Wardoyo.
     "Masa sih, wajah kusam begini kamu bilang cantik? Mungkin kamu butuh kaca mata Min," kata Farah menanggapi ucapan Aminah.
     "Malah ngejek kamu Far, yang aku bilang bener loh," celetuk Aminah sambil melempar Farah dengan bantal sofa.
      "Besok kita cari lokasi untuk buka toko sembakomu, kalau nggak salah di depan pasar induk ada kios kosong yang disewakan," ucap Aminah sambil mengupas apel merah.
      "Tapi aku bingung Min, pasti butuh modal banyak ya," kata Farah dengan lirih.
      "Sudah ku bilang berapa kali to Fsr, masalah modal jangan dipikir, aku bantu sampai kamu sukses, kita berjuang sama-sama," ucapan Aminah membuat hati Farah senang dan lega.
     "Kamu bisa naik motor nggak?" tanya Aminah.
    "Bisa dong, masa istri penjual perabot keliling nggak bisa naik motor," jawab Farah dengan yakin.
      "Besok kamu bawa motorku satu, pilih saja yang mana kamu suka, buat transportasi kamu, kalau sudah mulai jualan kita sama-sama sibuk, jadi aku nggak bisa antar kamu lagi," ucap Aminah sambil mengajak ke garasi untuk melihat motor.
      "Nah,pilih saja yang kamu suka dan kamu rasa nyaman buat ke sana ke mari," Aminah menunjuk delapan motor yang berjejer di garasinya yang luas.
      "Kamu dealer motor Min?" tanya Farah takjub.
      "Dari tukang sate kambing kok ke dealer motor, nggak nyambung Far, motor-motor itu buat para pekerja yang membutuhkan kendaraan ke sana ke mari," ucap Aminah menjelaskan kepada Farah.
     ***
     "Wah, strategis tempat ini Min, aku  cocok, tapi harganya lumayan juga ya," ucap Farah, saat itu mereka berada di sebuah ruko dua tingkat yang terletak di depan pasar induk.
     "Nggak usah mikir harga sewa, bayangkan saja hasilnya yang pasti melimpah karena tempatnya strategis," ucap Aminah menanggapi komentar Farah tentang ruko tersebut.
     "Sekarang kita mulai mencari agen-agen yang bisa mensuplai barang-barang di tokomu, dan sekalian cari karyawan tiga atau empat orang," saran Aminah.
     "Empat orang karyawan? Gimana nanti aku menggajinya?" bola mata Farah membulat ketika mendengar ucapan Aminah.
     "Lihat saja nanti, dari empat orang pasti bertambah menjadi sepuluh karyawan."
      "Setelah ini, apa rencanamu Far, mau ngontrak rumah sendiri atau tinggal di rumahmu yang dulu?" tanya Aminah.
     "Di rumah dulu saja Min, kan mau bermain-main dengan mereka," jawab Farah pasti.
      "Hari ini khusus untuk mencari agen dan mengatur etalase, besok mungkin barang-barang mulai di antar, kamu butuh banyak karyawan sementara untuk mengerjakan semuanya,"ujar Aminah memberi saran.
      ***
      "Wah, yang sudah jadi bos sembako, hari ini cantik banget," Aminah menggoda Farah yang sedang bersiap ke tokonya.
      "Jangan teledor Far, taruh jimat yang dikasih Ki Wardoyo di tempat yang aman,"Aminah mengingatkan Farah.
       "Siap, aku akan selalu waspada Min, pokoknya aku ucapkan terima kasih atas semuanya ," ucap Farah sambil memeluk Aminah.
       "Nggak usah terlalu dipikir, yang penting kamu bisa sukses aku ikut senang."
      Toko sembako milik Farah mulai dibuka, Farah sangat senang ketika melihat pengunjung yang berjubel sampai para karyawan kewalahan.
      Dan yang paling sibuk adalah kasirnya, antrian para pengunjung sangat panjang, Farah mengambil alternatif membuat dua tempat untuk pembayaran.
     Di antara banyaknya pengunjung, tampak Diah dan bu Ningrum baru datang melihat-lihat.
"Wah, di sini komplit banget ya Bu, mana ada ACnya lagi, jadi betah berbelanja," ucap Diah mengomentari toko milik Farah.
"Eh Diah, lihat itu, bukankah itu Farah, rupanya menantu tak tahu diri itu bekerja di sini," kata Ningrum,dia mengajak Diah untuk mendekati Farah.
"Hhhmmm, kirain minggat terus menikah dengan konglomerat, ternyata cuma jadi kacung di sini, jelas saja tetap melarat,"suara sinis Diah menghentikan kegiatan Farah yang sedang menyusun biskuit di rak khusus untuk makanan.
"Ibu, mbak Diah?"
    
    

Bình Luận Sách (1454)

  • avatar
    AlmirandaaDzakiyah

    500

    04/08

      0
  • avatar
    CantikMaya

    bagus

    25/07

      0
  • avatar
    BillfoldAse

    bagus

    28/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất