logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Farah Nekat

       "Wah, HP mahal itu!" seru Diah setelah Farah membuka bungkusan tersebut.
      "Sini buat aku saja!" ucap Diah culas, dirampasnya HP yang masih berada dalam kardusnya itu dari tangan Farah, dengan tak tahu malu dia tertawa girang sambil menunjukan kotak itu kepada bu Ningrum.
       "Lihat Bu, aku punya HP baru, harga yang model ini hampir sepuluh  juta lho," ucapnya girang sambil mencibir ke arah Farah yang tampak sangat marah.
       "Sepuluh juta? Nggak salah harga benda kecil segitu harganya sampai sepuluh juta?" tanya bu Ningrum dengan mata membulat. Herman hanya diam melihat kakaknya berbuat seperti itu, dia sama sekali tak berniat untuk menghalang kakaknya.
       "Mbak, tolong kembalikan, itu milikku!" ucap Farah sambil berusaha mengambil kembali HP tersebut dari tangan Diah.
       "Enak saja, ini punyaku, kamu orang miskin nggak pantas punya barang mahal seperti ini," ucap Diah dengan sombong.
       Melihat apa yang terjadi, lelaki yang mengantarkan HP tadi membalikkan badannya dan berjalan menuju rumah Farah lagi. Dia sangat marah melihat tindakan Diah yang merampas HP tadi.
      "Nggak tahu malu kamu Mbak, jelas-jelas ini HP milik mbak Farah, bisa-bisanya merampas dan mengaku miliknya," ucap lelaki tadi sambil merampas kembali HP tersebut dari tangan Diah.
      "Kurang ajar! Kembalikan! Itu punyaku!" Diah membentak lelaki itu dengan keras.
      " Saya tanya baik-baik, kalau memang HP ini milik mbak, katakan mbak dapatnya dari mana?" ucap lelaki itu sambil menyerahkan HP tadi kepada Farah.
       "Lebih baik kembalikan lagi kepada Aminah Mas, nanti biar saya yang menjelaskan padanya," tolak Farah dengan memberikan alasannya.
       "Eh, enak saja dikasihkan Aminah, sini biar dipakai Diah," ucap bu Ningrum sambil mendekati lelaki itu.
      "Memang itu punya Aminah, yang beli Aminah, ya nggak apa-apa dong dikasihkan ke dia," cetus Farah sinis.
      "Dik, itu kan Aminah sudah ngasih ke kamu, biar saja dipakai mbak Diah," Herman yang dari tadi diam ikut bicara.
     Mendengar ucapan Herman wajah Diah berubah ceria, dia yakin Farah akan menuruti perintah Herman, karena selama ini Farah memang terkenal dengan istri yang penurut dan patuh suami.
      "Nggak akan Bang, biar saja kembali ke pemiliknya, yaitu Aminah!"balas Farah tegas.
      "Farah! Kamu mau jadi istri durhaka, nggak nurut perintah suami?" bu Ningrum geram mendengar ucapan menantunya.
      "Perintah yang mana Bu? Perintah mengambil hak orang lain?" tanya Farah dengan sinis.
      "Man! Pokoknya aku mau HP itu! Bagaimanapun caranya!" Diah menggoncang tubuh Herman.
      "Dik, tolonglah...!"
       "Kalian memang benar-benar tak tahu malu ya, sudah jelas bukan haknya kok maksa," ucap lelaki tadi dengan ketus dan sinis.
       "Mbak Farah, saya bawa HP ini ya, nanti mbak jelaskan sendiri sama mbak Aminah," ucap lelaki itu kemudian pamit pergi.
      "Farah, kenapa diam saja, cepat kejar dia, ambil HPnya," seru bu Ningrum sambil mendorong Farah.
      "Nggak Bu, mental saya bukan mental pengemis," balas Farah sambil berlalu pergi meninggalkan mereka.
     "Bu, Man, gimana ini, cepat bujuk istrimu, suruh dia pergi ke rumah Aminah untuk minta HP tadi!" Diah merengek seperti anak kecil.
      "Nanti akan saya coba membujuk Farah Mbak," Herman menyanggupi permintaan kakaknya.
      "Pokoknya harus dapat,kalau nggak saya akan minggat dari rumah ini,"ancam Diah sambil menangis.
      "Herman, tolong Nak, ibu nggak mau mbakmu pergi meninggalkan kita, ayo bujuk Farah sekarang," bu Ningrum mendorong tubuh Herman, dengan patuh lelaki itu menuruti perintah ibunya.
       "Dik, tolonglah, sekali ini saja!" Herman membujuk Farah yang sedang melipat baju-baju yang baru diangkat dari jemuran.
      "Tolong apa Bang?" tanya Farah pura-pura tak tahu.
      "Tolong ke rumah Aminah."
       "Buat apa?" tanya Farah masih dengan lagak tak tahu.
       "Ambil HP tadi, kan memang HP tadi sudah dikasihkan kamu to, sekarang ambillah!" titah Herman tanpa memikirkan perasaan istrinya.
      "Malas Bang, lagian saya juga nggak butuh HP," sahut Farah sambil memasukkan baju-baju tadi ke lemari kayu.
      "Biar dipakai mbak Diah," ucap Herman pelan.
       "Kalau memang mbak Diah mau pakai ya suruh saja beli, di toko banyak kok HP seperti tadi," cecar Farah, dia tak tahu jalan pikiran suaminya yang selalu menuruti permintaan ibu dan kakaknya tanpa memikirkan istrinya.
       "Kok gitu ngomongnya Dik, mbak Diah itu kakakku, berarti kakakmu juga, jadi..."
      "Jadi apa Bang? Kita harus menuruti kemauannya gitu? Abang ingat nggak penghasilan abang berapa? Semua habis untuk ibu dan mbak Diah. Abang pernah nggak saya belanja untuk makan kita dari mana?"
     "Bukannya abang tiap hari ngasih ke kamu Dik?"
      "Berapa abang kasih ke saya? Dua puluh ribu! Sementara ibu maunya makan enak, dan tiap hari harus ada buah untuk mbak Diah, abang tahu itu?"
      "Tapi kamu bisa kan menyiapkan itu semua?" tanya Herman tak peduli bagaimana istrinya sakit hati diperlakukan semena-mena oleh keluarganya.
      "Ya, bisa Bang, nih lihat!" ucap Farah sambil menyodorkan sebuah kotak perhiasan. Herman segera membukanya, bola matanya membulat melihat kotak itu kosong.
      "Kok kosong Dik, di mana semua perhiasanmu, dulu abang lihat ibumu ngasih banyak lho," tanya Herman sambil menelisik mata Farah.
      "Saya jual!" ucap Farah singkat dan ketus.
      "Uangnya mana?" tanya Herman sambil menadahkan tangannya.
       "Uangnya sudah habis untuk menuruti semua kemauan ibu dan mbak Diah, semua saya korbankan untuk mereka, tapi apa balasannya?"
       "Dan abang? Abang pernah nggak mikirin saya?"tanya Farah lagi, dia biarkan air matanya membanjiri pipinya.
      "Ya sudah Dik, jangan diungkit lagi, kita kan keluarga, harus saling membantu dan berbagi," kilah Herman mengalihkan pembicaraan.
      "Saya nggak akan ungkit kalau ibu dan mbak Diah bisa menghargai pengorbananku Bang."
      "Sudah, sudah, lekas bersiap, abamg antar ke rumah Aminah, jangan membantah!"titah Herman tegas.
      "Kalau saya nggak mau?" tantang Farah.
      "Jangan jadi istri durhaka,kamu nggak akan masuk surga kalau nggak menuruti perintah suamimu!"
      "Tahu apa abang tentang surga neraka?"tanya Farah sinis.
      "Ayolah Dik, tolong abang, kalau nggak bisa dapat HP itu mbak Diah mengancam akan pergi dari rumah," ucap Herman dengan wajah tampak khawatir.
      "Baguslah kalau mbak Diah pergi dari rumah ini, biar dia mikir gimana rasanya hidup sendiri!" ucapan Farah membuat Herman emosi.
       Plaakk!
        Plaakk!
        Bugh, bugh!
        Hetman menampar dan memukul badan Farah bertubi-tubi. Tanpa perlawanan Farah menerimanya pasrah. Dalam hatinya nekad akan berbuat sesuatu untuk membalas perbuatan mereka.
      "Sudah cukup Bang? Ayo silakan pukul lagi, saya nggak akan melawan, tapi akan saya pastikan abang akan menyesal!"
     Herman mengusap telapak tangannya yang habis digunakan untuk menampar dan memukul Farah. Sedikitpun tak ada raut sesal di wajahnya. Bagi dirinya, kebahagiaan ibu dan kakaknya itu yang utama.
     Bergegas Farah mengemasi beberapa baju miliknya dan baju milik Galang serta melati. Dia bertekad akan pergi, masalah rumah dia tak merasa khawatir, sertifikat sudah aman disimpan oleh Agung, kakak lelaki satu-satunya.
      "Galang, Melati, ayo Nak," panggil Farah kepada kedua anaknya yang sedang bermain kapal-kapalan dari kertas.
      "Lho, lho, mau ke mana Far, mana Herman," ucap bu Ningrum heran melihat Farah membawa koper kecil.
      "Kapan mau ke rumah Aminah? HP itu harus dapat lho ya!" ucap Diah menimpali bu Ningrum.
      "Farah, tunggu Farah! Jangan pergi, masa cuma masalah begitu saja langsung pergi? Abang kan cuma minta kamu ke rumah Aminah ambil HP?"
      "Cukup Bang!"
       "Kalau abang mau, ambil saja ke rumah Aminah! Jangan libatkan saya!" Farah membentak Herman dengan keras.
      "Nggak bisa gitu Far, abang sungkan sama Aminah!" Herman berusaha menahan langkah Farah, tapi Farah tak peduli, dia tetap pergi dari rumahnya dengan membawa Galang dan Melati.
     Ning nong ning nong!
     Suara lonceng menghentikan gerakan tangan Aminah yang sedang asyik dengan HPnya.
      "Bi Sal, tolong bukakan pintu ya," ucap Aminah menyuruh bi Salmah, ARTnya dengan sopan.
      "Akhirnya datang juga sahabat setiaku," ucap Aminah menyambut kedatangan Farah dengan pelukan hangat. Farah sengaja ke rumah Aminah setelah menitipkan kedua anaknya di rumah Agung, kakaknya.
      Agung dan Yuniar sudah menikah sepuluh tahun yang lalu, tapi belum dikasih momongan. Yuniar sangat gembira dan antusias ketika Farah datang dengan membawa Galang dan Melati untuk dititipkan padanya.
      Kepada Agung, Farah menyerahkan rumah peninggalan orang tuanya. Farah menceritakan semua yang terjadi, dan atas kesepakatan mereka, rumah itu akan dijual saja, uang hasil penjualannya akan dibagi dua, dan bagian Farah diserahkan kepada Agung untuk biaya kedua anaknya.
     Agung yang tadinya melarang ketika adiknya itu pamit mau merantau untuk mencari pekerjaan, akhirnya akur setelah Farah tak berhenti membujuknya.
      "Aku sudah tahu kejadian tadi dari Minto, orang suruhanku tadi," kata Aminah ketika Farah menangis dipelukannya.
       "Aku ingin seperti kamu Min,apapun yang terjadi, aku ingin bebas dari mereka dan utang-utangku!"
      "Kamu siap menerima resikonya, apapun itu?"
       "Siap, asal bisa seperti kamu!" jawab Farah Mantap.
      "Jika harus mengorbankan anak-anakmu?" tanya Aminah menguji kesungguhan Farah.
      "Siap, siap, pokoknya aku siap Min, secepatnya aku ingin sepertimu."
      "Baiklah, sementara kamu istirahat dulu, besok pagi-pagi kita berangkat," ucap Aminah yang langsung diiyakan oleh Farah.
      Farah tersenyum tipis, dia membayangkan kemewahan yang akan segera didapatkannya.
      Ketika kakinya hendak melangkah masuk ke kamar yang disediakan oleh Aminah, tanpa sengaja Farah melihat sosok besar hitam besar berkelebat di hadapannya.
    

Bình Luận Sách (1454)

  • avatar
    AlmirandaaDzakiyah

    500

    04/08

      0
  • avatar
    CantikMaya

    bagus

    25/07

      0
  • avatar
    BillfoldAse

    bagus

    28/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất