logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

bab 4 gelisah

Hari sudah mulai gelap, tapi Dina tak kunjung pulang keruamhnya. Suaminya Azzam mulai mencemaskan keberadaannya, ia ingin menelfon istrinya Dina tapi takut istrinya marah karena telah mengganggu kencannya dengan kekasihnya itu.
"Azzam... kenapa kamu berdiri di situ? Dina mana?" Tiba-tiba papa mertuanya datang dari arah belakang mengagetkan Azzam yang sedang memandang ke luar dari jendela ruang tamu rumah mereka.
"Oh itu pa.. Dina.. Dina sedang di rumah temannya mengerjakan tugas kuliahnya" Azzam berusaha menutupi apa yg sedang di lakukan istrinya di luar, ia tak ingin papa mertuanya memarahi istrinya.
"Kenapa harus di rumah teman, kan ada kamu yang bisa mengajarinya" ucap papa yang mulai curiga.
"Dina ada tugas kelompok pa, dan itu harus dikerjakan bersama-sama dengan temannya."
"Oh sudahlah, oia nanti papa habis magrib ada undangan makan malam bersama teman bisnis papa, kamu di rumah sajakan?"
"Ia pa, Azzam di rumah saja nunggu Dina pa"
"Ya sudah, kabari papa kalau Dina belum pulang juga ya"
"Baik pa"
Mereka pun berlalu, papa mertua pergi kekamarnya dan Azzam juga pergi kekamarnya untuk menunaikan kewajiban 3 rokatnya.
Di akhir sholatnya dia memanjatkan doa memohon pada Allah untuk senantiasa melindungi istrinya di manapun berada.
Setelah melalukan kewajibannya Azzam kembali ke meja kerjanya untuk memeriksa setiap tugas-tugas mahasiswa dan mahasiswi di kampusnya. Kembali dia melihat jam di kamaranya, sudah pukul 10 malam tapi Dina tak kunjung pulang, ia mulai kawatir, dan mencoba menelfon nomor Dina.
Tuut...tuut..tuut... panggilan masuk tapi sang pemelik tidak mengangkatnya. Rasa kawatir Azzam semakin kuat, ia takut jika papa mertuanya mengetahui kalau Dina samapi sekarang belum pulang.
Tok...tok...tok...
Suara ketukan pintu dari pintu depan terdengar oleh Azzam yang sedang duduk di ruang TV, ia segera berlari kecil melihat siapa yang datang. Ia tau itu pasti orang lain, kalau papa dan Dina yang pulang sudah pasti bisa membuka pintu sendiri karena mereka punya kunci cadangan masing-masing.
"Maaf mas, tadi non Dina pingsan, maafkan saya juga tidak mengabari mas" seru mamang supir pribadi Dina yang di suruh papa untuk menajaga Dina saat Dina berada di luar rumah.
"Eh ia pak" Azzam kaget melihat kondisi istrinya yang kacau, bau alkohol yang sangat menyengat.
"Terimakasih mang, maaf saya bawa istri saya keatas dulu ya" ucap Azzam saat hendak mengendong Dina. Namun tiba-tiba tangannya di cegah mamang supir pribadi Dina.
"Maaf mas, jangan marahi non Dina ya mas, mas harus sabar hadapi sifat non Dina, saya yakin suatu saat pasti non Dina bisa jatuh hati sama mas Azzam"
"Emm ia mang, makasih ya mang sudah jagain istri saya, saya permisi dulu"
Azzam berlalu dan pergi ke kamar sambil menggendong Dina. Sesampainya di kamar ia meletakkan istrinya dengan hati-hati.
Tiba-tiba saja Dina mengingau memanggil nama seseorang
"Honey..honey... jangan tinggalin aku, kita gak akan berpisahkan sayang, kamu cinta sama aku kan?" Dina yang mengigau sambil menarik tangan Azzam dan mengelus pipi Azzam. Azzam tau kalau saat ini istrinya sedang kacau, mungkin ada sesuatu yang terjadi dengan mereka. Tapi Azzam tampak sabar dalam mengurus istrinya. Dia mencoba mengelap wajah istrinya, dan mengganti pakaiannya yang berbau alkohol menajadi pakaian piyama istrinya. Kembali ia mengelus kepala istrinya sambil memanjatkan doa yang terbaik untuk istrinya. Setelah istrinya terlihat tenang dan tidur dengan pulas, Azzam kembali ke sofa dan menidurkan tubuhnya di sana. Ada banyak pertanyaan yang muncul di benaknya. Ingin dia menanyakan pada mamang supir pribadi Dina, tapi karena waktu sudah menunjukan pukul 12 malam ia urungkan niatnya dan ia mencoba untuk tidur kembali, karena besok ia akan harus kembali ke kampus untuk mengajar.
pov Dina
Aku kecewa dengan ungakapan Tommy, kekasih ku yang selama ini aku anggap dia orang yang setia padaku, karena sudah hampir delapan tahun hubungan kami berjalan, tapi tidak ada kejelasan sama sekali, bukan tidak ingin menikah dengan Tommy tapi restu dari orang tuaku dan dia pun tak kami dapatkan. Alasan orang tua kami karena perbedaan agama, aku pernah membicarakan hal ini pada papa, kami bisa menikah secara sipil tapi papa menentangku secara keras, jika aku tetap membantah ucapan papa, maka aku siap-siap di coret dari kartu keluarga papa. Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpa harta dari papa, aku yang sedari kecil terbiasa dengan hidup mewah, tak akan bisa tanpa uang. Apa lagi pewaris tunggal papa cuma aku. Mama sudah 15 tahun menghadap Tuhan, semenjak itu aku kehilangan kasih sayang ibu, kepergian mama meninggalkan luka yang mendalam buat ku, dan semenjak mama tidak ada hidupku seperti burung yang lepas dari sangkar, aku bebas kemana aja dan apapun yang aku mau. Papa selalu sibuk dengan bisnisnya, tapi secara materi aku tak kekurangan. Hubunganku dengan Tommy awalnya hanya sebatas adik dan kaka kelas saja, tapi lama kelamaan pesona pria itu mengalihkan duniaku, dia adalah cinta pertamaku, dulu aku tak terlalu memikirkan perbedaan di antara kami, yang aku tau aku jatuh cinta padanya dan dia selalu memanjakanku, hobi, sifat dan kehidupan kami hampir 90% sama, dia terlahir dari keluarga berada, kehidupan yang bebas sama-sama kami rasakan, keluar masuk club malam sering aku lalui bersama dia. Tapi satu hal yang ku salut dari Tommy dia tetap menjaga kehormatanku sebagai wanita. Walau tubuh dan bibir ini sering di sentuhnya.
Aku kecewa dengan keputusannya kemarin, aku pikir dia berniat melepas rindu denganku di saat pertemuan kami kemarin, tapi ternyata dia mengungkapkan fakta yang sulit aku terima. Aku berlari keluar cafe, aku benci Tommy, aku benci dia, hanya itu yang keluar dari mulutku. Aku masuk ke sebuah taxi yang lewat di depan cafe. Dan meminta supir taxi berlalu ke sebuah club, aku ingin melepas semua beban di hati dengan meneguk alkohol, biasanya aku dan Tommy melakukan ini bersama di club ini. Tapi aku malah merasakan sedih, aku tak kuat lagi hingga aku menangis sejadinya club itu.
Derrtt..derrrtt... ada getaran dari dalam tas ku, aku mencoba merahi dan menerima telfon itu tanpa melihat siapa yang menelfon.
"Halo... hiks..hiks..hiks..." aku menerima telfon sambil menangis tersedu-sedu.
"Halo Din, kamu kenapa? Ini kamu dimana, kok bising banget, kamu baik-baik saja kan? Tommy di mana?" Ucap maria di sebrang telfon, ternyata dia menelfonkan dan meluapkan semua pertanyaan itu padaku, tapi aku tak bisa menjawab, hanya bisa menangis.
"Dina, kamu dengar aku kan, kamu kenapa? Jangan bilang kamu lagi di club, Tommy dimana din?"
Aku tidak menjawab, dan aku mematikan telfonku. Aku melanjutkan minumku, dan terus menangisi nasib diriku yang sekarang cintaku tak terbalaskan.
Tidak lama berselang, aku melihat Maria menghampiriku.
"Dina... kamu kenapa? Ada apa ini Din, kamu minum sudah terlalu banyak Din, ayo kita pulang" bujuknya padaku, tapi aku tidak mau ikut dengan ajakannya aku menarik tangannya agar dia ikut duduk disampingku.
"Maria... hiks..hiks.. Dia jahat Mar, jahat samaku, dia tega Mar"
"Kamu tenang dulu Din, tarik nafasmu, bicara padaku apa yang terjadi"
"Kamu benar Mar, dia sudah menikah dengan pilihan orang tuanya, dan sekarang dia memilih wanita itu di banding aku"
"Kamu yang sabar ya Din, mungkin dia memang bukan jodohmu, jangan begini Din, lihat tubuhmu, sungguh sangat kacau, kamu juga minum sudah cukup banyak" Maria mengingatkan ku dan memelukku
"Tapi Mar, kamu taukan betapa aku mencintai dia, aku rela berhubungan sampai 8 tahun dengannya, aku bertahan selama ini karena aku benar-benar sayang sama dia. Sekarang semua udah berakhir Mar, dia buat aku kecewa, aku seperti ini karena dia"
"Dina, kamu tenang dulu, hentikan minummu, sudah cukup Din, kalau papa mu tau kamu pasti habis di marahi. Ayolah Din, kamu harus bisa bangkit"
Aku tidak menanggapi ucapan maria, aku terus meminum minuman yang ada di depanku. Sekarang rasanya kepalaku sudah berat sekali, seperti ada yang menimpa di kepalaku.
"Halo pak, ini Maria teman Dina, pak bisa ke club Jo di jalan iskandar?"
.......
"Ia pak, Dina bersama saya, sepertinya dia kelelahan pak, tolong jemput ya pak, saya tunggu di depan club"
Aku mendengar panggilan Maria dengan seseorang melalu ponsel ku, aku menduga dia pasti menelfon mamang supir pribadiku.
"Ayo Din, kita pulang, sebentar lagi supir mu datang, aku tidak mau papa mu tahu soal ini" Maria memapah ku berjalan ke luar club, aku tak bisa menolak, karena saat ini kepalaku terasa sangat berat.

Bình Luận Sách (961)

  • avatar
    Ani SuryaniEuis

    seru cerita ny bikin penasaran..ada agamany juga jd nambah ilmu ..👍

    20/04/2022

      10
  • avatar
    Shakinah Rothman

    just a unique love story and beautiful impact at the end

    19/04/2022

      2
  • avatar
    ValvoRenzz

    sangat bagus ceritanya saya menyukainya

    8h

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất