logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Part 4

Beberapa saat berlalu. Jamal menyusul Anggun menduduki kursinya. Ia melihat Anggun sudah menempatkan kepalanya di atas meja. Sepertinya rencana gadis itu untuk tidur benar-benar dilaksanakan. Jamal mendengus, dengan terpaksa ia mendudukan bokongnya di samping gadis itu. Ia mengamati gadis aneh di sampingnya. Ia berdecih,
"Cih, lagian nih cewek gak ada kelebihan sama sekali. Cantik juga enggak. Pinter paling juga enggak udah keliatan dari muka gembelnya. Yang ada cuma punya mulut mercon yang bikin telinga sakit."
Anggun yang mendengar celotehan tak berguna Jamal merasa terusik. Apa-apaan anak itu. Lelaki aneh ini diam-diam menjelek-jelekkan dirinya. Sok sempurna sekali. Anggun membuka matanya kesal. Ia menatap Jamal sengit. Sedangkan yang ditatap hanya mengernyitkan alisnya heran. Seakan bertanya, "Apa?"
"Lo jadi cowok kok nyebelin banget si? Lemes. Bahkan cewek aja kalah sama mulut lo! Suka banget ya jelek-jelekin gue di belakang! Lo juga gak ada kelebihan. Lagian apa si yang bisa dibanggain dari diri lo?"
Jamal menghela nafas. Gadis ini yang mengibarkan bendera perang terlebih dahulu, tak merasa bersalah sama sekali. Jamal memilih diam, daripada harus mendengar ucapan yang memekakan telinga itu. Ia masih menjaga kesehatan jasmani dan rohani telinganya.
"Udahlah, males gue denger suara cempreng lo. Udah sono tidur lagi, lo melek aja bikin keributan dunia!"
Anggun berdecih. Memilih tak menanggapi ucapan Jamal. Toh, ia tak mendapat keuntungan sama sekali.
....
Semua murid mulai berhamburan keluar dari gerbang sekolah. Bersorak ria karena sudah terbebas dari tempat yang menurut mereka layaknya sebuah penjara. Mereka berdesak-desakan menginginkan keluar terlebih dahulu.
Sedangkan Anggun masih berdiri di depan kelasnya. Ia masih menyayangi tubuhnya sendiri. Ia tak mau tubuhnya remuk akibat berdesakan.
Jamal yang melihat Anggun masih berdiri di depan kelas berinisiatif untuk menghampirinya.
"Ngapain lo disini?" Tanya Jamal.
"Lo punya mata kan? Harusnya lo tahu apa yang gue lakuin tanpa bertanya."
"Cewek itu lemah lembut. Pinter dandan. Cantik. Lah elo? Gak mencerminkan cewek sama sekali. Bringas. Kayak preman pasar."
"Dih. Gue nggak butuh validasi dari lo, kalau gue cewek. Jadi lo nggak perlu repot-repot komentarin hidup gue."
"Lagian yang komentarin lo itu siapa? Gue cuma ngasih tau kalau cewek itu lemah lembut sama pinter dandan gitu doang."
"Yang ngatain gue kayak preman siapa? Lo kan? Gak usah pura-pura lupa deh."
"Yang gue ucapin itu benar adanya. Lo tuh jadi cewek kayak preman pasar. Bringas sekali. Gue yakin gak ada cowok yang mau deketin lo. Mereka insecure duluan. Mereka bisa aja kalah bringas sama lo sebagai cowoknya."
"Bodoh amat, gue nggak peduli. Ini hidup gue. Jadi suka-suka gue mau bertingkah kayak apa. Mau berpenampilan kayak apa, juga bukan urusan lo. Lagian gue masih bisa hidup bahagia tanpa harus ada cowok di samping gue. Cowok yang berguna itu jarang."
"Ohh.. Jadi ceritanya lo ngerendahin cowok nih? Pede banget si, cewek kayak lo nggak usah sok tau tentang cowok deh."
"Apa? Nggak terima? Lo punya kaca kan di rumah? Atau lo bisa ngaca noh di depan jendela kelas. Bercermin! Lo udah berguna belum?"
"Emangnya lo siapa seenak jidat nyuruh-nyuruh gue? Ogah."
Anggun hanya berdecih. Sebal sekali harus berhadapan dengan lelaki aneh di sebelahnya ini. Begitu menguras emosi. Ia harus segera mengecek rambut hitamnya. Barangkali ada yang memutih akibat terlalu sering menahan emosi.
Tanpa berkata-kata Anggun langsung meninggalkan Jamal dari tempatnya. Menanggapi celotehan Jamal hanya menguras tenaga saja. Ia melangkahkan kaki lebar-lebar. Ingin segera menjauh dari lelaki itu. Dengan bersungut-sungut Anggun memberhentikan angkutan umum yang terlihat di depannya.
Huft, hari pertama masuk sekolah baru tak berjalan mulus seperti yang ia kira. Hanya satu yang penyebabnya. Jamaluddin. Jika sebelumnya ia akan terbahak-bahak mengingat namanya sekarang ia hanya bisa mendengus geram. Jika HAM dan hukum tak berjalan. Ia ingin sekali mencabik-cabik tubuh Jamal sampai menjadi ratusan potong. Potongan mayat itu akan ia berikan kepada hewan buas. Atau, ia akan menjual organ tubuh Jamal. Lumayan, ia bisa mendapatkan uang dengan mudah. Ck.
Anggun menggelengkan kepalanya ribut. Pikiran macam apa itu? Sepertinya otaknya harus segera diperbaiki. Otaknya benar-benar sudah rusak. Bagaimana bisa m memikirkan hal absurd seperti itu? Mengerikan. Ia bergedik ngeri sendiri. Ia jadi bertanya-tanya. Jangan-jangan dia sebenarnya adalah seorang psychopath, atau bisa jadi Sociopath? Amit-amit, ia masih punya hati untuk menyakiti makhluk hidup lainnya. Ia juga masih merasa mual ketika melihat darah, bukan merasa bahagia dan puas.
"Bang berhenti bang!"
Anggun keluar, kemudian ia memberikan selembar uang dua ribu rupiah. Tarif angkutan umum bagi pelajar hanya setengahnya saja dari penumpang umum.
Ia berjalan menyusuri gang sempit menuju rumahnya. Kepalanya begitu pusing. Ia harus segera mendinginkan kepalanya. Ia rindu sekali dengan ranjangnya.
.....
Anggun mendengus pelan saat baru saja keluar daei angkot butut yang ditumpanginya. Berdesakan dengan suhu yang begitu panas membuat suasana hati Anggun jadi semakin buruk. Ia jadi suka berandai-andai. Seandainya ia menjadi orang kaya, mungkin ia tak akan menaiki angkot butut seperti itu. Ia akan duduk tenang dalam mobil sedan ber-AC yang akan membuat Anggun merasa nyaman tanpa merasakan kepanasan. Anggun menggelengkan kepalanya pelan. Ia harus mengurangi kebiasan berandai-andainya.

Bình Luận Sách (107)

  • avatar
    Zzzzbt

    cerita ini sangat bagus sekali

    9d

      0
  • avatar
    WahyudaRega

    menarik ceritanya kak

    12/08

      0
  • avatar
    channel8pool ball

    okbakk

    10/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất