logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 3 Sesosok Makhluk di Ruang Kosong

Cerita Mistis di Kapuas Hulu
Part 3
***
Pada hari kedua, hujan turun dengan derasnya. Aku melihat gelombang air laut begitu besar. Sangat mengerikan. Aku dan Lia tak berani lagi berdiri sambil mengobrol di luar kapal. Hanya ketika akan melaksanakan salat saja kami keluar pergi ke musala. Setelah itu kami kembali berdiam diri di atas ranjang sembari membaca doa-doa yang aku hafal. Mohon keselamatan pada Allah dan dijauhkan dari segala macam marabahaya. Bermacam pikiran buruk sempat melintas di kepala. Sungguh sangat membuat hati terasa sakit.
Begitu pun dengan para penumpang yang lain. Mereka saling menjerit histeris saat kapal dalam posisi miring diombang-ambingkan gelombang. Semua dalam situasi ketakutan yang teramat sangat.
Sepertinya, tak ada yang berani tidur, bahkan hanya untuk sekadar memejamkan mata beberapa detik. Aku melihat para ibu memeluk anak-anak mereka. Para bapak melantunkan ayat-ayat suci Al Qur'an. Suasana begitu mencekam. Seperti dalam sebuah film, sangat menegangkan.
Ketika aku dan Lia sedang mengikuti salat berjamaah di musala, (salatnya dijamak, zuhur dengan asar, magrib dengan isya) tiba-tiba kapal miring ke sebelah kiri. Kami yang ada di dalam musala sampai terjatuh karena posisi kapal yang sangat miring. Ada beberapa orang ibu yang menjerit histeris. Suasana di dalam musala seketika menjadi riuh.
Selesai salat, Pak Ustad menyarankan agar kami senantiasa berdoa, memohon perlindungan kepada Allah. Alhamdulillah, kejadian itu tak berlangsung lama, hanya beberapa jam saja. Setelah itu hujan reda dan keadaan normal kembali seperti sedia kala.
***
Tepat tiga hari berada dalam perjalanan di atas lautan, kapal yang kami tumpangi akhirnya merapat di dermaga Pelabuhan Dwikora, Pontianak, Kalimantan Barat. Para penumpang kapal diinstruksikan agar cepat-cepat turun. Yang membuat aku merasa heran, saat penumpang turun dari kapal, bersamaan dengan penumpang yang akan naik ke kapal. Semrawut sekali. Kami berdesakan saling mendahului. Belakangan aku mendapatkan informasi, ternyata hal seperti itu dilakukan karena mengejar waktu air laut pasang. Karena jika air laut surut, maka kapal tak akan bisa berlayar dan harus menunggu saat pasang kembali.
Setelah semua rombongan peserta transmigrasi turun dari kapal, kami dikumpulkan di ruang tunggu pelabuhan. Koordinator lapangan dari Dinas Transmigrasi Provinsi mengatakan, kami akan dijemput bus untuk menuju ke Dinas Transmigrasi Pontianak.
Udara di sekitar pelabuhan sangat panas, membuat tenggorokan terasa kering. Aku dan Lia lalu membeli air mineral untuk sekadar melepas dahaga.
"Rum, mau makan siang nggak?" tanya Lia.
"Nggak akh, nanti bus-nya datang kita ketinggalan."
Satu jam berlalu. Bus yang kami tunggu belum juga datang. Aku melihat jam di pergelangan tangan. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu siang. Waktu zuhur sudah terlewat jauh. Aku mengamati sekeliling pelabuhan, tak tampak olehku ada musala di sana. Biarlah nanti sekalian dijamak saja salatnya jika sudah sampai di tempat, begitu pikirku.
Pukul satu tepat, dua buah bus yang akan membawa kami ke Dinas Transmigrasi Pontianak tiba di pelabuhan. Perlahan bus meninggalkan pelabuhan setelah semua penumpang naik.
Tak sampai satu jam dalam perjalanan, bus yang kami tumpangi sampai di Dinas Transmigrasi Pontianak. Kami lalu dipersilakan mencari kamar masing-masing, untuk beristirahat malam nanti. Sebelum besok pagi berangkat menuju ke dermaga Putussibau. Dari sana, kami akan naik kapal lagi menuju ke Desa Trans Baru Kirinangka, Kapuas Hulu. Tempat pemukiman kami yang baru.
***
Seperti malam-malam sebelumnya, malam ini pun aku sulit sekali memejamkan mata. Entah kenapa, perasaanku sangat tidak nyaman. Berulang kali aku merubah posisi tidur, tapi tetap saja mata ini tak bisa dipejamkan. Padahal ketiga orang penghuni kamar ini, sudah tidur nyenyak dari beberapa jam yang lalu. Lia, Siti dan Bastiyah. Siti dan Bastiyah adalah anak dari peserta rombongan.
"Rum, kamu kok belum tidur? Mikirin apa?" tanya Lia dari ranjang di sebelah ranjangku. Dia tidur satu ranjang dengan Siti.
Dia terbangun, mungkin karena digigit nyamuk, yang memang banyak sekali dan bunyinya sangat mengganggu telinga. Atau karena udara yang sangat panas di ruangan yang hanya berukuran sekitar 9 meter persegi tapi diisi dengan dua buah tempat tidur tingkat dan sebuah lemari baju. Sumpek sekali rasanya.
"Nggak tahu, mataku nggak bisa merem dari tadi," sahutku sambil melihat jam tangan, sudah pukul setengah dua belas malam.
"Dipaksain tidur, Rum. Biar besok nggak kecapean di jalan," kata Lia. Dia lalu kembali tidur.
Aku beranjak dari tidur lalu menuju ke kamar mandi yang letaknya di paling belakang bangunan, karena ingin buang air kecil. Suasana malam sangat sepi. Aku merasa agak takut sebenarnya, tapi sepertinya rasa ingin buang air tak bisa ditahan lagi.
Saat berada di dalam kamar mandi, aku merasa seperti ada seseorang yang sedang menunggu di luar pintu. Aku mencoba menajamkan pendengaran, terdengar suara seperti embusan napas. Bergegas aku menyelesaikan hajat, lalu keluar. Tapi ternyata tak ada siapa pun.
Tiba-tiba aku merinding, bulu kuduk berdiri. Tapi entah kenapa, aku malah penasaran ingin melihat ruangan kosong di sebelah kamar mandi itu. Tadi siang aku sempat akan mandi di sana. Tapi ada yang memberitahu kalau ruangan itu kosong, sudah tak dipakai lagi.
Perlahan aku berjalan menuju ke ruangan kosong itu. Pintunya tertutup rapat. Lagi-lagi aku merasa penasaran. Aku segera menyalakan lampunya kemudian membuka pintu ruangan itu.
Aku berteriak dengan sangat keras, begitu pintu terbuka. Terlihat sesosok makhluk yang entah apa namanya berada di sudut ruangan itu. Entah dalam posisi berdiri atau melayang. Seketika jantungku berdetak tak karuan. Secepat kilat aku langsung lari terbirit-birit menuju ke kamar.
Ketika aku masuk ke kamar, kulihat Lia, Siti dan Bastiyah terbangun. Mereka sedang duduk di atas kasur masing-masing dengan wajah bingung. Pasti mereka tadi mendengar suara teriakan yang sangat keras.
Aku segera naik ke ranjang dan berusaha mengatur napas yang masih tersengal-sengal.
"Kamu kenapa, Rum?" tanya Lia sambil memandangku dengan tatapan penuh tanda tanya.
Aku diam, tak segera menjawab pertanyaan Lia.
"Ada hantu di kamar sebelah kamar mandi," kataku sambil bergidik, setelah napasku kembali normal.
"Yang bener?" tanya Lia, Siti dan Bastiyah, hampir bersamaan.
Aku lalu menceritakan apa yang tadi terjadi. Tak disangka, Lia malah terkekeh-kekeh setelah mendengar ceritaku. Tentu saja membuatku merasa heran.
"Kamu kenapa, Li? Kok malah ketawa dengar ceritaku?" tanyaku heran.
"Lagian kamu aneh sih, Rum. Udah tahu ruangan kosong, ngapain kamu maksa lihat segala. Udah akh … tidur. Masih malam ini," jawab Lia masih sambil terkekeh. Dia lalu melanjutkan tidurnya.
Menyebalkan sekali. Aku ketakutan kok malah ditertawakan. Tapi kalau dipikir-pikir, memang betul juga apa yang dikatakan Lia, kenapa aku harus membuka pintu ruangan kosong itu.
Melihat Lia, Siti dan Bastiyah kembali tidur, aku pun berusaha untuk mengikuti mereka.
***
Bersambung

Bình Luận Sách (845)

  • avatar
    Afzy Afzy

    sangat bagus

    13d

      0
  • avatar
    fadilahsaidatul

    kenapa aku tidak ada

    20d

      0
  • avatar
    XxyghMinah

    suka sama cerita tentang horor Kalimantan gini

    28d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất