logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 2 Hari Pertama di Dalam Kapal

Cerita Mistis di Kapuas Hulu
Part 2
***
Selesai salat, aku melihat-lihat keadaan kapal. Diantar oleh Lia tentunya, karena dia yang sudah terlebih dahulu berkeliling di dalam kapal tersebut.
Sebuah kapal yang lumayan besar menurutku, jauh lebih besar dari beberapa buah kapal ferry yang sering aku tumpangi dari Pelabuhan Merak ke Pelabuhan Bakauheni atau sebaliknya. Tidak hanya terdiri atas dua lantai, tapi kapal yang sekarang sedang aku tumpangi terdiri atas empat lantai. Tapi, aku tak melihat ada kendaraan yang masuk di dalam kapal, seperti beberapa buah kapal yang beroperasi di Pelabuhan Bakauheni Lampung dan Pelabuhan Merak Banten. Atau aku yang tak mengetahuinya. Entahlah.
Setelah puas berkeliling, aku dan Lia kemudian kembali ke tempat tidur kami. Saat kami sampai di sana, aku melihat sudah ada box mika bento di atas ranjang kami masing-masing. Jatah makan siang, jawab seorang ibu yang sedang duduk di sebelah ranjangku, saat aku bertanya padanya.
Aku dan Lia saling berpandangan, ketika kami membuka box mika bento itu. Hanya ada nasi putih, sayur mie polos tanpa campuran apa pun, acar dan sebungkus kerupuk, yang semuanya serba sedikit. Juga ada sebuah sendok dan air mineral kemasan gelas.
"Kayak ngasih makan anak kecil saja. Aku nggak bakalan kenyang kalau makan cuma segini," ucap Lia sambil terkekeh. "Sayang wadahnya, mending sekalian aja dibungkus pake kertas minyak, kan lebih ngirit. Praktis lagi, tinggal buang kalau udah habis," lanjutnya, seraya masih memandangi box mika bento yang sedang dia pegang.
"Udah jangan banyak ngomong, dimakan aja kalau kamu lapar, Li. Namanya juga jatah, jadi terserah yang ngasih dong. Nanti kalau masih kurang kita beli lagi aja," kataku, juga sambil terkekeh.
Lia kembali terkekeh mendengar perkataanku. Dia lalu mulai makan perlahan. Memang menu yang dibagikan sangat sedikit, bahkan untuk anak kecil pun sepertinya tak akan membuat kenyang.
Aku lalu mengobrol dengan ibu yang berada di sebelah ranjangku. Ternyata dia juga peserta transmigrasi dari Pulau Jawa yang juga akan menuju ke Kalimantan Barat, hanya berbeda daerah dengan daerah yang akan aku tuju.
Setelah puas mengobrol, aku kemudian menghubungi kedua orang tuaku. Memberitahu pada mereka kalau sudah berada di dalam kapal dan sudah mulai perjalanan menuju ke Pulau Kalimantan. Karena terakhir aku berkomunikasi dengan mereka, saat masih berada di ruang tunggu pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Kedua orang tuaku berpesan agar aku berhati-hati selama dalam perjalanan, selalu membaca doa mohon keselamatan kepada Allah, jangan pernah tinggalkan salat, jangan sampai telat makan, dan masih banyak lagi nasihat dan pesan yang lain.
"Rum, kamu nggak makan apa?" tanya Lia, karena mungkin dilihatnya aku belum membuka kembali box mika bento milikku.
"Belum laper. Aku mau tidur lagi aja. Nanti kalau udah azan asar tolong bangunin ya."
Lia mengangguk. Tak memerlukan waktu yang lama, aku pun kembali tidur dengan nyenyak.
***
Saat malam hari berada di dalam kapal, sinyal telepon genggam mulai hilang. Aku tak bisa lagi berkomunikasi dengan kedua orang tuaku. Yang kulihat sejauh mata memandang, hanya hamparan air laut yang tak berujung. Tak terlihat apa pun selain air.
"Rum, kita nonton yuk, suntuk di sini terus," ajak Lia selepas kami salat isya.
"Memang apa filmnya?" tanyaku.
"Nggak tahu. Bodo amat-lah sama judulnya, yang penting kita bisa ngadem di sana," kata Lia.
Saat itu memang kebetulan AC di ruang penumpang sedang mati, dan menurut informasi yang didapat, karena sedang dalam perbaikan. Bisa dibayangkan, bagaimana udara di dalam ruang penumpang. Panas dan pengap sekali. Keringat terus mengucur saking panasnya. Seperti dipanggang di dalam oven.
Kami lalu menuju ke lantai 3, dimana bioskop berada. Sebetulnya masih sekitar satu jam lebih lagi film akan diputar, karena pemutaran film sebelumnya sudah berlangsung. Tapi Lia mengatakan sekalian melihat-lihat keadaan di lantai 3.
Di sebelah bioskop, adalah ruang klinik. Aku sempat mengobrol dengan dokter yang bertugas di sana. Beliau sudah bekerja selama hampir 2 tahun di kapal. Beliau bercerita suka duka bekerja di kapal. Meski gajinya lumayan besar, tapi itu berbanding lurus dengan resiko yang harus ditanggung. Jadi sesuai saja.
Karena waktu yang masih cukup lama untuk masuk ke bioskop, kami lalu ke ruang restorasi untuk mencari makan malam. Aku melihat menu makanan yang tersedia, tak ada yang mengundang selera. Akhirnya aku dan Lia hanya memesan dua mangkuk pop mie dan beberapa makanan ringan. Di ruang restorasi AC menyala, jadi lumayan bisa mengurangi gerah.
Mendekati pukul sembilan malam, kami menuju ke bioskop lalu membeli tiket masuk seharga lima belas ribu rupiah per orang. Di dalam, kulihat hanya ada sekitar dua puluhan orang saja. Itupun aku lihat beberapa dari mereka tidur, mungkin hanya sekadar mencari udara dingin, seperti kami berdua.
Tak lama, film pun diputar. Sebuah film Meksiko bergenre horor dan thriller yang dirilis tahun 2013, berjudul We Are What We Are. Film ini berkisah tentang keluarga yang memiliki tradisi mengerikan bernama Lambs Day. Yaitu sebuah upacara keagamaan yang mengandung kanibalisme.
Setiap tahun, keluarga itu mengadakan jamuan makan malam dan berdoa bersama sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan.
Namun sayang, sajian makanan yang mereka sajikan bukan makanan biasa, melainkan daging manusia yang telah dimasak.
Sang ayah, yang memiliki tradisi ini secara turun temurun dari leluhurnya. Begitu dia meninggal, barulah terungkap tradisi kanibalisme itu.
Sejak awal membaca sinopsis film itu, aku sudah tak berminat untuk menonton. Karena terus terang, aku orangnya sangat penakut. Oleh karenanya, begitu film diputar, aku lebih banyak tidur.
Karena udara yang sejuk di dalam ruang bioskop, membuatku mudah sekali terlelap. Berbeda saat berada di ruang penumpang.
"Rum, bangun Rum. Filmnya udah selesai. Arum bangun, Rum, Arum …."
Terdengar suara Lia membangunkan aku.
Perlahan aku membuka mata, lalu melihat jam di tangan. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul sebelas malam. Orang-orang yang tadi berada di dalam bioskop, sudah tak ada lagi. Aku segera bangkit dari duduk dan berjalan keluar bioskop.
"Bagus nggak filmnya, Li?" tanyaku, saat kami berjalan ke tempat tidur kami.
"Bagus banget, horor abis," jawab Lia. Dia lalu menceritakan kisah dalam film itu, yang membuatku bergidik. Beruntung tadi aku tidur, jadi tak harus melihat adegan mengerikan dalam film tersebut.
"Li, perasaanku kok nggak enak ya," kataku, saat kami sudah sampai kembali di ranjang kami masing-masing.
"Udah akh, jangan ngaco. Ayo tidur, biar nggak kerasa gerah," kata Lia.
Dia lalu merebahkan badannya dengan posisi miring menghadapku. Aku mengikutinya, merebahkan tubuh. Meskipun dalam hati ada perasaan tak nyaman. Entah kenapa.
***
Bersambung

Bình Luận Sách (845)

  • avatar
    Afzy Afzy

    sangat bagus

    13d

      0
  • avatar
    fadilahsaidatul

    kenapa aku tidak ada

    20d

      0
  • avatar
    XxyghMinah

    suka sama cerita tentang horor Kalimantan gini

    28d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất