logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Cerita Mistis di Kapuas Hulu

Cerita Mistis di Kapuas Hulu

Ryanti


Chương 1 Berangkat ke Pulau Kalimantan

Cerita Mistis di Kapuas Hulu
Part 1
***
Kisah nyata tahun 2016 dengan sedikit bumbu
***
Hari Kamis pagi, sekira pukul delapan, rombongan peserta program transmigrasi sudah berkumpul di halaman museum transmigrasi yang berlokasi di salah satu kabupaten yang ada di Pulau Sumatera. Ada sebanyak 40 orang kepala keluarga yang akan diberangkatkan ke Pulau Kalimantan, tepatnya ke Desa Trans Baru Kirinangka, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Aku dan Lia, adalah seorang tenaga bidan dan guru yang ikut serta diberangkatkan ke sana. Kami berdua ditugaskan dari instansi masing-masing untuk mendampingi para peserta transmigrasi tersebut selama enam bulan di Desa Trans Baru Kirinangka. Dinas instansi tempat aku dan Lia bekerja memang sengaja memilih seorang tenaga bidan dan guru yang belum berkeluarga, dengan harapan bisa kerasan tinggal di pemukiman transmigrasi itu.
Tak lama berselang, Bapak Kepala Dinas Transmigrasi Kabupaten tiba di tempat dimana kami sedang berkumpul. Beliau lalu memberikan pengarahan. Yang intinya, beliau mengharapkan agar para peserta program transmigrasi bisa bersabar dan rajin dalam menggarap lahan yang telah disediakan oleh pemerintah. Jangan mudah berkeluh kesah dan berputus asa, karena sudah banyak contoh peserta transmigrasi yang hidupnya berhasil. Dalam artian, mereka berkecukupan secara materi. Yang pada awalnya di kampung asal mereka tak memiliki apa-apa, setelah ikut program transmigrasi mereka bisa mempunyai kehidupan yang layak dan materi yang cukup, dari hasil mengolah lahan yang diberi pemerintah.
Setelah selesai mendapatkan pengarahan, rombongan peserta program transmigrasi diperintahkan agar segera naik bus yang akan membawa kami ke Dinas Transmigrasi Provinsi untuk kembali mendapatkan pengarahan dan uang pesangon.
Seketika tangis haru mewarnai keberangkatan kami. Para keluarga yang mengantar kepergian kami, saling bertangisan. Aku dan Lia pun ikut hanyut dalam suasana haru itu. Sesekali kami ikut mengusap air mata, saat menyaksikan mereka saling berpelukan dan bertangisan. Saling memberikan support sebagai kata perpisahan.
Ada dua bus yang membawa kami menuju ke Dinas Transmigrasi Provinsi. Sesampainya di sana, kami diberi pengarahan dan uang pesangon, juga beberapa buah barang, seperti karpet, selimut dan bantal. Selepas zuhur, kami diberangkatkan menuju Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Selama dalam perjalanan menuju ke pelabuhan, kami dua kali berhenti di sebuah rumah makan, tentu saja untuk makan dan beristirahat sejenak. Menjelang waktu magrib, bus yang kami tumpangi baru sampai di pelabuhan.
Kami mendapatkan informasi, kalau kapal yang akan membawa kami ke Kalimantan, baru datang besok pagi. Akhirnya kami menginap di pelabuhan. Jadilah tempat menunggu penumpang kapal penuh sesak oleh peserta rombongan.
"Rum, kamu nggak tidur?" tanya Lia, begitu dilihatnya aku masih saja duduk di kursi ruang tunggu. Sementara dia sudah menggelar karpet yang didapat dari Dinas Transmigrasi Provinsi dan tidur di atasnya, berjajar dengan peserta rombongan yang lain.
"Aku belum ngantuk, Li," jawabku, padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Tapi entah kenapa mataku terasa sulit untuk dipejamkan.
Aku menarik napas panjang. Lalu mengamati sekeliling. Semua orang sudah tertidur dengan pulas, begitu juga Lia. Pikiranku melayang. Membayangkan seperti apa tempat yang akan aku tinggali selama enam bulan nanti. Entah kenapa, aku merasa akan menemui hal yang membuat tidak nyaman.
***
Menjelang waktu subuh, orang-orang mulai bangun dan mengantri untuk mandi. Begitu juga dengan aku dan Lia. Setelah mandi dan salat subuh, aku kembali duduk di kursi ruang tunggu. Mataku rasanya sangat mengantuk, karena semalaman aku tak bisa tidur sedikit pun.
"Rum, kita nyari sarapan yuk," ajak Lia sambil menarik tanganku.
Dengan malas aku beranjak dari duduk dan berjalan mengikuti Lia mencari sarapan.
"Mau sarapan apa kita, Rum?" tanya Lia. Kami sudah berada di antara para pedagang yang ada di pelabuhan.
"Aku mau makan pop mie aja, Li. Yang cepet dan praktis."
Entah kenapa, aku agak khawatir kalau harus membeli makanan di pelabuhan seperti ini. Yang belum terjamin kebersihannya, menurutku.
Kami pun mencari penjual pop mie dan meminta untuk menyeduhnya. Setelah itu kami kembali ke ruang tunggu dan makan di sana.
"Li, perasaanku kok nggak enak ya," kataku, saat kami tengah makan pop mie.
Lia menghentikan makannya dan menoleh ke arahku.
"Nggak enak gimana maksudnya, Rum?" tanya Lia.
"Ya nggak enak aja. Kayak mau terjadi sesuatu gitu."
"Hush … jangan ngaco akh. Udah habisin itu makannya, nanti kapal datang biar langsung naik," kata Lia.
Sekitar satu setengah jam kemudian, kapal yang akan membawa kami ke Pulau Kalimantan datang. Segera kami naik dan mencari tempat untuk bisa beristirahat.
Di dalam kapal itu, tak ada bangku. Semua berupa tempat tidur bertingkat. Aku langsung merebahkan badan, begitu mendapatkan tempat dan tak lama kemudian sudah tertidur dengan nyenyak.
***
"Rum … Arum bangun, Rum. Sudah mau zuhur, mau salat bareng nggak?"
Samar-samar aku mendengar suara orang memanggil namaku sembari menggoyang-goyangkan tanganku.
Perlahan aku membuka mata, lalu mengucek-uceknya, karena masih merasa sangat mengantuk. Tampak Lia sedang duduk di sebelahku sambil membawa mukena dan sajadah di tangannya.
Aku melihat jam di pergelangan tangan, waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Hampir menjelang zuhur. Ternyata aku tidur cukup lama juga. Mungkin karena semalam aku tak bisa memejamkan mata.
"Mau salat bareng nggak?" Lia mengulangi pertanyaannya.
Aku segera bangkit dari tidur dan duduk. "Memangnya di mana musalanya, Li?"
"Tuh di atas. Tadi aku udah muter lihat-lihat."
Lia lalu bercerita, kalau di dalam kapal yang kami tumpangi ada bermacam ruangan. Dia sudah melihat-lihat. Bahkan bioskop pun ada di dalam kapal ini. Jika ingin menonton, cukup membayar uang tiket masuk sebesar lima belas ribu rupiah saja.
"Kapan-kapan kita nonton bioskop ya, Rum," kata Lia.
Aku mengernyitkan kening. Kapan-kapan? Memangnya kami akan berapa lama berada di atas kapal ini, aku membatin.
"Memangnya kita mau berapa lama di kapal, Li?" tanyaku.
"Tadi aku sempat tanya-tanya sama awak kapal. Katanya sih paling lama tiga hari."
"Apa? Tiga hari? Lama amat?" tanyaku setengah tak percaya.
Alangkah lamanya selama tiga hari berada di atas kapal, di tengah laut. Mengerikan sekali. Lalu bagaimana jika terjadi hal yang buruk saat kapal sedang berada di tengah laut? Aku bergidik membayangkan hal itu. Sungguh sama sekali tak pernah menyangka sebelumnya, harus melakukan perjalanan dinas seperti ini.
"Rum, kok malah ngelamun. Mau ikutan salat nggak? Ke atas yuk," kata Lia sambil menepuk pundakku.
Dia lalu turun dari ranjang dan berdiri menungguku.
"Eh … iya, mau," kataku seraya mengambil mukena dan sajadah dari dalam tas.
Kami lalu menuju ke musala.
***
Bersambung

Bình Luận Sách (845)

  • avatar
    Afzy Afzy

    sangat bagus

    13d

      0
  • avatar
    fadilahsaidatul

    kenapa aku tidak ada

    21d

      0
  • avatar
    XxyghMinah

    suka sama cerita tentang horor Kalimantan gini

    28d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất