logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 5 Berbohong

"Kalau, memang kamu sudah punya calon, segera pertemukan sama Papa. Papa ingin berkenalan dengan dia," pinta Papa.
"I ... iya Pah," sahutku.
"Secepatnya, ya, Nisa!" Papa, memintaku untuk segera membawa Bagas ke hadapannya.
"Iya, Papa, Iya. Nanti Anisa, bawa calon Anisa, supaya segera ketemu sama Papa langsung." Aku menyahut ucapan Papa, walaupun dengan sedikit gugup.
Aku merasa tidak yakin, bisa melakukan semua ini. Aku begitu kepedean, menyebut Bagas adalah calon suamiku. Padahal aku belum tahu, perasaannya kepadaku. Apakah dia suka, atau tidak kepadaku?
Duh bagaimana ini?
Sedangkan tadi, saat ketemuan pun hanya berkenalan biasa saja, bukan sedang mengungkapkan rasa, dari hati ke hati.
'Biarlah Bagas urusan nanti, yang penting sekarang aku mengamankan diri, dari perjodohan dengan manusia yang bernama Andre. Orang terjutek, terdingin sedunia. Beda sekali dengan Bagas yang supel, sehingga membuatku jadi cepet akrab.' Aku bergumam dalam hati.
"Baiklah Om, kalau begitu Andre pamit dulu, ya! Andre mau balik ke kantor," pamit Andre.
Andre pun, pamit untuk kembali ke kantornya.
"Iya, Nak Andre, silakan! Sekali lagi maafin Om, ya. Sudah merepotkan Nak Andre, jauh-jauh datang kemari, ternyata zonk." Papa mengizinkan, Andre untuk pamit. Ia pun terus saja meminta maaf, sampai berkali-kali. Membuatku, merasa bersalah saja.
"Iya Om, tidak apa. Anggap saja, Andre sedang bersilaturahmi," ujar Andre.
"Kamu, memang anak yang baik, Nak," puji Papa.
Papa, seperti nya sangat menyukai Andre, ia terus menerus memujinya.
"Terima kasih, Om," sahut Andre. Ia pun berjabat tangan dengan Papa, bahkan sampai mencium tangan Papa, secara takzim.
"Assalamualaikum," ucap Andre lagi. Ia mengucapkan salam, sambil berlalu pergi dari hadapan kami.
"Waalaikumsalam," jawab kami serempak.
Andre pun keluar, dari ruangan Papa tanpa melirikku sama sekali. Sikapnya kepadaku, berbeda seratus delapan puluh derajat, dengan sikapnya kepada Papa. Andre begitu sopan, kepada Papa. Tetapi kepadaku, seperti dengan musuh bebuyutan. Apa ini karena penolakanku? Entahlah. Karena semenjak awal kami bertemu, sikapnya padaku memang kurang bersahabat.
"Tuh, lihat, Nisa! Walaupun, kamu menolak perjodohan dengan, Andre. Tetapi, Andre masih begitu hormat, sama Papa." Papa, menunjuk ke arah pintu, dimana Andre barusan pergi.
Padahal, orangnya sudah tidak kelihatan lagi. Papa, terus saja memuji Andre, membuatku menjadi muak. Andai Papa tahu, dengan apa yang aku rasa.
"Nisa, anak jaman sekarang, sudah jarang yang memiliki sifat seperti, Nak Andre. Makanya, Papa ingin supaya dia, yang menjadi jodohku. Tetapi, kamunya malah menolak. Jujur, Papa kecewa, " sahutnya. Papa.
Ia, mengomentari sikap Andre, yang ramah, terhadap Papa tadi. Papa juga, mengungkapkan, kalau Papa telah kecewa, dengan penolakanku barusan.
"Mungkin, ia begitu karena Andre segan, sama Papa. Sehingga, ia bersikap seperti itu. bukankah, Papa dan Andre adalah rekan bisnis? Makanya, ia sopan sama Papa," sahutku. Aku mengomentari pendapat Papa, tentang Andre dan menerangkan persiku, dalam menilai Andre.
"Ya sudah, pokoknya Papa mau, kamu bawakan calonmu itu, ya! Jangan kelamaan, besok juga, kalau dia ada waktu, ajak ketemu sama Papa." Papa memberi perintah, kepadaku.
"Iya, Pah, sahutku lirih.
"Terserah kamu, mau kamu ajak ke rumah, ataupun langsung dibawa ke kantor."
"Iya, Pah. Nanti Anisa bawa, kok, orangnya untuk dikenalin sama Papa. Papa tenang aja, ya," sahutku, meminta Papa supaya sabar menanti kedatangan calon suamiku itu.
"Iya, Nis, Papa tunggu!"
"Ya sudah, Anisa pulang, ya Pah! Anisa capek, mau istirahat." Aku pamit, kepada Papa.
Aku beralasan kepada Papa, kalau aku capek ingin istirahat. Padahal kenyataannya, aku malas harus ditanyakan terus, tentang calon suamiku itu.
Aku akan pulang dan mencari cara untuk masalah ini. Kalau perlu, aku akan meminta Ratna untuk membantuku. Ratna pasti punya jalan keluar, tentang masalahku ini.
"Ya udah, kamu hati-hati di jalan, ya sayang! Jangan kebut-kebutan," pesan Papa.
"Iya, Papaku sayang. Anisa, pulang ya, Pah. Assalamualaikum," ucapku pamit, sambil memeluk Papa, mencium pipi kiri dan kanannya, serta punggung tangan Papa.
"Waalaikumsalam, dasar anak manja," sahut Papa, sambil melerai pelukan dan mengusap pucuk kepalaku dengan lembut.
Aku pun segera pergi dari ruangan Papa, sambil menenteng tas selempangku, serta mengalungkannya di leher dengan posisi menyamping.
Aku berjalan melewati meja sekertaris Papa, yang bernama Mbak Irma tersebut. Kebetulan Mbak Irma sedang menulis di mejanya.
"Mbak Irma, aku pulang dulu, ya! Assalamualaikum," pamitku, sambil mengucapkan salam.
"Iya, Mbak Anisa. Hati-hati di jalan ya," sahutnya.
"Iya Mbak, terima kasih peringatannya."
"Sama-sama," sahut Irma.
Aku pun kembali berjalan keluar, dari kantor Papa. Aku menuju tempat parkir, dimana mobilku sekarang berada. Saat aku sampai ke parkirkan, aku dikejutkan, dengan orang yang tiba-tiba berbicara kepadaku. Tanpa tahu dari mana asalnya.
"Hey, Anisa, anak Papa yang manja! Kamu mau kemana?" tanyanya.
Aku pun celingak-celinguk, mencari sumber suara tadi. Tetapi tidak ada satu orang pun disana, aku pun heran. Siapa yang memanggilku, bahkan tahu siapa namaku, serta ada embel anak manjanya.
Setelah tidak kudapati ada orang, aku kembali berjalan mendekati mobilku. Aku pikir itu mungkin halusinasiku saja. Namun saat aku akan membuka pintu mobil, suara itu kembali ada.
"Hey, Anisa, kenapa kamu tidak menjawab ucapanku?" katanya.

Aku pun kembali mengedarkan pandangan, ke sekelilingku. Tetap saja tidak kudapati siapa pun di sana, hanya ada tulang parkir. Tetapi tidak mungkin dia, karena tukang parkir tahu siapa aku dan tidak sedang berbicara.
Tidak mungkin juga, dia berkata seperti itu. Bahkan mengucapkan namaku langsung pun, ia tidak pernah. Tetapi, selalu ada embel Non, atau Mbak.
"Aku di sini, anak manja!" katanya lagi. Setelah itu, dari sebuah mobil yang tepat berada di sampingku. Ada orang, yang membuka kaca jendela mobil bagian depan.
Setelah terbuka, baru aku tahu siapa yang dari tadi memanggilku. Rupanya Andre yang melakukannya, ia belum pergi dari kantor Papa, atau mungkin juga sengaja sedang menungguku.
"Ada apa, kenapa terus memanggilku? Pakai embel anak Papa manja lagi," tanyaku kepada Andre.
"Emang kenyataannya kan, kamu itu anak Papa yang manja," sahutnya enteng.
"Ih, dasar nyebelin. Kamu itu sebenarnya, mau apa sih? Mau bikin gara-gara sama aku?" tanyaku, sambil menyelidik apa maksud dari ucapan Andre tersebut.
Aku tidak suka, jika di bilang anak manja. Makanya, aku tidak mau dijodohkan sama Andre.
"Terserah, kalau kamu memang merasa aku membuat gara-gara. Dadah, anak Papa yang manja!" ucapnya, sambil melajukan mobilnya dan membunyikan klakson sekeras mungkin. Membuat aku melongo dan dibuat jengkel olehnya.
"Dasar, Andre nyebelin!" teriakku.
"Ada apa, Non Anisa? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Mang Parkir, saat dia mendekatiku, menjadi malu.
Bersambung ...


Bình Luận Sách (5)

  • avatar
    SDiyah

    wow🥰🥰

    07/02/2023

      0
  • avatar
    Adi Kuncung

    adi

    25/07/2022

      0
  • avatar
    AssulthoniHafsin

    bagus banget

    19/06/2022

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất