logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

The Wedding Lover

The Wedding Lover

Irma Afiani


Chương 1 Prolog

Pagi cerah menyambut bergantinya hari. Suasana jalan masih sangat sepi. Hanya beberapa mobil saja yang lalu lalang atau terparkir di pinggiran jalan.
Matahari sudah bersinar cerah dan hangat, cahaya berkilau menerpa dedauan. Burung berkicau sambil beterbangan kian kemari. Namun, masih banyak pintu-pintu rumah dan apartemen masih tertutup rapat dan masih sedikit juga toko yang buka.
Jalanan terlihat masih lengang dengan angin semilir yang menerpa, terasa dingin. Satu dua burung hinggap di pagar-pagar, lalu terbang dan menyuarakan kicauan yang menyemarakan pagi.
"Selamat pagi," seakan burung-burung kecil yang melintas itu, mengucap kata untuk menyambut hari yang cerah.
Beberapa tuna wisma berjaket dan berselimut tebal, masih terlihat asyik dengan tidurnya di pinggiran toko. Sepertinya mereka masih berada di dunia mimpi yang indah dan berharap tidak segera terbangun.
Ada juga beberapa remaja tanggung dengan berkaos dan celana pendek atau seragam olah raga, riang bernyanyi sambil berjoget sesuka hati. Mereka tergelak bebas tanpa kesedihan, begitu ceria.
Orang-orang masih belum banyak yang melakukan aktivitas di luar rumah. Mungkin mereka masih sibuk dengan aktivitas paginya di rumah masing-masing, sedang sarapan pagi, mandi, senam atau juga masih terlelap.
Seorang gadis cantik dengan tubuh langsing sudah melangkah ceria di pagi itu. Wajahnya yang cantik dan kulitnya yang putih mulus berkilau begitu indah diterpa sinar mentari pagi.
Rambut pirangnya yang dibiarkan terurai berayun manis ditiup angin. Senyum ramah tersungging di bibir merah mudanya dengan tatapan mata yang begitu teduh bersahabat.
"Selamat pagi, selamat pagi semua," suara ramah itu seakan ikut menyemarakan pagi dan menjadi sesuatu yang ditunggu semua orang.
Dengan ramah dia menyapa setiap orang yang ditemuinya. Tawa renyahnya terdengar menyertai ucapannya. Tak terkecuali, beberapa tuna wisma yang mengenalnya.
Bahkan dia, dengan sopan dan senyum ramahnya memberikan sebuah bungkusan kepada seorang tuna wisma yang menyapanya sambil tersenyum.
"Doris, tolong dibagikan ya. Terima kasih," ucapnya dengan suara bersahabat dan senyum tulus.
"Terima kasih, dokter," ucap tuna wisma itu dengan wajah begitu bahagia dipenuhi senyuman.
"Semoga harimu menyenangkan, Doris," balas gadis cantik itu ramah. Senyum terus terulas di bibirnya dengan kedua tangannya melambai.
Dibawanya langkah ringan itu menuju sebuah kedai kopi sederhana langganannya. Begitu pintu kedai itu terbuka, seraut wajah ramah, pria berkulit hitam menyambutnya dengan senyum.
"Selamat pagi, dokter. Lihat, pesananmu sudah aku siapkan. Seperti biasa," ujarnya ramah dan sopan. Gadis itu tersenyum ramah.
Pria itu menunjuk, lalu menyerahkan beberapa gelas kopi kepada gadis itu. Gelas kopi yang sudah ditatanya begitu rapi di tempat khusus.
"Hei, selamat pagi. Kau yang terbaik. Terima kasih Jacky."
Gadis itu menerimanya dengan senyum dan mata yang berbinar, lalu dia segera mengeluarkan beberapa lembar uang kertas dari dompetnya untuk membayar pesanannya.
"Bye Jacky, have a nice day," ucap gadis itu sedikit berteriak.
Gadis itu melambai dan melangkah ringan keluar dari kedai kopi tersebut. Tanpa lupa mengulas senyum pada semua orang yang ditemuinya.
Langkahnya terus terayun ringan menuju sebuah rumah sakit besar di kota kecil itu. Bangunan kuno bercat putih dan berjendela besar-besar itu, menjadi tempatnya untuk menghabiskan hari.
"Selamat pagi, dok," sapaa ramah dari seorang security yang berjaga di pos depan.
"Selamat pagi, ini kopi paginya. Selamat bekerja," jawab gadis itu dengan senyum.
Gadis itu dengan segera memberikan segelas kopi kepadanya. Security itu terlihat senang. Senyum ramah terulas di bibir pria hitam, bertubuh besar itu.
"Terima kasih, dok," ucap security itu ramah, sambil mengambil kopi yang disodorkan gadis cantik itu.
Gadis itu tersenyum ramah lalu kembali melangkah memasuki bangunan bercat putih berjendela besar-besar dan memiliki beberapa lantai itu.
"Hei doc, good morning," sapa seorang petugas wanita yang berjaga di meja depan, senyum ramah terulas di bibir wanita itu.
"Good morning, Jean," jawabnya ramah.
Gadis itu tak lupa tersenyum lalu dia kembali memberikan segelas kopi kepada petugas wanita itu.
"Thank you, doc!" seru wanita itu senang.
Petugas itu mengangkat gelas kopi yang barusan diberikan gadis itu. Gadis itu tersenyum tanpa menjawab. Langkahnya terus terayun menyusuri selasar rumah sakit.
"Hei, my best friend," suara lembut seorang wanita berambut keriting menyapanya. Senyum merwkah di bibir tipis wanita berparas manis itu.
"Hei, Claire. Ini kopi pesananmu."
Gadis itu memberikan satu gelas kopi kepada wanita bernama Claire tadi. Claire tersenyum sambil tangannya mengambil kopi yang diberikan gadis itu.
"Dokter, kau sudah ditunggu pasien-pasienmu."
Claire menunjuk ruang tunggu yang kursinya sudah terisi hampir penuh. Tidak lupa Claire menyerahkan lembaran data pasien kepada gadis itu.
Gadis itu tersenyum sambil menerima data yang diserahkan Claire, lalu mengangguk. Ia memasuki ruangannya dengan langkah ringan.
"Thanks for coffee, doc," teriak Claire dengan senyum.
Gadis itu menatapnya lalu tersenyum. Dia bersiap di mejanya. Membuka satu persatu data pasiennya. Lalu menatap pasiennya satu persatu. Senyumnya diumbar.
"Hari sibuk akan dimulai," ucapnya pelan dengan senyum. Sebentar dia mengecek ponselnya dan merubahnya ke nada getar. Lalu menyimpannya di atas meja.
"Siap untuk hari ini," gumamnya dengan tangan terkepal, seakan menyemangati dirinya.
Dia kembali tersenyum menatap tumpukan data pasien di atas meja yang akan menyibukkan harinya.
Wajah itu terlihat tenang, tak ada sedikit pun terlihat kesal di sana mendengar serentetan keluhan dan rengekan pasiennya. Senyum ramah terus terukir manis di bibir merah mudanya.
Lalu satu persatu pasien dipanggil dan diperiksa dengan sangat teliti, lalu diberikan saran untuk terus hidup sehat. Nada lembut dan senyum ramah terus diberikan.
"Tidak takut disuntik yaa," bujuknya lembut pada salah seorang pasiennya.
"Bisa minum tablet yaa," rayunya dengan suara lembut.
"Sayang, sudah besar sekali. Kenapa lagi kakinya, bisa lecet seperti ini? Tolong kamu tidak main di lapangan berbatu, ya."
Serta sejumlah bahasa dan kata lembut dan begitu penuh kasih akan keluar begitu lancar dari mulut gadis itu. Sampai semua pasien tertangani.
Ketika hari mulai beranjak sore, matahari mulai memancarkan warna jingga nan cantik. Gadis itu selesai dengan semua kesibukannya.
"Lelah," ucapnya pelan. Gadis itu masih duduk di tempatnya. Menyibukkan diri dengan segala keluh kesah pasien yang tertulis dalam catatannya.
Gadis itu masih akan betah duduk di sana sampai senja menghilang dan berganti gelap yang datang menyelimuti.
"Hariku sempurna. Pasien-pasien tersayangku tertawa senang, sehat dan kembali ceria," ucapnya dengan senyum.
Tubuhnya belum lagi terangkat dari kursi empuk yang diduduki. Tangannya masih asyik bergerak teratur mencoretkan data hasil pemeriksaan.
"Aku lelah, tapi aku bahagia dan aku tidak rasanya tidak butuh apa pun, termasuk Dex."
Mata itu terlihat berbinar dengan senyum terkembang begitu manis.

Bình Luận Sách (163)

  • avatar
    Aninar Naya

    novel nya sangat bagus

    11/02

      0
  • avatar
    RfqhRatu

    bagussss bangettt

    09/02

      0
  • avatar
    Mutiara SidikFiska

    best novel

    04/02

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất