logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 3 Kue Dari Ibu

Laisa sudah bersiap pergi ke sekolah. Ia tampil beda dengan ikat rambut di kepala belakang bagian tengah. Biasanya rambut pirangnya digerai. Lurus menutupi bahu. Hari ini cuaca terlihat lebih cerah dari biasanya. Kemungkinan matahari akan terik sehingga gadis ini memutuskan menguncir rambut.
Ibu sudah sibuk bermain alat dapur dari ayam berkokok. Tak seperti biasanya, sedari subuh tadi ibu membuat adonan kue untuk laki-laki yang kemarin memberi bantuan kepada putrinya. Ibu memang terkadang berjualan kue di pasar, namun hanya untuk hari Minggu. Sedang hari ini tidak ada jadwal ke pasar. Bahan belanjaan untuk nanti sore juga biasanya diantar oleh pedagang keliling.
Tampaknya Laisa memberi tahu perihal laki-laki itu, sekali lagi tanpa menyebutkan nama. Ibu meminta Laisa mencari tahu namanya, bahkan mengundang untuk makan malam ke rumah. Selain itu, ibunya menitip pesan ucapan terimakasih sudah menolong putrinya yang terluka.
"Ibu, Laisa berangkat sekolah dulu."
"Iya Nak, hati-hati. Jangan lupa titipkan pesan Ibu kepada anak laki-laki itu."
Laisa tidak menjawab. Malas sekali pagi-pagi sudah membahas pria tidak jelas itu.
"Laisss!"
"Iya Ibu, akan Lais sampaikan ke dia."
“Ibu tahu, di usiamu yang masih remaja ini mungkin berpikir ibu sudah mengarahkan putrinya untuk mengenal laki-laki, begitu kan? Tidak Nak, itu sebagai pembelajaran saja biar kamu lebih menghargai pertolongan orang lain. Entah itu dari kaum laki-laki atau kaum perempuan. Selama dia baik juga tidak ada salahnya dijadikan teman. Kamu harus mulai membuka diri dengan semua orang Nak. Ibu juga tahu 16 tahun itu masa meraih cita-cita, bukan cinta. Jadi anggap saja laki-laki itu sebagai temanmu yaa.”
Ibu Laisa selalu mewanti-wanti karakter anaknya yang masih kurang bersosialisasi dengan orang di sekitarnya. Ia khawatir jika anaknya itu benar-benar tidak memiliki teman. Selama bersekolah SD dan SMP dulu tidak ada satupun teman yang dekat dengannya. Hal itu membuat ibu semakin cemas, karena Laisa juga jarang menceritakan masalah pribadinya kepada sang ibu.
“Hufftt... Baik Bu, Laisa ikut perkataan ibu.”
Hari ini Laisa tidak jalan kaki lagi. Ia sudah ditunggu oleh sopir truk yang terkadang memberinya tumpangan. Sopir itu ternyata diminta berhenti oleh Ibu pasca kekhawatiran atas kejadian kemarin. Laisa tetap harus ada yang mengantar. Namun lantaran ia tidak memiliki kendaraaan dan terbatasnya uang, maka truk menjadi alternatif solusi akan hal tersebut.
Sampai di depan gerbang sekolah, truk berhenti lantas melaju dengan cepat. Laisa tak lupa mengucapkan terimakasih kepada sopir yang sudah memberinya bantuan. Di gerbang, seperti biasa. ia bertemu dengan satpam sekolah.
"Good morning Sir! How are you today?"
Ucap Laisa dengan bahasa asing. Setelah hari pertama itu, guru-guru memberikan peraturan bahwa di lingkungan SMA Semesta hanya memperbolehkan siswanya berbahasa Inggris, Arab atau Mandarin. Intinya menggunakan bahasa asing untuk mengasah kemampuan verbalnya. Apalagi sekarang bahasa sudah menjadi bagian yang urgen dalam kehidupan sehari-hari.
" I am fine Laisa. You look so pretty today. Have a nice day Laisa!"
“Thank you, Sir. Oh, I am sorry sir, almost forget. My mother gives it to you for having breakfast."
Laisa nampak memberikan sekotak kue kepada satpam sekolah. Ia lantas mengucapkan terimakasih atas kebaikan Laisa dan Ibunya.
Laisa masuk sekolah tanpa terlambat. Masih ada waktu sekitar 5 menit untuk melewati lorong dan mencari kelasnya. Ini merupakan hari kedua bagi Laisa. Ia masih lupa-lupa ingat dimana ruang kelasnya sendiri. SMA Semesta sungguh luas bangunannya.
"Heh, lo ngapain jalan kaya orang bingung gitu?"
Ucap seorang pria yang tiba-tiba membuatnya terkejut. Laisa agak salah tingkah dengan kelakukannya.
"Kamu laki-laki yang kemarin ya?"
"Kemarin mana emangnya? Kita pernah ketemu kapan?"
Dema memang jago di bagian berbohong dan memberi pelajaran kepada orang lain. Apalagi mendapati Laisa yang tampak begitu polos. Ia malah semakin liar dengan gaya humorisnya itu. Laisa semakin bingung dibuatnya.
"Saya ingat, kamu lelaki kemarin yang mengantar saya pulang kan. Meskipun saya pelupa - katamu tetapi saya tidak akan salah di bagian ini."
"Are you sure that I am a man that you think?"
Dema berusaha meyakinkan dengan gaya bahasanya yang cepat dan lugas.
"Yeah, certainly".
"What do you want?"
Dema mengarahkan jari telunjuknya di depan wajah Laisa bak mengancamnya, tetapi sekali lagi itu hanya gertakan biasa. Tidak ada keinginan untuk memarahi atau bermain fisik.
"Kamu bisa tidak lebih halus kepada perempuan?'"
Laisa agak naik pitam. Laki-laki itu merusak mood paginya yang tersusun rapi dan elok. Dalam beberapa waktu sudah berubah sedemikian rupa.
"I just want to give some cakes to you. This is from my mother who gets difficult to make it."
"Ha? What do you mean?"
"I think enough for describing, I'd like to go to class. This is for your, a special cake!”
Laisa memberikan kue itu kepada Dema dan memberi penekanan kata di bagian ‘a special cake’. Ia langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun, malas berhadapan dengan pria sombong sepertinya. Bahkan Laisa belum bertanya tentang namanya. Ibu pasti akan menanyakan hal tersebut.
"So arrogant!"
Teriak Dema sembari melototkan matanya. Ia kesal dengan sikap dingin Laisa kepadanya.
Laisa yang berjalan di depan sempat mendengar kata yang keluar dari mulut pria itu.
"Dasar laki-laki aneh!"
Ucap Laisa berusaha bodo amat kepada pria itu.
***
Di kelas, dua orang ini tetap duduk bersebelahan. Namun tetap saja keduanya saling diam. Antara saling 'jaim' dan malas memulai percakapan terlebih dahulu. pada akhirnya, perang dingin mereka berakhir ketika guru menyampaikan perihal Olimpiade Nasional yang sebentar lagi akan digelar. SMA Semesta menargetkan ada satu tim yang mewakili sekolah dalam event tersebut. Diutamakan siswa yang berasal dari kelas X agar memiliki pengalaman dalam berbagai ajang lain kedepannya.
ketika diberi penawaran, Laisa dan Dema langsung tunjuk tangan, disusul oleh gadis-gadis lain yang merasa senang ketika Dema mengikuti event ini.
"Karena yang mendaftar cukup banyak dan yang terpilih hanya tiga siswa, maka akan dilaksanakan seleksi terlebih dahulu. Seleksi dilaksanakan tiga hari lagi setelah pulang sekolah. Silahkan bisa dipersiapkan dengan baik. Buktikan kalian bisa lolos dan mampu bersaing dengan sekolah lain yaa."
Ucap guru kelas menutup pembelajaran hari itu.
Sebetulnya Laisa sudah mengetahui event ini sejak lama. Ia juga sudah mempunyai target untuk menjadi bagian tim. Gadis pintar ini sebelumnya sudah terbiasa mengikuti event olimpiade di sekolah sebelumnya dan sering pula mendapat predikat juara. Maka awal masuk di sekolah ini, ia ingin membuktikan kalau siswa dari kalangan bawah tetap bisa menunjukkan prestasinya. Ia yakin akan bisa mendapatkan kursi itu.
"Laisaa!"
Tiba-tiba Dema memegang tangan Laisa, menahannya untuk jangan pergi terlebih dahulu. Laisa tanpa basa-basi langsung melepas pegangannya.
"Kenapa?"
Ucapnya begitu singkat. Dema imenunjukkan sikap gemasnya melihat Laisa yang hanya merespon seuntai kata, namun ia tahan.
"Thank you for giving me this cake. Its taste is so sweet. I like it so much."
"Ya. You are welcome. Let me go right now, yah."
"Wait!"
"Anything else?"
"May I know about your full name?"
"Hmm. You can call me Laisa Ayki."
"Oke, a great name."
“Ha? Saya tidak salah mendengar kan, Tuan Muda yang terhormat?”
“Hmmm.. Sorry, gue tadi keceplosan bialng gitu.”
Dema mendadak dibungkam dengan kata-kata yang keluar dari mulut Laisa. Ia smalu dan seperti terkena sihir, terkagum -kagum dengan Laisa. Bukan perihal fisik atau wajahnya yang juga manis, namun dengan kemampuan yang ia miliki. Sebelumnya Dema sudah mencari tahu tentang Laisa di situs internet. Banyak sumber yang menampilkan jika perempuan ini memiliki jejak prestasi yang cukup banyak. Sama ambisiusnya dengan Dema.
"Oh ya, siapa nama kamu tadi?"
Laisa akhirnya bertanya. Dema padahal sudah menunggu pertanyaan itu sedari tadi.
"Dema Sudira Husada."
"Kamu dari kelurga Husada?"
"Iya, Laisa. Why you ask me about them?"
Laisa diam. Dia tidak menjawab pertanyaan dari Dema. Laisa berlari ke sudut skolah, ke sebuah taman yang jauh dari keramaian. Ia menangis disana, sesenggukkan dan semakin kencang. Beberapa siswa terheran dengan tangisannya, berusaha menenangkan tetapi juga sama bingungnya. Antara takut mengganggu dan dimarahi olehnya.
Dema yang sedari tadi mengamati Laisa juga dibuat bingung olehnya. Sikapnya absurd, tidak jelas dan semakin dipikirkan semakin membuat dia gila. Dema ingin menyusul Laisa ke tempat dia berlari, namun ia berpikir panjang dan memutuskan untuk membiarkan gadis itu menjelaskan semua itu esok. Iya, besok perempuan itu harus menjelaskan, ada apa dengan keluarga Husada baginya.

Bình Luận Sách (116)

  • avatar
    Dav

    mantap sangat seru dan menarik jadi ga bosen sama novel ini mah semoga bermanfaat buat semua orang lain 😁😁😁😁😁😁😁💗💗😁😁😁💗💗💗💗💗😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😃😃😃😃😃😃😃😃😃😃🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿😄😄😄🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿😄😄😄😄😄😄🗿 🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿😄😄😄😄😄😄😄😄😄🗿😄🗿😄😄😄🗿😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄🗿🗿🗿🗿🗿

    26/08

      0
  • avatar
    MichelleYan

    terharu dengan cerita nya

    19/08

      0
  • avatar
    AfnaniRafi

    bagus

    04/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất