logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Tidak Bisa Mengelak

“Kalau Ibu tahu dia tidak bersedia, kenapa Ibu malah mendesaknya?”
“Karena ibu sangat menyayanginya. Ibu tidak ingin ia jauh dari keluarga kita.”
“Oke, Ibu menyayanginya. Lalu bagaimana dengan aku dan dia?! Bagaimana kami menjalani rumah tangga tanpa ada rasa cinta?!”
“Kalian akan bisa saling mencintai, kalau kalian mau membuka diri.”
Eun Sun mengerang kesal, “Aku mencintai gadis lain dan Ibu tahu itu.”
“Kamu kira rumah tangga bisa berdiri tegak hanya dengan cinta? Kamu tidak lihat rumah tangga Ibu dengan Ayah? Ayah dan Ibu dulunya juga saling mencintai, tapi akhirnya ....”
“Bu, jangan bandingkan kami dengan Ayah! Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang telah dia buat.”
“Eun Sun, Heera adalah gadis yang baik. Ia akan menjadi pendamping yang baik. Selain cantik, ia akan bisa berbakti padamu, menghargai dan menghormatimu. Ibu sangat mengenalnya.”
“Bu, kumohon!” erang Eun Sun.
“Eun Sun, Ibu mohon telpon dia, minta dia ke sini. Ibu tidak akan operasi tanpa melihatnya terlebih dulu,” desak Liana.
“Bu?!”
“Eun Sun!” tegas Liana.
“Aku tak punya nomer teleponnya,” sahut Eun Sun lemah.
“Pakai ponsel ibu,” sahut Liana sambil menunjuk ponselnya yang tergeletak di atas lemari.
Eun Sun mengembuskan napas pasrah. Dengan lunglai ia mengambil ponsel ibunya, lalu membuka dan mencari nama panggil Heera di daftar panggil.
“Ponselnya tidak aktif,” katanya setelah berkali-kali mencoba memencit nama panggil Heera.
“Coba cari nama temannya, Young See.”
Eun Sun menatap ibunya yang meringis. Ia dapat membayangkan sakit yang diderita ibunya. Kembali ia mencari nama Young See dari daftar panggil.
“Hallo, Ahjumma,” sapa riang gadis di seberang sana.
“Ni aku, Eun Sun.”
“Oh, ada apa?” nada suara Young See berubah.
“Kamu tau di mana Heera?”
“Ya. Kenapa?”
“Bisa aku bicara dengannya?”
“Untuk apa? Untuk menyakitinya?!”
Eun Sun menutup ponsel dengan tangannya, berharap ibunya tidak mendengar ucapan Young See di telepon. Ia segera keluar dari ruangan.
“Tidak. Ini masalah ibuku. To …”
“Kenapa?” potong Young See. “Asal kamu tau, malam ini Heera pulang ke Indonesia, jadi kamu selesaikan saja masalahmu dengan ibumu.”
“Young S--”
Tiit. Young See memutuskan panggilannya.
Ini gawat. Ia segera masuk ke ruang inap ibunya. Terlihat ibunya masih merintih sambil memegang perut.
“Ibu, aku menjemput Heera dulu. Bila jamnya operasi, Ibu operasi saja, ya. Aku janji, akan membawa Heera ke sini,” ucap Eun Sun lalu mengecup punggung tangan ibunya.
“Ahjumma, tolong jaga Ibu!”
Bibi Chan menjawab dengan anggukan. Setelah itu keluar ruangan dengan melangkah cepat.
***
Setengah berlari ia menaiki tangga apartemen, berharap Heera masih ada. Ia tak bisa membayangkan bagaimana keadaan ibunya jika tidak berhasil menjemput Heera.
Spontan ia mengembuskan napas lega ketika melihat Heera keluar dari kamarnya sambil menyeret bagcoper. Gadis itu terhenti sejenak, lalu kembali melangkah seakan-akan tidak mengenalnya.
“Tunggu dulu!” Ia menghalangi langkah Heera.
“Apalagi?”
“Sebentar lagi ibu operasi dan dia ingin bertemu denganmu.”
“Katakan saja, aku harus pulang malam ini. Titip maafku karena tidak bisa menjenguknya,” sahut Heera sambil melangkah.
“Wait.” Eun Sun memegang tangannya, tapi gadis itu menampiknya. Maka tak ada cara lain baginya selain merebut tas yang dipegang Heera.
“Eun Sun!”
“Kumohon, kita bicara sebentar!”
“Eun ….” Young See menderap. Heera mencegahnya.
“Kita masuk dulu!” ucap Heera lalu berbalik ke apartemennya.
***
Eun Sun mengalihkan pandangannya ke arah Young See yang masih berdiri di dekat mereka.
“Bisa kamu tinggalkan kami sebentar?!”
“Tidak. Aku tidak mungkin menyerahkan sahabatku begitu saja pada laki-laki kasar sepertimu,” tukas Young See.
“Please, Young See.”
“Tidak. Aku tidak bisa mempercayaimu.”
“Young See, tinggalkan kami sebentar,” ucap Heera pelan.
“Hee .…” ucapannya terputus ketika melihat sahabatnya mengangguk.
“Awas, bila kamu macam-macam!” ancam Young See sebelum ia berlalu keluar ruangan.
Eun Sun mendeham. Betapa ia merasa tidak nyaman mengingat perlakuannya kemarin pada Heera. Andai bukan karena ibunya, ia tidak melakukan hal ini. “Ibu tak mau operasi sebelum bertemu denganmu.”
“Katakan saja kamu tidak bertemu denganku,” jawab Heera sedatar mungkin. Betapa ia sangat mengkhawatirkan Liana. Namun, ia juga harus bersikap tegas.
“Ini bukan hal gampang. Aku yakin, ibu sungguh-sungguh membatalkan operasi itu.”
“Lalu aku harus bagaimana? Menemuinya, lalu menikah denganmu, laki-laki yang sangat membenciku?” sahut Heera dengan luapan emosi. Ia masih tak bisa melupakan perlakukan Eun Sun terhadapnya. Dulu ia mengabaikan bagaimanapun sikap Eun Sun terhadapnya. Tuh, ia hanya memerlukan Liana. Namun, sekarang? Tiba-tiba perlakuan Eun Sun terhadap terasa menyakitkan.
“Hee, maafkan aku telah menuduhmu yang tidak-tidak. Ibu sudah cerita semuanya. Maafkan, aku.”
Heera terdiam. Ia melihat nada penyesalan dari suara dan wajah Eun Sun.
“Tetap saja, aku harus pergi untuk menyelesaikan masalah ini. Biar ibuku yang menjelaskan pada Omma bahwa rencana pernikahan kita tidak bisa dilangsungkan.”
“Jangan sekarang! Temui dulu ibu, lalu kita lihat perkembangan kesehatannya. Jika membaik baru kita susun rencana selanjutnya. Oke.”
Heera tak langsung menjawab. Ia masih memikirkan banyak hal.
“Mengenai tiket yang hangus, nanti aku ganti,” imbuh Eun Sun.
“Bukan itu masalahnya.”
“Sebentar lagi jamnya operasi, aku ingin ibu operasi dengan tenang karena kamu ada di sisinya. Bagaimana ke depannya, itu kita bicarakan nanti.”
Heera tercenung sesaat. Ia baru tahu, ternyata Eun Sun mirip dengan ibunya.
“Baiklah.”
“Terima kasih, Hee.”

Bình Luận Sách (85)

  • avatar
    Ameliaa Storee

    menarik

    16/07

      0
  • avatar
    N.aHusni

    semangat

    07/07

      0
  • avatar
    Dody Maulana

    seru

    22/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất