logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 6 Good Looking Nanging Ora Good Rekening

Flashback
Namaku Markonah, gadis tercantik di desaku. Semua lelaki jatuh hati kepadaku. Dengan senyumku yang menawan aku bisa membuat mereka klepek-klepek. Banyak dari mereka yang terang-terangan menyatakan perasaan sukanya kepadaku tapi aku sama sekali tidak tertarik kepada mereka. 
Sampai suatu hari seorang  pemuda dengan sepeda motor buntutnya datang ke rumahku. Dia terang-terangan mengatakan kalau ingin mengajakku menikah. Tentu saja aku menolak karena baru mengenalnya. Akhirnya dia mengajakku pacaran terlebih dahulu, jika cocok nanti bisa dilanjutkan kejenjang berikutnya.
Aku tidak tahu siapa pemuda tersebut karena sekalipun belum pernah aku melihatnya. Perawakannya tinggi, kulitnya sawo matang dan terdapat lesung pipit saat dia tersenyum. Ganteng sekali, sepertinya aku mulai tertarik kepadanya pada pandangan pertama.
Malam minggu dia mengajakku jalan, katanya biar seperti pasangan muda lainnya. Kami sepakat pergi ke alun-alun kota, biasanya di sana banyak pemuda-pemudi yang sedang pacaran.
Baru ku ketahui saat kami jalan bersama nama pemuda tersebut. Dialah Bambang Gentholet, lelaki yang mampu membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama. Kesan pertama saat bertemu aku merasa dia lah jodohku, tapi entahlah, kita lihat saja perkembangan hubungan kami nantinya.
"Dek, sudah sampai nih. Kita makan bakso yuk," ajak Bambang.
"Ayuk Bang," jawabku singkat.
Kami pun memesan dua mangkuk bakso dan dua gelas es teh. Rasanya nikmat sekali apalagi ditemani si Bambang yang ganteng ini. Di sekeliling kami juga banyak pasangan muda-mudi yang sedang berpacaran sambil menikmati bakso mereka.
Seperti kata orang kalau baru pacaran tuh makannya harus sedikit jaim, jadi aku tidak menghabiskan makanku.
"Kok tidak habis, Dek?" tanya Bambang.
"Sudah kenyang, Bang," jawabku berbohong, meski sebenarnya perut ini masih lapar.
"Biar aku habiskan, boleh?" tanya Bambang.
"Hah?"
"Mubazir Dek, sayang banget kalau dibuang."
"Tapi ini sisaku loh, Bang."
"Tidak masalah, Dek."
"Ini Bang."
'hiii, jorok kamu Bang.'
Bambang menikmati baksoku dengan lahap, bahkan kuahnya juga di habiskan. Setelah semua habis, akhirnya tibalah waktunya membayar.
"Dek, dompet Abang ketinggalan nih, tolong bayarin dulu ya"
"Hah? I-iya bang"
Aku mencoba berfikir positif, mungkin memang benar dompetnya ketinggalan. Akhirnya aku yang harus membayar makanan kami. 
Setelah membayar kamipun melanjutkan jalan-jalan. Kami duduk di dekat taman bermain anak. Sambil memperhatikan beberapa anak yang main jungkat-jungkit.
"Dek, kamu nanti kalau sudah menikah mau punya anak berapa?"
"Aku maunya punya anak tiga Bang"
"Kenapa tiga? Tidak mau banyak sekalian gitu?"
"Repot nanti ngurusnya kalau banyak-banyak, Bang. Tiga saja cukup, nanti kalau yang dua sedang berantem maka yang satu yang akan menengahi"
"Oh, begitu ya, bagus juga alasanmu, Dek."
Aku lihat Bambang terus menoleh ke arah penjual bakso bakar alias sokar, sepertinya dia kepingin makan sokar tetapi tidak berani membeli.
"Eh, dek, kamu mau bakso bakar tidak?" tanyanya ragu-ragu.
"Mau Bang." Aku yang memang menyukai bakso bakar menginyani pertanyaan Bambang.
"Kalau begitu ayo kita beli."
Diapun mengajakku ke tempat penjual sokar. Dan tibalah saatnya membayar.
"Eh Dek, aku kan tidak membawa dompet, tolong kamu bayari dulu ya" pintanya.
"Hah? Lagi? Iya deh Bang," jawabku lesu.
"Terimakasih ya Dek, selain cantik kamu itu orangnya baik banget," pujinya kepadaku.
Aku hanya tersenyum kecut mendengar pujiannya. 'Apes, apes … kenapa harus aku lagi sih yang membayar makanan.'
Setelah membayar makanan kami memutuskan untuk pulang. Aku menikmati udara malam sambil membonceng di belakang.
"Asyik ya Dek kalau tiap malam bisa jalan-jalan seperti ini." 
"Iya Bang"
'Asyik gund*lmu itu, enakan di kamu sengsara di aku.'
"Lain kali kita jalan lagi ya, Dek," ajak Bambang.
"Iya Bang."
'Enak saja lain kali, ogah aku kalau harus bayari makanan terus.'
Tiba-tiba motor yang dikendarai Bambang melambat dan akhirnya mati. Aku pun segera turun dari boncengan.
"Kenapa motornya, Bang?" Tanyaku setelah turun dari motor.
"Tidak tahu ini Dek," jawab Bambang.
Berulang kali Bambang mencoba menghidupkan sepeda motornya tetapi tidak bisa. Sampai ada orang datang dan bertanya kenapa motor kami mogok.
"Kenapa motornya, Bang?" Tanya orang tersebut.
"Tidak tahu ini, dari tadi tidak mau menyala," jawab Bambang.
"Coba di cek bensin yang masih atau tidak." Saran orang itu. Bambang pun segera membuka tangki bensin.
"Astaga, ternyata bensinnya habis."
"Di depan ada pom bensin, Bang"
"Iya Bang, terimakasih"
"Dek…."
"Hmmm….." Perasaanku sudah tidak enak nih saat dia memanggilku. 
"Aku pinjam uang lagi ya buat beli bensin," ucapnya tanpa malu.
"Hmmm…."
'Tuh kan, benar dugaanku dia mau pinjam uang lagi, ish menyebalkan sekali orang ini.'
"Nih." Dengan geram aku sodorkan uang dua puluh ribu kepadanya.
"Terimakasih ya Dek, kamu memang wanita yang sangat baik, aku jadi semakin cinta kepadamu"
'Preet …kalau kamu semakin cinta, aku malah semakin membencimu Mbang Bambang.'
Kamipun berjalan menuju ke pom bensin. Setelah diisi kami melanjutkan perjalanan pulang.
"Eh Dek, di balaikota ada pertunjukan musik jazz loh, kamu mau lihat tidak mumpung belum terlalu malam."
"Tidak," jawabku spontan.
'Bisa-bisa nanti uangku habis kalau ke sana. Beli tiket memangnya tidak butuh uang apa? Belum lagi nanti kalau di sana dia minta jajan. Hadew … repot deh.'
"Loh, kenapa Dek? bukannya kamu suka sekali dengan musik jazz?"
"Eh, anu, aku capek sekali mau pulang dan segera istirahat."
'Darimana dia bisa tahu kalau aku suka jazz? Aku harus mencari alasan supaya kami tidak pergi ke sana.'
"Oh, yasudah kalau begitu Dek, ayo kita pulang," jawabnya kemudian.
Saat sedang mengendarai sepeda tiba-tiba saja dia mengerem mendadak. Aku yang tidak siap langsung menyeruduknya.
"Maaf Dek, ada lubang di depan"
"Tidak apa-apa Bang."
Saat itu juga tidak sengaja tanganku memegang kantong celana belakang Bambang, aku curiga dengan kantong celananya yang terlihat besar. Tetapi aku diam saja.
Akhirnya sampai di rumah juga, dia mengantarku sampai di depan rumah.
"Dek, tadi ibuku memintaku untuk membelikannya martabak tapi kamu tahukan aku lupa membawa dompet, bolehkah aku pinjam uang lagi?"
"Hah?" Aku hanya bisa melongo mendengar permintaannya.
"Lima puluh ribu saja besok aku ganti dengan yang tadi."
"Baiklah, ini." Dengan terpaksa uang lima puluh ribu ku melayang lagi.
Bapakku yang mendengar percakapan kami pun keluar.
"Om, perkenalkan nama saya Bambang, saya ingin menjalin hubungan yang serius dengan anak Om, mohon doa restunya," ucapnya kepada Bapakku.
"Hmmm … boleh saja, bisakah saya lihat KTPnya?"
"Tentu Om." Dengan santai dia mengeluarkan dompet dari kantong celana belakang dan mengambil KTPnya.
"Loh, ini dompetmu ada di kantong celana belakang Bang?"
"Eh … i-iya, Abang lupa Dek," jawabnya gugup karena telah ketahuan berbohong.
'Asem, asem … dasar cowok kere, good looking nanging ora good rekening.'

Bình Luận Sách (60)

  • avatar
    AicaBocil

    ceritanya sangat bagus sekali saya suka

    26d

      0
  • avatar
    NiRa

    bagus ceritanya

    29d

      0
  • avatar
    s******e@gmail.com

    ceritanya sangat bagus

    21/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất