logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Kelangan Gedhen

Uhuk … uhuk … bakso yang nyangkut di tenggorokan susah sekali untuk keluar. Bambang berusaha menolong istrinya dengan mempraktekan pelatihan P3K yang pernah dia dapatkan di kantor.
Wajah Markonah terlihat pucat pasi. Akhirnya setelah berusaha keras sebutir bakso yang cukup besar berhasil keluar dan langsung menggelundung ke lantai.
"Makanya pelan-pelah kalau makan tuh, dikunyah dulu baru ditelan. Masak bakso segede bola pingpong gini langsung di lahap saja sih? Doyan apa lapar Mah?" Bambang berusaha menasehati Markonah.
Dalam hati Bambang tertawa melihat Markonah yang syok mendengar tanaman kesayangannya sudah terjual.
"Heh, Bambang Gentholet, memangnya siapa yang membuat aku keselek kaya gini, hah? Sudah salah bukannya minta maaf malah sok-sokan menasehatiku, dasar Bambang menyebalkan," ucap Markonah menahan emosi.
"Lah memang salahku apa tho, Mah?" tanya Bambang pura-pura tidak tahu.
"Pakai nanya apa salahmu lagi, aku kaya gini gara-gara mendengar kabar tentang tanamanku yang sudah kamu jual, sekarang di mana uang hasil penjualan tanamanku? Pastinya laku banyak kan? Dulu aku membeli bibitnya saja dengan harga yang mahal, apalagi sekarang sudah segede itu pasti juga harganya mahal kan?" tanya Markonah.
"Uangnya sudah aku belikan ayam itu Mah," jawab Bambang berbohong.
"Yang lain mana? Ayam itu harganya paling mahal cuma lima ratus ribu, terus yang lain dimana?"
'Waduh, kok bisa tahu harga ayam? Aku harus mencari alasan yang tepat nih' gumam Bambang.
"Tidak ada Mah…"
"Hah? Tidak ada? Kok bisa? Mau mengaku atau ayam mu aku sembelih lagi?" ancam Markonah.
"Jangan Mah, sebenarnya uangnya sudah aku pakai untuk bayar hutang ke koperasi," jawab Bambang berbohong.
"Hutang apa?"
"Hutang buat biaya persalinanmu dulu."
"Beneran? Tidak bohong kamu Pa?" Mengingat Bambang yang sering berbohong, Markonah tidak bisa percaya begitu saja.
"Iya mah, masak aku bohong sih"
"Awas saja ya kalau kamu ketahuan bohong, kreek…." ucap Markonah sambil menggerakkan telunjuk di leher seakan mempraktekkan sedang memotong leher.
"I-iya Mah, Papa tidak bohong kok." Bambang merasa ngeri mendengar ancaman istrinya.
Markonah merasa gemas sekali kepada suaminya karena tanaman kesayangannya sudah dijual. Dulu dia membeli bibit tanaman tersebut dengan harga yang lumayan mahal. Dirawat dan dipeliharanya tanaman tersebut sampai menjadi besar.
Namun dengan seenak udelnya Bambang menjual tanaman tersebut. Markonah curiga jika uang hasil penjualan tanaman tersebut sebenarnya masih ada dan di sembunyikan Bambang di suatu tempat.
'Pasti Bambang mendapatkan uang yang lumayan banyak dari penjualan tanaman tersebut, aku harus mencari dimana uang itu dan mengambilnya'
Markonah tidak mudah percaya dengan perkataan Bambang, dia berniat menjadi detektif untuk mencari uang tersebut. Waktu Bambang sedang tidur siang, Markonah mencari di dompet dan saku celana, tetapi uang tersebut tidak juga dia temukan. Bahkan dibawah tumpukan baju juga tidak ada. Tidak kehilangan akal dia segera membuka jok motor, ternyata di sana juga tidak ada.
'Dimana Bambang menyimpan uang itu? Pasti ada di suatu tempat yang tidak bisa aku perkirakan sebelumnya.'
Saat sedang berjalan ke dalam rumah Markonah tidak sengaja melihat kertas menyembul dari dalam sepatu suaminya. Dia menariknya perlahan, ternyata itu adalah uang. Markonah hampir muntah setelah melihat uang tersebut sudah berhasil diambil, dia tidak menyangka jika Bambang bisa menyimpan uang di tempat sebau ini.
'Dasar Bambang, kenapa harus disembunyikan di dalam sepatu sih? kan jadi bau. Tidak apa-apalah, biar aku semprot pakai pewangi pakaian saja'
Markonah segera menyemprot uang tersebut dengan pewangi pakaian, menjemurnya di dekat kipas angin dan menindih sebagian uang tersebut agar tidak terbang tertiup angin. Hanya butuh waktu sebentar saja untuk membuat semua uang tersebut kering. Setelah itu dia langsung memasukkan uangnya ke dalam dompet.
'Sebaiknya aku segera membelanjakan uang ini sebelum ketahuan si Bambang'
Markonah segera mengganti pakaian dan menggendong anaknya. Dia pergi ke pasar dengan mengendarai sepeda motor Bambang. Markonah membeli semua kebutuhan dapur seperti sayur, ayam, dan ikan untuk stok kulkas. Tidak lupa dia membeli buah-buahan untuknya sendiri.
'Mumpung ada uang, aku bisa makan ayam sepuasnya nih. Tapi ini kan uangku sendiri, tidak salah dong jika aku membelanjakannya'
Setelah selesai berbelanja kebutuhan dapur dia menuju ke toko pakaian, Markonah mengambil beberapa daster untuk dirinya sendiri. Tidak lupa dia membelikan kolor untuk suaminya dan beberapa stel baju untuk anaknya.
Ternyata uangnya masih banyak, lalu Markonah memutuskan untuk pergi ke toko perhiasan. Daripada menyimpannya dalam bentuk uang yang bakal cepat habis dia memutuskan untuk membeli mas-masan, cincin dan gelang menjadi pilihannya. Hitung-hitung sebagai investasi sewaktu-waktu butuh tinggal di jual saja. Sesekali juga bisa dipakai kalau pergi ke kondangan, tentunya Bambang tidak boleh tahu kalau dia menyimpan perhiasan, bisa-bisa diambil dan di jual Bambang nantinya.
Setelah semua belanjaan sudah lengkap Markonah bergegas pulang ke rumah, jika terlalu lama pergi takutnya nanti Bambang akan curiga.
Markonah sedikit kerepotan membawa barang belanjaannya ke sepeda motor karena sambil menggendong anaknya. Sesampainya di rumah terlihat Bambang sudah rapi sepertinya dia akan bepergian.
"Belanjanya kok banyak banget sih, Ma?" tanya Bambang penasaran.
"Iya Pa, buat stok kulkas mumpung ada barang promo," jawab Markonah berbohong, dia tidak mungkin mengakui kalau uang itu hasil nemu.
"Hmmm…." Bambang hanya mengangguk mendengar ucapan istrinya.
"Mau kemana,Pa?"
"Mau ke toko elektronik lihat-lihat speaker."
"Aku boleh ikut tidak, Pa?"
"Kamu di rumah saja, sepertinya kamu capek sekali habis belanja di pasar, istirahat di rumah saja ya," tolak Bambang.
'Aku tahu kamu akan menolakku untuk ikut Pa, silakan saja jalan sendirian, aku juga tidak mau pergi dengannu yang noteabene dompetnya kosong'
"Iya sih, aku memang capek sekali. memangnya Papa punya uang?"
"Lihat-lihat saja kan tidak butuh uang, Ma."
"Kali aja nanti ada yang disuka terus kepengin beli gitu."
"Tidak lah Ma."
Bambang bergegas menuju rak sepatu untuk mengambil uangnya. Semua sepatu yang ada di sana sudah di geledah tetapi uang yang dicarinya tidak kunjung ketemu.
Markonah tersenyum melihat tingkah suaminya. 'Rasain, siapa suruh membohongiku'
Dia ragu untuk bertanya kepada istrinya dan mulai mencarinya lagi. Satu persatu sepatu yang ada mulai disisirnya lagi, dibuka bagian dalamnya tetapi tetap tidak ketemu juga.
"Ma, kamu lihat uang di sepatu Papa tidak?" Dengan ragu Bambang bertanya kepada istrinya.
"Uang di sepatu? Memangnya Papa taruh uang nya di sepatu? Seperti tidak ada tempat lain saja tho Pa."
"Eh, enggak, anu…" Bambang bingung mau menjawab apa.
"Makanya, taruh uang itu di tempat yang benar, aneh-aneh saja Papa ini."
"Duh dek, kelangan gedhen ikih (duh dek, kehilangan besar-besaran nih)," ucap Bambang sambil menangis.

Bình Luận Sách (60)

  • avatar
    AicaBocil

    ceritanya sangat bagus sekali saya suka

    27d

      0
  • avatar
    NiRa

    bagus ceritanya

    29d

      0
  • avatar
    s******e@gmail.com

    ceritanya sangat bagus

    21/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất