logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Tercium Sebuah Kebohongan

Aku akhirnya bercerita pada ibu jika aku menyukai Mas Rendra. Ibuku hanya menanggapi santai. Ia tidak menolak atau bermuka masam. Ia hanya mengatakan padaku. "Jika jodoh tidak akan tertukar," ucapnya.
"Doain ya Bu," pintaku.
"Pasti. Pokoknya yang terbaik buat putriku," jawabnya.
Hatiku sangat adem melihat jawaban ibu dan sikap bijaksana. Aku bangga menjadi putrinya sampai kapanpun.
Kini aku berada di bus dan sudah berpamitan dengan ibu. Namun aku berbohong akan kembali ke kos merayakan pasca wisuda bersama teman-teman. Nyatanya aku pergi ke Jogja untuk menemui Mas Rendra.
Aku sangat antusias dan rela berkorban demi dia. Tepat seperti yang di katakan mamanya Mas Rendra. Aku tidak akan memberitahunya tentang kepergianku ini. Aku sangat bahagia.
Untungnya di terminal nanti sudah ada Via yang menjemputku. Ia salah satu teman sekelas kuliah dan sedang pulang kampung setelah wisuda. Aku sudah menelponnya dan menceritakan tujuanku ke Jogja. Ia mendoakanku agar berhasil.
Kata Via kemungkinan nanti yang di bicarakan oleh keluarga Mas Rendra adalah soal pernikahan.
Aku semakin tidak percaya dan sangat gembira. Aku tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata.
Akhirnya aku sudah sampai terminal. Badanku rasanya remuk. Sebenarnya sangat lelah namun demi Mas Rendra akan aku lakukan. Mataku juga merah, aku bahkan tidak bisa tidur karena terlalu bahagia.
Aku berjalan dengan penumpang lain. Terlihat Via membawa kertas bertuliskan "Selamat Datang Rina di Jogja" akupun langsung mengenalinya.
"Via," panggilku. Aku berjalan ke arahnya. Via sudah siap dengan senyumanya menyambutku. Kami lalu berpelukan.
"Bagaiaman kabarmu Rina? Sehat?" tanyanya.
"Alhamdulillah sehat," jawabku.
Via kemudian mengarahkanku untuk ke parkiran karena motornya di sana. Aku akan rehat sejenak di rumah Via baru sore aku akan berangkat ke rumah Mas Rendra. Via juga yang akan mengantar. Karena kebetulan rumah Via dan rumah Mas Rendra sekitar 45 menit. Tidak sampai satu jam.
Keluarga Via juga sangat baik, mereka menyambut kedatanganku. Via sudah mempersiapkan kamar untukku. Aku masuk lalu membersihkan badan.
"Rin..Rina..yuk makan! Sudah ditunggu orang tuaku," ucapnya.
"Oke Via," jawabku sambil berjalan ke tempat makan. Disana sudah ada orang tua Via, kakak kandung dan adik-adiknya. Aku merasa malu namun aku tepiskan karena ini hanya sementara.
"Asli orang Surabaya Mbak?" tanya ibunya Via.
"Tidak Bu sebenarnya kami pendatang. Asalnya Banyuwangi. Tetapi karena ayah dan ibu saya punya pekerjaan di Surabaya. Akhirnya keluarga memutuskan untuk pindah.
"Oh begitu, ayo di habiskan makananya Mbak Rina," pinta ibu Via ramah.
"Monggo-monggo," imbuh ayahnya Via.
Aku tersenyum sambil mengangguk. Aku menikmati dengan lahap semua makanan yang di hidangkan. Aku bersyukur di terima dengan baik. Aku bahkan mendoakan keluarga ini agar selalu di beri rejeki yang berlimpah dan sehat selalu.
"Bu sore ini Via mau antarkan Rina ke temannya. Via minta izin ke ibu dan ayah juga," ucapnya.
"Iya silahkan, pulangnya jangan larut-larut," pinta ibunya.
"Siap 45," jawabnya.
Setelah makan aku kembali membersihkan badanku. Mengganti pakaian yang bagus. Sedikit menghias wajah dengan make up natural. Akupun sudah mempersiapkan oleh-oleh yaitu kue kukus Surabaya. Aku sudah beli tujuh kardus dengan varian rasa. Dua diantaranya aku berikan kepada orang tua Via. Tinggal lima kardus yang akan aku berikan pada keluarga Mas Rendra.
Kamipun berangkat. Aku dan Via bernyanyi bersama sepanjang perjalanan. Via juga sempat bercerita bahwa ia baru saja putus dengan pacarnya. Aku bahkan menghiburnya.
"Semoga kamu menemukan pengganti yang lebih baik," kataku.
"Iya Rin terimakasih. Dan semoga hubunganmu juga berhasil dengan Rendra," ucapnya.
"Amin," jawabku sambil mengangkat kedua tangan.
Kamipun berhenti di lampu merah. Entah kenapa jalanan begitu padat. Langitpun petang. Awan berubah menjadi abu-abu. Suara petir bergemuruh. Hujan tiba-tiba datang. Semua orang kelabakan. Mereka semua menepi. Kamipun menepi.
Via memberiku jas hujan. Kami memakainya segera. Perjalananpun berlanjut. Namun ketika hendak menyalakan motor, truk merah hampir menyerempet motor kami. Via langsung mengarahkan ke arah kiri untuk menghindar.
Untungnya kami tidak apa-apa hanya saja Via tidak kuat menyangga motor. Karena ban motor masuk kubangan dan tidak bisa berjalan kecuali didorong. Aku langsung turun dari boncengan. Di situlah kue kukus berjatuhan. Masuk ke dalam kubangan yang di penuhi lumpur yang bercampur oli kendaraan serta aspal jalanan.
Kotak kue lumpur basah dan sedikit benyek. Via langsung mematikan mesin motor. Ia membantuku memungut kue kukus. Namun sayangnya kue-kue itu sudah rusak, remuk dan kusam. Semua kardusnya basah dan ada sobekan kecil.
"Bagaimana ini Rina? Inikan oleh-oleh buat keluarga kekasihmu," ucapnya dengan wajah sedih. Padahal bukan dia yang akan bertemu namun ia merasa kesal pada dirinya sendiri.
"Rin aku minta maaf karena naik motor," ujarnya.
Melihat Via seperti itu aku malah merasa bersalah. Padahal aku sudah merepotkannya. Justru ia malah meminta maaf.
"Tidak Via justru aku sangat berterima kasih sudah diperhatikan seperti ini. Aku bahkan yang harus meminta maaf padamu. Maafkan aku ya kawan," ucapku dengan hati bimbang dan gelisah. Aku bahkan kepikiran tanda bahwa apa yang ada di depanku seolah jauh.
Akhirnya Via memberikan solusi untuk membeli parcel sebagai oleh-oleh. Motor kami berhenti di lapak buah yang ada di depan.
Hatikupun kembali tenang. Motor terus melaju hingga kami sampai di area perumahan Jl Blok M Martapura. Kami lalu bertanya-tanya rumah no 4.
Rumahnya cukup luas karena perumahan ini terkenal pemiliknya seluruhnya adalah golongan para elit terutama pembisnis. Banyak mobil mewah berjajar di depan rumah yang kami tuju.
"Waw tidak salah, ayo Rina segera masuk! Kamu pasti sudah di tunggu," ucap Via sambil memandangi seisi rumah yang depannya juga ada taman kecil.
Aku merasakan kegugupan yang sangat hebat. Rasanya jantungku berdetak tidak beraturan dan nafasku tidak terkontrol. Aku nervous. Untung saja ada Via yang menemani.
"Vi ikut aku masuk ya," pintaku. Via mengangguk lalu kamipun melangkah. Sebelumnya pintu sudah terbuka. Ada seorang Bibi yang menjumpai kami.
"Tamunya Nyonya Dessy ya, silahkan masuk!" ucapnya mempersilahkan.
Akupun semakin gugup. Kuberanikan diri untuk masuk. Via menyemangatiku. Kami lantas duduk dengan santai. Banyak foto berjajar termasuk Mas Rendra. Dengan bangga aku menunjukkan fotonya pada Via.
"Cakep Rin, kamu tidak salah pilih," ungkap Via padaku.
Aku hanya tersenyum tanpa menjawab dengan kata. Kulihat ponsel, ingin rasanya menghubungi Mas Rendra. Namun Via tiba-tiba berdiri. Aku menoleh ke depan ternyata sudah ada Mas Rendra di hadapanku.
Akupun dengan sigap berdiri menyambutnya. Namun wajahnya terlihat aneh. Dengan senyuman paling hangat kusapa dirinya. Disinilah aku mulai mencium kebohongan.

Bình Luận Sách (470)

  • avatar
    KilauKaysan

    baik

    5d

      0
  • avatar
    PramadhaniAlya

    10000 sama aku

    14d

      0
  • avatar
    Anisa Syafana Kalimantana

    ☺️keren

    22d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất