logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

7 Bertengkar

7 BERTENGKAR
“Oh ya? Lo bilang bokap Lo enggak mau bikin Gw sengsara? Tapi dia udah bikin ibu Gw sengsara sampai akhir hayatnya. Dia ninggalin Gw saat umur Gw empat tahun. Itu yang Lo bilang enggak mau bikin Gw sengsara? Kemana aja dia selama hampir empat belas tahun ini? Lo tau saat ibu Gw meninggal diusia Gw yang baru lima tahun, enggak ada siapa-siapa disisi Gw. Berkali-kali Gw datang ke rumah Gw yang sudah terbakar habis, berharap dia ada disana. Berkali-kali juga Gw ke kuburan ibu Gw, berpikir mungkin dia datang dan menaburkan bunga di kuburan itu. Lo tau gimana rasanya orang-orang memandang Lo dengan penuh rasa kasihan dan berbisik-bisik dibelakang Lo? 'kasihan ya, masih kecil udah ditinggal sama orang tuanya, mana enggak punya keluarga yang lain.’ Lo tau gimana rasanya terlantar di jalanan, kelaparan dan kehausan, sampe-sampe Lo harus nampung air hujan buat minum? Lo tau gimana rasanya pake baju yang kekecilan, sepatu yang udah bolong, dan tas yang udah robek selama bertahun-tahun? Tau gimana rasanya menolak tinggal di panti asuhan, berharap dia akan sadar dan mencari Gw? Berkali-kali kabur, berpikir akan bertemu dia di jalan. Berkali-kali juga Gw menolak untuk berpikiran kalau Gw anak yatim-piatu. Sampai akhirnya Gw sendiri capek untuk mencari dia. Gw akhirnya mulai bisa menerima kenyataan. Lo enggak tau rasanya dan enggak akan pernah tau. Selama ini Lo hidup dengan penuh kemewahan. Punya orang tua dan adik-adik yang bisa Lo ajak bicara setiap hari. Lo bisa makan dan beli apa aja yang Lo mau, tanpa harus banting tulang untuk mendapatkannya. Siapa yang ngebuat hidup Gw seperti ini? Bokap yang selama ini Lo banggakan. Jadi Lo enggak perlu sok peduli sama Gw. Gw enggak akan pernah anggap Lo kakak Gw, sama seperti Lo yang enggak akan nerima Gw seperti adik sendiri. Jadi enggak usah munafik deh Lo. Kita terlahir memang untuk saling membenci. Sejak awal dan sampai akhir. Kenapa... disaat Gw sudah terbiasa selama bertahun-tahun, dia kembali datang? Dengar baik-baik ya, Gw ... lebih senang mendengar kabar kematiannya daripada harus melihat dia tiba-tiba datang dengan keadaan sehat. Seenggaknya, Gw memang menunggu seseorang yang memang enggak ada. Gw bisa anggap lunas semua itu.”
Kebencian yang selama bertahun-tahun ini aku pendam dalam-dalam meledak sudah. Aku melihat papanya memejamkan mata mendengar perkataanku. Keadaan sunyi seketika. Ini pertama kalinya sejak kedatanganku, kami berada di ruangan yang sama lagi. Sejak aku tinggal disini, aku tidak pernah bertemu mereka sekalipun.
Jantungku berdebar dengan keras karena emosi. Aku kembali ke kamar karena emosi yang seperti membakar diriku dan membanting pintu dengan sangat keras. Rumah ini enggak akan roboh karena satu pintu yang kubanting. Meskipun sebenarnya aku sangat ingin menghancurkan apa saja yang ada di dalam rumah ini termasuk para penghuninya.
Hari sudah mulai terang. Kepalaku berdenyut-denyut. Aku menuruni tangga dengan perlahan. Udara terasa sejuk dan kehadiran pohon-pohon rindang menambah sejuk suasana. Aku membuka gerbang, berjalan perlahan menuju minimarket. Aku membeli beberapa bungkus roti tawar yang paling murah dan beberapa botol besar air mineral. Aku langsung menghabiskan setengah botol air. Tidak jauh dari minimarket itu ada taman, lalu aku memilih untuk duduk di salah satu bangku taman. Aku melihat orang-orang sedang berolahraga. Ada yang bersepeda dan joging. Satu bungkus roti tawar langsung habis. Tidak terasa sudah dua jam aku duduk di taman itu.
Dengan sangat terpaksa aku harus kembali ke rumah sialan itu. Di halaman depan, Reno sedang bermain basket. Kedua orang tuanya sedang mengobrol di taman dan kedua adiknya sedang bermain HP. Mereka melihat kehadiranku dan belanjaan yang aku bawa.
“Rana, ayo duduk di sini, minum teh,” kata mamanya. Aku tidak menghiraukannya, menganggap mereka seperti hantu penuh virus yang harus dijauhi.
Malam harinya mereka ada di halaman depan lagi. Suara tawa mereka membuatku semakin merasa sangat benci dan ingin mencakar mereka habis-habissn. Aku berpaling saat Reno melihatku, merasa muak dengan tatapan matanya. Bu, aku berjanji akan membuat mereka menderita.
Aku membaca catatan-catatan kuliahku. Hari sudah semakin malam, tapi aku belum bisa tidur. Aku ke balkon. Bu, aku merindukanmu, sangat merindukanmu, kataku dalam hati. Kenapa ibu meninggalkanku, kenapa ibu harus bertemu laki-laki itu dan menikah dengannya?
***
“Ini kartu kredit. Pakai setiap kali Kamu butuh,” kata pria tua itu.
“Dikasih Planet Mars pun, tetap enggak akan mengubah apa pun.”
Aku mengambil kartu kredit itu dan mematahkannya. Dia pikir dengan mengajakku tinggal di rumah mewahnya dan memberikan aku kartu kredit akan mengubah semuanya? Jangan harap. Bagi dia, uang mungkin bisa mengubah segalanya. Dia pikir, apa yang kualami selama ini dapat ditebus dengan uang?
“Ra, kebetulan Kamu sudah pulang. Ini ada gaun untuk Kamu. Dua hari lagi ada ulang tahun pernikahan. Kamu pakai ini ya!” kata mamanya Reno sambil memperlihatkan gaun berwarna merah dengan bunga-bunga kecil berwarna putih.
“Ya ampun ... Gw pasti udah sangat gila kalau sampai merayakan ulang tahun pernikahan kalian. Yang benar aja! Merayakan ulang tahun pernikahan orang-orang yang menghancurkan kebahagiaan Gw, ckckck ... dengar ya, nyonya besar yang terhormat, Gw bisa dikutuk jadi anak durhaka.”
PLAK ... Tamparan keras mendarat di pipiku. Tangan Rika sudah akan menampar lagi tapi ditahan oleh papanya.
“Bisa enggak Lo sopan sama nyokap Gw? Justru nyokap Lo yang udah ngerebut bokap Gw. Nyokap Lo tuh cuma istri kedua. Jadi wajar dong kalau bokap Gw ninggalin nyokap Lo dan tetap bertahan sama istrinya yang sah,” kata Rika.
“Gw mendingan mati berdiri dari pada harus bermulut manis sama kalian. Udah tau punya istri, kenapa bokap Lo malah nikah sama ibu Gw? Kalau emang bakalan ditinggalkan, kenapa dinikahi?”
Aku langsung keluar. Nyut-nyutan di pipiku masih terasa. Hujan yang tadinya rintik-rintik kini semakin deras.
Hati ini terasa perih, pkiran ini mengutuk mereka yang hidup bahagia diatas penderitaan aku dan ibuku.
Walau bagainana pun juga, aku harus menghancurkan kebahagiaan mereka. Jika aku menderita, mereka juga harus menderita.
Bertahun-tahun aku hidup seorang diri, kini harus bertemu mereka yang berbahagia secara tiba-tiba.
Apa aku harus merasa senang? Tentu saja tidak, kan.
Kenapa, kenapa, kenapa, itu yang selalu aku tanyakan dalam hatiku, yang semakin membuat besar rasa benciku pada mereka juga kepada keadaan yang tidak pernah memihakku.
Aku menghela nafas berkali-kali, meremas rambutku untuk sedikit menghilangkan rasa sakit yang aku rasakan.
Namun semua tetap terasa sama ... sakit!

Bình Luận Sách (70)

  • avatar
    belon89mamatt

    ok and good

    17/03

      0
  • avatar
    ainul mardhiyah

    nice nice

    30/01

      0
  • avatar
    MaryanaDina

    ini sangat jelas dalem penulisan ceritanya

    02/11

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất