logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

BAB 6 Hati Mulai Terbiasa

Om, Nikah Yuk? 6
Hati Mulai Terbiasa
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Sisa godaan saat di pesta nikahan mantan masih membekas di antara keduanya. Sikap mereka menjadi salah tingkah setelahnya. Bahkan Om Awan menjadi lebih pendiam selama perjalanan pulang. Begitu juga dengan Rere. Bukannya tidak mau melanjutkan perjuangan, tetapi hati masih merasa malu karena digoda di tempat umum.
Rere hanya berpegangan pada baju batik yang melekat sempurna pada tubuh sang pria saat perjalanan pulang ke rumah. Rasa malu itu masih terngiang di kepalanya. Om Awan juga tidak pernah bicara setelah itu.
Ketika motor membawa sampai tujuan, Rere turun tanpa bantuan tangan dari Om Awan. Suasana seperti ini sungguh terasa lebih aneh bagi keduanya. Rere menyerahkan helm yang dipakai lalu segera berbalik menuju ke rumah. Namun, langkahnya terhenti karena panggilan sang pria.
"Re, tunggu!" panggil Om Awan.
Rere terpaksa menoleh dengan wajah menunduk.
"Makasih buat malam ini. Kamu udah membuat aku kuat menghadapi kenyataan," ucapnya terdengar serius.
Seketika Rere mendongak. Ia tidak menyangka kalau Om Awan akan berterima kasih padanya.
"Sama-sama, Om. Aku juga makasih udah mau datang bertemu dengan ibuku. Jadi kemungkinan perjodohan itu akan batal karena berpikir aku udah punya pacar," jawab Rere sembari memainkan jemarinya.
"Ya udah. Kamu masuk gih, udah malem. Aku juga mau pulang. Maaf, nggak ikut masuk ya ... salam aja buat ibumu," ucapnya lagi kemudian berlalu pergi bersama suara deru mesin motor yang semakin menjauh.
Rere masuk ke rumah dengan perasaan yang campur aduk. Ia tidak bisa mengartikan sikap Om Awan yang berubah manis, tidak ketus. Yang jelas ia merasa masih ada banyak peluang untuk merebut hatinya.
Malam ini kemungkinan Rere bisa tidur dengan nyenyak. Senyumnya terus merekah sepanjang malam. Setelah mengganti pakaiannya, Rere memutuskan untuk segera tidur. Sang ibu juga kemungkinan sudah tidur. Ia beruntung tadi membawa kunci cadangan, jadi tidak perlu membangunkan sang ibu saat pulang malam.
Semenjak menghadiri undangan pernikahan mantan, Om Awan terlihat sudah bisa menerima kenyataan. Walaupun kenangan itu sebenarnya tidak mungkin terlupakan secepat kilat. Namun, kehadiran Rere bisa mengalihkan perhatiannya.
Rere yang ceplas-ceplos, yang tidak pernah peduli dengan apa kata orang, Rere yang selalu bisa mengungkapkan isi hatinya dengan jelas tanpa berpikir lebih jauh. Hal itu justru bisa membuat seorang Gunawan Wijaya menjadi diri sendiri.
Seulas senyum terbit di wajah pria yang baru saja melepaskan semua impiannya yang menjauh dan memilih bersama orang lain. Mengingat Rere, gadis bocil yang telah diam-diam mampu membuat tempat di hatinya yang masih berantakan.
Rere dengan lancang telah memungut kepingan hatinya yang berserakan dan menatanya kembali hingga berbentuk.
Sementara Rere malah merasakan kebahagiaan yang sangat luar biasa. Ia telah jatuh hati pada Om Awan saat pertama kali bertemu.
Kisah cintanya yang tragis menggugah empatinya menjadi simpati dan kini menjelma bagaikan cinta sejati.
Saking bahagianya, Rere bahkan menulis apa yang dipikirkan sebagai status di beranda aplikasi birunya.
'Om, nikah yuk? Aku tidak akan pernah bosan mengatakan kalimat itu. Ini bukan candaan, melainkan keseriusan.'
Baru lima menit, unggahan statusnya sudah mendapat puluhan like. Mata Rere melebar membaca komentar di urutan pertama.
Awan Biru
[Nggak ada cewek ngajakin nikah duluan. Yang ada tuh cowok yang ngajakin nikah.]
Rega Violet
[Cowoknya nggak peka sih, jadi nggak apa kalau diajakin. Biar tahu kalau ceweknya begitu mendamba sang pria.]
Rere tersenyum geli. Baginya mengungkapkan isi hati tidak boleh setengah-setengah. Nanti jadinya samar-samar. Abu-abu. Keduluan orang, kan, ambyar!
Sedangkan pria di sana hanya tertawa membaca pesan Rere. "Dasar bocil. Lama-lama aku bisa menjadi seperti anak kecil," ucapnya. Namun, senyum itu semakin tercetak jelas di wajahnya.
Awan Biru
[Terima kasih sekali lagi buat kemarin. Berkat kamu, hatiku tidak sesakit saat pertama.]
Rega Violet
[Sama-sama. Aku juga seneng. Karena memang semua itu dari sini, dari hati.]
Awan Biru
[Boleh tukeran nomor nggak?]
Rega Violet
[Nomor apa? Sepatu? 37. Aku mau dibeliin sepatu ya, Om?] Emoji mata berkedip-kedip tidak lupa Rere sematkan di akhir pesan.
Awan Biru
[Nomor ponsel, Re! Becanda mulu sih! Tak cium nanti baru tau!]
Om Awan mulai tersulut emosi dengan tingkah Rere. Ia di sana pasti sedang menertawakan kepolosan dirinya. Ah, mungkin harus belajar menjadi anak kecil untuk berbaur dengan Rere.
Rere begitu puas mengerjai Om Awan. Wajahnya pasti sudah berubah merah dan bertanduk. Tawanya pun hampir membuat perutnya kesakitan. Dengan tawa yang masih sedikit tersisa, tangannya mulai menulis balasan kembali.
Rega Violet
[089816xxxxx]
Awan Biru
[Nomornya kok, cuma sebelas digit? Biasanya kan, dua belas?]
"Haish! Banyak protes juga nih orang." Rere mulai kesal. Namun, pikirannya malah tersimpan sebuah keusilan untuk merayunya.
Rega Violet
[Nggak penting juga mau sebelas apa dua belas digit, Om. Yang penting itu, hatiku dan hatimu udah genap. Dan nggak kurang satu digit pun.]
Glek!
Om Awan mulai terbawa kelakuan konyol seorang Rega. Ia menjadi sangat heran kalau di dunia ini masih ada gadis sepertinya. Namun, ia tidak dapat memungkiri bahwa kini hatinya mulai merindukan kekonyolan Rere. Ia mulai terbiasa menerima segenap perhatian langka darinya.
Rere punya keyakinan, walaupun dirinya masih seperti anak kecil, tetapi untuk masalah hati, Rere selalu total. Ia tidak pernah main-main.
Sesuai prinsinpnya 'Kelakuan boleh absurd atau pun memalukan, tetapi soal pasangan tidak boleh memalukan, harus nyata dan serius.'
Baginya jika ingin diperlakukan layaknya ratu, maka dirinya juga harus bisa memperlakukan sang pria lebih baik. Itu sudah hukum alam. Tidak mungkin jika kita ingin menjadi satu-satunya, tetapi justru kita menganggap dia sebagai yang kedua, ketiga, bahkan keempat.
Soal hati pun seharusnya bisa jika tidak terbagi. Kalau semisal terlanjur, bagilah bukan dengan cinta yang lain, melainkan dengan keluarga atau sahabat. Sisanya untuk sang pujaan seorang.
Eaaaa ....
**
Beberapa bulan sudah terlewati seperti biasa. Saling berbalas pesan dan saling like di kolom komentar. Mereka sesekali juga teleponan.
Rere melakukan hal itu hampir setiap hari. Bosan? Tentu tidak! Rasanya malah bagaikan candu.
Sehari saja tidak bersua rasa rindu mulai bertamu dan tidak pernah mau pulang sebelum bertemu pemiliknya. Kan, rese ...?
Sang ibu pun mulai menyerah menjodohkan Rere dengan anak temannya. Pertemuannya dengan pria yang terlihat jauh lebih dewasa dari anaknya, membuat sang ibu berpikir bahwa ia kelak bisa menjadi panutan bagi anaknya. Ia mulai menyukai pria itu, karena kemungkinan besar bisa mengubah sikap Rere yang masih seperti anak kecil.
Kebetulan Rere terlihat sedang santai di ruang tamu. Ia ingin menyampaikan pembatalan perjodohan yang sempat ditawarkan.
"Sayang ...." Sang ibu memanggil dengan suara begitu lembut.
Rere berbalik dari menatap ponsel ke wajah sang ibu.
"Iya, Bu. Kenapa?"
"Ibu tidak akan lagi menjodohkan kamu. Ibu lumayan suka dengan Gunawan. Meski lebih dewasa tapi dia pasti bisa mengubah kelakuan kamu yang masih anak-anak," ucap sang ibu yang seperti angin segar di telinga Rere.
Rere memeluk sang ibu sebagai ungkapan terima kasihnya. Bayangan Om Awan semakin menari di pelupuk mata. Rere mulai kecanduan akan kehadiran Om Awan dalam hari-harinya. Apalagi ia sudah bisa membuat candaan, tidak sejutek dulu. Tutur bahasanya pun juga sudah terkesan lebih lembut.
Hati Rere yang memang sejak awal sudah tertarik kini semakin lebih tertarik lagi.
Kriteria pria idaman telah lengkap dalam diri Om Awan, tampan, mapan, dan juga sopan. Semua wanita bisa dengan mudah menjatuhkan hati padanya.
Sementara di sana, Om Awan juga sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Rere.
Dengan sikap bocilnya, membuat satu desiran aneh yang tanpa di undang mulai masuk jauh di sisi relung hatinya. Menyusup mencari tempat seperti maling yang akan mencuri semua perhatiannya secara keseluruhan.
Hati memang tidak bisa memilih dengan siapa hati kita akan menyatu. Tuhan terkadang mendatangkan cara yang berbeda-beda untuk bisa menemukan separuh hati kita. Bisa dengan jalan yang berdarah terlebih dahulu, juga bisa dengan jalan yang lurus tanpa kerikil.
Lalu bagaimana jika seseorang yang telah berjalan hingga berdarah kemudian bertemu dengan orang yang akan memulai berjalan mencari separuh hatinya?

Akankah saling menguatkan?
------
***-------
Bersambung

Bình Luận Sách (153)

  • avatar
    Rabiatul Adawiah

    Karya yg bagus. Success buat penulisnya 🌹🌹🌹❤️❤️❤️

    21/05/2022

      0
  • avatar
    Sukini Yg Indah

    200

    15/07

      0
  • avatar
    mustikaDD syifa

    bikin pengen baca terus✌

    29/05

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất