logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 2

Qiren duduk sendirian di bangku terdepan di deretan kanan. Teman sebangkunya yang bernama Rara, sudah pergi entah ke mana bersama pacarnya.
"Ren, sarapan, yuk, di kantin." ucap seorang cewek berambut keunguan yang entah sejak kapan berdiri di depan meja Qiren. "Yang lain udah ke kantin soalnya. Hari ini gak ada pelajaran, setiap kelas harus menyelesaikan persiapan festival."
Mendengar kalimat terakhir itu membuat Qiren menatap si cewek berbinar. "Serius lo, Chik?"
Cewek bernama Chika itu mengangguk. "Gue duluan, ya? Udah laper." ujar Chika seraya melenggang pergi.
Karena sebentar lagi adalah akhir tahun, sekolah mereka mengadakan festival yang diadakan setahun sekali. Di mana setiap kelas akan mendekor kelasnya dan berjualan makanan ataupun aksesoris. Jangan lupakan juga pentas seni yang menampilkan banyak hal dari klub-klub sekolah.
Qiren hanya nyengir dan mengacungkan jempolnya pada Chika yang sudah berjalan keluar. Ia mengambil cermin bedak dari sakunya seraya memandang pantulan wajahnya.
"Rambut lo jelek, tebel banget kayak dora."
"Bibir lo jelek, bau!"
"Kulit lo pucet kayak mayat hidup."
"Mata lo jelek, badan lo jelek, baju lo jelek, semuanya yang lo punya jelek."
"Lo jelek, bau, busuk, kotor, gendut, monster lo, pergi sana!"
Qiren menggeleng pelan, mengenyahkan bayang-bayang buruk yang kembali melintas di kepalanya. Ia kembali melihat cermin yang dibawanya. Rambut pendek cokelatnya itu sudah dipasang jepit rambut berwarna hitam di sisi kiri. Poni di sebelah kanan wajahnya dibiarkan menutupi sebelah matanya yang berwarna hazel.
Matanya bergulir pada bayangan bibirnya yang pink alami, namun ia memoleskan lipstik merah pada bibirnya. Ia juga memoleskan bedak pada wajahnya yang sudah putih alami.
Seperti itulah dia, cewek yang dibutakan oleh kata-kata buruk dari pembencinya. Padahal tanpa disadarinya, ia yang ber-make up terlihat lebih buruk dari aslinya.
Qirenta Archanda namanya. Biasa dipanggil Qiren, entalah apa arti namanya. Mungkin orangtuanya sudah kehabisan ide ingin memberi nama anaknya apa. Biar keren pakai huruf Q, tapi dibacanya tetap pakai huruf K. Hobinya pakai make up diam-diam saat istirahat.
Tapi walaupun begitu, ia masih punya orang-orang yang mau menerima dirinya apa adanya.
Cewek itu melangkah ke kantin dengan kepercayaan diri di atas rata-rata. Ia bergumam pada dirinya sendiri saat berjalan di koridor. "Duh, hari ini gue udah cantik banget, tinggal cari pangeran sejati. Pangeran ... oh, Pangeran!! Di mana kamu?!"
Qiren bergumam terlalu keras hingga membuat cowok yang berjalan beberapa meter di depannya menoleh. "Hah? Lo manggil gue?" tanya cowok itu.
Qiren melirik name tag di dada kiri si cowok—Pangeran P. Cowok itu berambut hitam pekat yang dirapikan dengan gel rambut, kacamata setebal tutup botol bertengger di hidungnya. Penampilannya membuat Qiren bergidik seraya berseru mundur. "Jauh-jauh lo dari gue! Gue gak manggil lo! Mak-maksud gue, Pangeran jodoh gue! Bukan Pangeran elo, sana-sana lo pergi!"
Cowok bernama Pangeran itu mengernyit bingung, tapi kemudian pergi juga.
Qiren menghembuskan napas lega. Namun kelegaannya langsung hilang sesaat setelah sebuah gelak tawa seorang cowok terdengar. Tubuh Qiren menegang.
Sialan! umpatnya dalam hati.
Nadhif muncul dari belakang Qiren sambil tertawa renyah. "Selamat pagi, utusan neraka." Sapa Nadhif.
Qiren menghela napas panjang sebelum akhirnya tersenyum manis. "Selamat pagi, pendosa." Balasnya.
Kemudian, Bramayanto yang kebetulan lewat menepuk bahu Qiren dan Nadhif. Ia memandang kedua orang itu. "Utusan neraka, pendosa." ucapnya, "Lanjutkan, gue suka gaya kalian."
Setelah mengatakannya, Bram langsung pergi begitu saja meninggalkan Qiren yang dahinya berkerut kesal.
Nadhif hanya tertawa. "Btw, lo ngapain? Cari pangeran?" tanya Nadhif pada Qiren dengan sorot mata jenaka.
Nih, anak ngajak ribut banget, kenapa coba pagi-pagi udah muncul? Dateng dari mana coba? Qiren sibuk berkutat dengan pikirannya sambil menatap Nadhif datar, di sisi lain kedua telapak tangannya sudah terkepal kuat.
"Apa?" Suara Nadhif tak sengaja terdengar menantang, lalu ia kembali tersenyum seraya menunjuk dirinya sendiri. "Nih, gue pangeran lo udah dateng."
Mata Qiren membulat, mendorong dada bidang Nadhif saat cowok itu semakin mendekat. "Najis gue sama lo! Mati aja lo setan, mati-mati-mati!"
Nadhif tergelak. "Suka malu-malu gitu, deh."
Qiren mendecih, namun tidak menolak saat Nadhif merangkulnya. Jadilah ia ke kantin bersama musuh bebuyutannya sejak kelas sepuluh itu.
🍁
"Pangeran!! Jangan tinggalkan aku!!" Nadhif berbicara dengan lebay bak tuan putri walaupun lebih mirip banci, seakan melakukan pementasan drama di sudut kantin. Ia seolah tak peduli dengan para siswa yang menatapnya heran. Nadhif melanjutkan. "Pangeran! Kalo kamu ninggalin aku, aku gak punya siapa-siapa lagi!! Kalo kamu masih mau pergi aku bakal lompat dari atap!!"
"Hah? Lo ngomong sama gue?" Ryan berbalik mengikuti alur cerita Nadhif, ia merentangkan kedua tangannya. "Sini gue peluk!"
"Aaaa, najis! Pangeran kok jelek banget, sih, kayak banteng?! Mati aja kamu! Mati-mati-mati!!"
Bram membuang wajahnya. "Bukan temen gue." ucapnya, padahal dirinya sendiri tak kalan memalukan, kemudian cowok berkacamata itu berusaha menyibukan diri dengan makanan.
Sialan. Qiren kembali mengumpat dalam hati ketika Nadhif dan Ryan tertawa tanpa dosa. "Berisik, woy!" Serunya jengkel, hampir saja Qiren melemparkan mangkuk baksonya kepada mereka berdua. "Gue itu lagi coba nyari pacar, lo berdua malah ngeledekin gue! Gue tampol, nih, pake panci?!"
Qiren berusaha mengatur napasnya. Kesal. Pagi-pagi begini mood-nya sudah dirusak oleh Nadhif. Jika Nadhif tidak muncul, hidupnya pasti akan lebih tenang. Sialnya setiap hari cowok itu begitu menyebalkan.
"Nih, silahkan." Nadhif merentangkan kedua tangannya. "Nanti gue bilangin pangeran Davin."
Zibran yang sedang makan dengan tenang pun berdeham. "Gue yakin si Davin bakalan bilang, 'Najis! Gue pengen muntah!'"
Davin adalah salah satu sahabat mereka dari kelas XI IPA 1, cowok yang tampan dan cerdas. Yang selalu memakai logika matematika untuk menyelesaikan masalah. Namun kali ini, cowok yang sedang sibuk memakan bakso itu hanya memasang wajah cengo. "Apaan?"
Nadhif hanya mencibir sebal pada Zibran. Kemudian ia mendekat pada Qiren sambil berbisik jahil. "Eh, Ren, gue yakin gak bakal ada cowok yang mau sama lo, soalnya lo itu kayak emak-emak."
Qiren menoleh sambil memasang senyum manis. Ia balas berkata. "Seenggaknya gue bukan jelmaan setan."
"Gapapa jelmaan setan, yang penting banyak yang suka." Sahut Nadhif sambil menepuk dada.
"SESAT!"
Nadhif terbahak.
Qiren hanya menghela napas lelah. Cowok ini selalu bisa membuatnya merasa kesal. Tapi jika saja cowok itu tidak ada, ia tidak akan pernah dianggap berharga oleh orang-orang di sekitarnya.
Ya, begitulah. Qiren membencinya, namun juga membutuhkannya.

Bình Luận Sách (243)

  • avatar
    PakasiMargaret

    bagus

    04/08

      0
  • avatar
    TapatabSelviana

    kocak Juga si ini crta

    31/07

      0
  • avatar
    AmandaClaura

    bagus

    24/05

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất