logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 7. Bius Keberuntungan

Kebodohan tidak selamanya membelenggu dan kepintaran tidak selamanya berjaya.
***
Apartemen Seroja kamar 10BA menjadi saksi bisu perbuatan kotor yang kulakukan selama dua tahun. Namun, di tempat ini pula akan aku tuntaskan semuanya dan berharap tidak akan pernah kembali lagi ke sini. Setelah masuk di apartemen, dua s*nga lapar siap m*n*rkam. Namun, segera kutahan.
"Sabar, aku, akan menyervis kalian dengan pelayanan terbaik, tetapi tidak sebaiknya kita minum dulu sebentar. Kalian pasti haus, 'kan?" tanyaku sekaligus ingin menjalankan rencana terselubung.
Anton mengangguk, sedangkan Rio sepertinya kurang setuju dengan ideku. Dia malah memepetkan tubuhnya ke tubuhku yang sudah terpojok di dinding. Matanya memandang dengan tatapan liar.
"Sabar! Biarin Khanza bikinin minuman dulu, aku, haus." Anton menarik tubuh Rio dan menyuruhku bikinin minuman.
Yes, semoga rencanaku berhasil. Aku segera ke dapur dan membuat minuman dingin tidak lupa kucampur dengan serbuk yang tadi dibeli di apotik. Tentunya tanpa Anton dan Rio tahu.
Dua gelas minuman dingin segera aku sajikan ke mereka berdua karena haus langsung diteguknya, hingga habis tidak bersisa. Selesai minum mereka berdua siap beraksi, sementara aku berhitung di dalam hati menanti reaksi serbuk yang sudah aku campurkan ke dalam minuman.
Satu, dua, tiga, Empat, dan … hitungan kelima tubuh kedua s*nga ambruk di sofa. Aku segera bereaksi menjalankan rencana, yaitu melacak keberadaan alat-alat yang menyimpan file panasku. Terutama milik Anton yang terlebih dahulu kuhapus karena sudah tahu privasi dia; handphone, laptop, dan CCTV yang ada di dalam di ruangan.
Handphone dan laptop Rio pun aku hapus data penyimpanan yang berisi video panas malam itu. Drive penyimpanan di handphone kuhapus permanen, sedangkan di laptop dan CCTV harus dua kali penghapusan, hingga ke penyimpanan di recycle bin(tempat sampah).
Serbuk yang aku campurkan ke dalam minuman mereka berdua adalah obat tidur dosis tinggi, tahan hingga lima jam. Aku pastikan tidak ada lagi jejak video yang tertinggal. Mereka tidak bisa mengancam dan mencari keuntungan dariku.
Tidurlah dengan nyenyak, sayang-sayangku. Mulai detik ini tidak ada lagi umpan untuk memancing. Semuanya sudah lenyap tidak bersisa dan kartu hitam kalian berdua, kini ada bersama aku. Ha ha ha ….
Aku puas sudah menghancurkan file mereka yang menyangkut diriku. Malah sekarang aku memiliki video aksi kejahatan mereka. Namun, tidak ada niat untuk menyebarluaskannya.
***
Taksi online berhenti di kawasan Perumahan Elit Cempaka Indah, di mana aku tinggal. Sampai di rumah Mbok Lis menyambutku dengan ramah. Seperti biasa dia membantu membawakan bawaanku. Hari ini terasa sangat lelah setelah berkutat dengan dua s*nga* b**s, tetapi sekedar menjinakkan saja.
Selesai membersihkan diri aku menyantap menu yang sudah disiapkan Mbok Lis. Aku membayangkan saat Anton dan Rio tersadar. Mereka akan murka terhadapku, apalagi file kebanggaan mereka raib tidak berjejak.
Semudah itukan aku bisa membuka privasi mereka? Tentu karena privasi mereka menggunakan sidik jari saja. Jadi mudah untukku mendapatkan apa yang aku rencanakan.
Miris ternyata mereka itu manusia tidak bermoral. Banyak perempuan terjebak dalam aksi liar mereka. Mungkin itu juga yang dirasakan oleh perempuan-perempuan tersebut seperti aku. Pergaulan bebas menjadi tren di zaman canggih sekarang, tidak lagi mengenal kesucian, etika, dan akhlak. Mereka hanya berpikir kesenangan duniawi yang menurutnya harus nikmati secara bebas. Namun, tidak semuanya seperti itu. Masih banyak di luar sana yang menjaga norma-norma kesopanan, etika, dan agama.
***
Dugaanku tidak meleset Anton dan Rio menghubungi nomor WA–ku, tetapi dengan santai kuabaikan.
["Khanza …! Berani ya, kamu ama, aku!"] Isi chatan Anton.
["Cewek sial, awas, ya!"] Ancam Rio.
Bodo amat dengan mereka, toh semua sudah aku tuntaskan jejak-jejak digital yang meresahkan. Sementara itu aku mengabadikan file kejahatan Anton dan Rio di flashdisk untuk mengamankan, jika suatu saat mereka macam-macam denganku.
Rupanya Anton belum bisa menerima kecuekkan aku. Dia menelepon nomorku berkali-kali. Namun, sengaja aku tidak menerimanya. Sadar diabaikan, akhirnya tidak ada lagi panggilan atau chatan masuk.
***
Seminggu telah berlalu dan selama itu pula aku merasa tenang tanpa gangguan dari s*nga b*as, tetapi ada yang aku lupakan. Begitu ingat aku segera mencari benda itu di tas. Ya, benda yang kubeli saat di apotik kemarin. Ternyata benda itu masih tersimpan rapi di tas.
Langsung kutes benda itu di air seni yang sengaja dikumpulkan di tempat khusus. Menunggu hingga beberapa detik dan berharap garis yang keluar bukanlah garis dua. Tespek iya nama benda itu, alat untuk mengetes awal kehamilan, mendeteksi kandungan hormon human chorionic gonadotropin(HCG) melalui air seni(urin).
Mataku terbelalak melihat garis yang ditunjukkan oleh tespek. Garis dua merah muncul di alat itu. Air mata keluar dengan deras. Menangis meratapi kesalahan yang telah kuperbuat. Malu? Sudah pasti malu. Harus aku apakan nyawa yang tidak berdosa ini dan darah daging siapa yang bersemayam di rahimku.
Dunia seakan runtuh menghadapi kenyataan yang belum siap aku terima. Memporak porandakan impian dan harapan yang sudah direncanakan. Semua itu kesalahan yang sengaja kuperbuat. Kini hanya tinggal penyesalan yang tidak berguna menghampiri jiwa rapuh.
***
"Non Khanza, kenapa, mukanya terlihat pucat?" tanya Mbok Lis.
Dia orang selalu mengkhawatirkan keadaan aku. Ingin rasanya aku berkeluh kasih dengannya, tetapi rasa sungkan mengurungkan niatku untuk jujur dengannya.
"Tidak apa-apa, mungkin hanya masuk angin aja, Mbok," jawabku lemah. Terpaksa aku berbohong. Entah sampai kapan aku berbohong.
"Tapi, Non …." Mbok Lis tidak melanjutkan ucapannya karena kehadiran Ayah dan Ibu yang baru datang dari luar kota.
Mbok Lis cepat-cepat membawakan bawaan Ayah dan Ibu. Sementara aku asyik menikmati roti dan susu.
"Khanza, bagaimana kabarmu, Nak? Hasil ujianmu, gimana?" Ayah menghampiri dan mencium kepalaku. Ada rasa terharu saat Ayah melakukan itu.
"Baik, Yah. Nilai UAS, Khanza juga baik, tinggal menunggu nilai UN dari pusat." Aku menjawab pertanyaan Ayah dengan santai. Sementara Ibu hanya diam tidak ada basa basi menyapaku.
"Oke, setelah itu, kamu bereskan barang-barangmu untuk berangkat ke Inggris." Ternyata Ayah benar-benar akan menyekolahkan aku ke luar negeri.
Bagaimana ini? Haruskah aku bicara jujur atau diam saja.
"Kenapa tidak lanjut di sini saja, Yah?" Aku mencoba bernegosiasi dengan Ayah.
Ayah tidak menjawab secara lisan, hanya menggeleng-geleng saja tanda tidak setuju dengan ideku.
Selesai sarapan aku masuk ke kamar, lalu menyembunyikan tespek takut kalau sampai ketahuan Ibu atau Ayah. Aku sendiri bingung mau diapakan gumpalan darah yang berada di rahimku.
***
Dua minggu kemudian.
Hari ini pengumuman UN sekaligus kelulusan. Jantungku berdegup kencang menanti kabar itu, tetapi yang bikin berdegup takut bertemu dengan Anton dan Rio karena selama dua minggu terakhir ini aku memblokir nomor mereka.
Ayah dan Ibu mendampingi pengumuman kelulusan, setidaknya aku merasa aman dari gangguan dua lelaki yang meresahkan. Duduk berada di tengah bersama kedua orang tua adalah dambaan setiap anak. Begitu juga denganku, bahagia dan senang sudahlah pasti.
Hasil ujian segera dibacakan oleh perwakilan pihak sekolah. Nilai terbaik kuraih dengan menyandang predikat peraih nilai tertinggi di provinsi. Wow! Berasa dalam mimpi mendengar pengumuman tersebut. Namun, sayang apa yang kuraih tidak sejalan dengan kenyataan saat ini.
Ayah dan Ibu sangat bangga, mereka memeluk dan mengucapkan selamat serta ucapan terima kasih kepadaku. Hari ini kebahagiaan sedang berpihak kepadaku. Sampai lupa ada bangkai yang kututup rapat, sampai kapan ini akan aku sembunyikan dari mereka. Semetara sebentar lagi diri ini akan terbang jauh ke negeri orang.
Selepas pengumuman selesai, Ayah dan Ibu pamit pulang duluan karena ada pekerjaan yang harus mereka kerjakan, sedangkan aku berkumpul bersama teman-teman cewek di kelas. Tidak lama Anton dan Rio ikut bergabung, membuat mood–ku berubah seketika. Canda tawa yang ceria, kini menjadi keresahan di hati.
Tatapan mata dua lelaki b*as membuat aku makin gelisah. Saking gelisahnya sampai-sampai pengen buang hajat kecil. Aduh! Kenapa juga acara kebelet segala. Aku pun pamit sebentar dengan mereka dan langsung lari ke toilet. Selesai, aku terkejut dengan kehadiran dua makhluk astral berwujud manusia.
"Khanza!" panggil Anton bersamaan dengan Rio.

Bình Luận Sách (218)

  • avatar
    NendenKucrit

    cerita ini sangat menarik dan mudah di pahami

    31/05/2022

      3
  • avatar
    ttSatria

    🤗🤗

    18d

      0
  • avatar
    FearlessIant

    cerianya menarik

    23d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất