logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Dipaksa Menikah

"Kamu bisa pilih gamis yang kamu sukai, biar Bi Inah yang bantu. Saya tunggu di sebelah sana," ujar Khair seraya menunjuk sudut yang berisi beberapa sofa nyaman dan sebuah meja kecil.
Khair berkata Lena harus memilih gamis, bukan pakaian lainnya. Dia sedikit menarik sudut bibirnya, gagal sudah rencananya membeli dress selutut.
“Non, siapa namanya? Bibi lupa." Bi Inah tampak menggaruk kepalanya.
"Bukan lupa, Bi. Tapi belum tahu," jawab Lena seraya memilah-milah gamis yang pas di badannya. Dia tidak ingin salah memilih dan malah terlihat seperti ibu-ibu.
"Oh, ya. Maklum udah tua." Bi Inah tertawa.
"Saya Lena, Bi. Lena Anastasya," ucap Lena.
"Non Lena cocok dengan Den Khair," celetuk Bi Inah membuat Lena menghentikan aktivitasnya dan memandang wanita setengah baya itu dengan tatapan penuh makna. "Nggak lah, Bi. Kami baru aja kenal, lagipula saya ini bukan wanita baik-baik, nggak cocok sama pria shalih seperti Mas Khair," tukas Lena.
"Kata siapa? Yang bisa menentukan pantas dan tidaknya seseorang itu hanya Allah SWT. Kita cuma manusia biasa, kalau sudah takdir mah bisa apa?"
Lena terhenyak, angannya terlalu tinggi jika sampai dia menaruh perasaan pada pria seperti Khair. Bukankah di Al-Qur'an sudah jelas disebutkan bahwa lelaki baik adalah untuk wanita baik, begitupun sebaliknya. Meskipun dia tidak melihat terjemahan ayatnya secara langsung, tapi Ustadzah Maryam pernah mengatakannya sewaktu Lena ikut jamaah sholat zuhur di masjid dekat rumahnya. Sudah lama sekali, tapi kata itu tak pernah lepas sedikit pun dari ingatannya.
"Mau pilih yang mana, Non?" tanya Bi Inah seraya menenteng beberapa gamis beserta jilbab di tangannya.
"Yang mana aja, Bi," ucap Lena tak bersemangat. Entah mengapa mood-nya suka berubah dengan cepat.
"Tidak usah terlalu dipikirkan, Bibi doakan semoga kalian berjodoh," ujar Bi Inah sembari mengusap kepala Lena dengan lembut. Ah, perlakuan Bi Inah justru membuat Lena merindukan ibunya, entah di mana perempuan itu saat ini.
Khair yang sedari tadi duduk, kini berjalan menghampiri mereka. "Kalau sudah, mari ke kasir," ucapnya. Lena mengangguk, membiarkan Bi Inah membawa belanjaannya.
Setelah Khair selesai membayar, mereka bergegas keluar. Namun, tiba-tiba tangan Lena ditarik seseorang dengan paksa hingga membuat tubuhnya berputar dengan cepat.
Deg!
"Enak ya kamu foya-foya di sini? Sementara di rumah, ayahmu kelaparan. Di mana kamu semalam?" tanya Pak Santoso dengan suara sedikit ditekan.
"Maaf, Yah. Lena tidak berniat kembali ke kelab malam lagi," lirih Lena. Dia melepaskan cengkeraman tangan ayahnya.
"Kamu ini ngomong apa? Kamu lupa kita bisa makan dari mana? Ya dari sana, dan pakaian ini nggak cocok sama kamu! Tubuh indahmu jadi nggak terlihat sama sekali."
"Cukup, Yah! Lena capek jadi seperti yang ayah inginkan. Selama ini apa ayah pernah memikirkan sedikit saja perasaan Lena? Tidak pernah. Ayah hanya memanfaatkan Lena untuk kesenangan pribadi ayah sendiri," ujar Lena seraya mengusap air matanya.
“Kamu ini jadi anak kurang aj*r, ya! Lama-lama Ayah gamp ….”
Khair menahan tangan Pak Santoso yang akan menampar Lena. “Maaf, Pak. Sebaiknya jangan kasar sama anak sendiri,” ujar Khair.
"Heh, anak bau kencur! Nggak usah ikut campur! Tahu apa kamu tentang mendidik anak? Ini anak saya, jadi terserah mau saya apakan," bentak Pak Santoso, membuat Lena bergidik ngeri.
"Saya memang tidak tahu apa-apa, tapi tidak baik menyakiti darah daging sendiri. Ingat dosa, Pak!" ucapan Khair malah membuat Pak Santoso terbahak. “Malah ceramah. Kamu pasti yang ngaku-ngaku pacarnya Lena, kan? Anak saya nggak butuh laki-laki macam kamu. Ayo Lena ikut Ayah! Jangan jadi anak durhaka kamu!” Pak Santoso menyeret tangan anaknya.
Lena menatap Khair dengan mata berkaca-kaca, seolah ingin mengucapkan kata maaf padanya. Sementara Khair tidak bisa berbuat apa-apa, dirinya bukanlah orang penting dalam hidup Lena yang bisa mencegah seorang ayah membawa pergi anaknya.
"Kasihan Non Lena, Den," ucap Bi Inah prihatin setelah melihat Lena dipaksa keluar dari mall oleh ayahnya.
"Hmm, mau gimana lagi, Bi? Kita bukan siapa-siapa dalam hidup mereka. Ayo pulang, simpan saja gamisnya di rumah, kita bisa berikan lain waktu," tutup Khair.
"Kalau gitu kasih label halal aja, Den. Biar dia nggak menderita seperti itu," celetuk Bi Inah.
"Ck, emang makanan? Bisa dengan mudah dapat label halal dari MUI." Khair terkekeh, tapi kalau dipikir-pikir omongan Bi Inah benar juga.
'Apa saya harus menikahi Lena agar perempuan itu bisa terbebas dari ayahnya?'
***
"Inah! Dari mana saja kamu? Pagi-pagi sudah ngilang!" teriak Mama Reta ketika melihat Bi Inah masuk ke dalam rumah bersama dengan putranya.
"A-anu, Nya. Itu ...," jawab Bi Inah gagap.
"Anu-itu, apa? Dan kamu Khair, kenapa masih di sini? Nggak kerja?" potong Mama Reta seraya menghampiri mereka.
"Habis zuhur Khair ke kantor, Ma. Tadi ada urusan sebentar sama Bi Inah," sahut Khair, dia melirik ke arah asisten rumah tangga mamanya yang terlihat menunduk.
"Kamu itu jangan terlalu baik sama pembantu, ntar lama-lama dia ngelunjak. Pakai acara beliin barang-barang segala," ucap Mama Reta seraya melirik paperbag di tangan Bi Inah.
Astaga! Khair lupa meletakkan gamis Lena di bagasi mobil, untung mamanya berpikir itu belanjaan Bi Inah. Kalau sampai perempuan itu tahu yang sebenarnya, bisa runyam urusannya. Tapi kasihan juga Bi Inah, sekarang dia malah terkena imbas dari masalah Khair.
"Masuk aja, Bi. Terima kasih sudah bersedia menemani saya," ujar Khair. Bi Inah mengangguk lalu bergegas menuju kamar sebelum Mama Reta memarahinya.
Khair menghampiri mamanya. Perempuan itu tampak memalingkan wajahnya. "Ma, jangan bicara seperti itulah sama Bi Inah. Kasihan kan dia,"
ucap Khair sambil mengusap tangan mamanya.
Mama Reta menatap Khair dengan wajah sebal. "Habis kamu sama pembantu aja kaya gitu, lagipula dari mana sih kalian? Pantas waktu Melody datang ke kantor kamu nggak ada di sana."
"Mama ngapain nyuruh Melody ke kantor Khair?" tanya Khair tak percaya.
"Ya, ngantar makanan. Mama lihat tadi pagi kamu nggak sempat sarapan," ucap Mama Reta datar.
"Lain kali nggak perlu repot-repot lah, Ma. Khair bisa sarapan di luar," sahut Khair.
"Memangnya kenapa sih? Kamu nggak suka kalau Melody yang ngantar?" selidik Mama Reta.
"Bukan begitu, Khair nggak mau Melody salah paham dengan kedekatan kami. Karena selama ini Khair nggak ada perasaan apa-apa sama dia."
"Emangnya apa yang kurang dari Melody? Dia cantik, baik dan berpendidikan tinggi. Cocok sama kamu!"
Tentu saja tidak ada yang salah dengan Melody, apa yang dikatakan mamanya memang benar. Khair sejak kecil sudah dekat dengan Melody, dan itu membuat dirinya hafal kepribadian perempuan itu. Namun, masalahnya sekarang Khair tertarik dengan wanita lain dan dia tidak ingin memberikan harapan palsu pada Melody.
"Perasaan itu nggak bisa dipaksakan, Ma," ucap Khair.
"Mau sampai kapan? Mama sudah kepengin nimang cucu, siapa lagi yang bisa diharapkan kalau bukan kamu? Fatimah adik kamu masih kuliah, masa dia yang harus nikah?" Pertanyaan mamanya membuat Khair seketika rindu dengan adiknya.
"Udahlah, Ma, Khair ke atas dulu. Capek." Khair melangkah menuju tangga. Dia tidak mau mamanya terus-terusan membahas soal pernikahan.
"Halah! Capek ngapain? Wong dari tadi kamu cuma jalan-jalan sama Bi Inah kok!"
Khair tidak menggubris ucapan mamanya. Dia mengunci pintu kamar, lalu membaringkan tubuh di ranjang. Khair mengusap wajahnya berkali-kali.
Bayangan tentang pertemuannya dengan Lena, perdebatan singkat perihal pakaian dan kejadian di mall tadi, terus berkelebatan di ingatannya. Entah dengan alasan apa Khair merasa hatinya teriris melihat kejadian itu.
Ketika dalam perjalanan pulang, sempat terbesit dalam hatinya untuk menikahi perempuan itu. Tapi tidak! Itu bukan pilihan yang tepat. Sebaiknya nanti malam dia salat istikharah dulu.
Khair sadar pernikahan adalah mitsaqan ghalidza, yaitu sebuah perjanjian yang besar. Dia tidak bisa sembarangan dalam memilih calon istri, belum lagi mamanya pasti akan menolak mentah-mentah keputusannya untuk menikahi Lena.
Khair tidak tahu apa yang menyebabkan dirinya begitu resah memikirkan perempuan itu.
Apa dia benar-benar sudah jatuh cinta? Apa yang harus dia lakukan sekarang? Ah, Rasanya dia ingin segera datang ke kelab malam dan mengeluarkan Lena dari sana.

Bình Luận Sách (34)

  • avatar
    DjibuFdlah

    ceritanya bagus bangat,mmberikan pljaran kpda dri sndri

    05/02/2023

      0
  • avatar
    PlatinFirdus

    sangat bagus

    01/02/2023

      0
  • avatar
    JAYVJAY

    ok kren

    01/06/2022

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất