logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 5 Risma Melarang Ibu Belanja

"Ibu nggak mau, pokoknya Ibu yang harus belanja," ucap Ibu.
"Keputusanku sudah bulat, aku yang akan belanja untuk kebutuhan rumah," balas Risma.
"Ibu tidak mau, kamu paham nggak," bentak Ibu sambil menggebrak meja. Risma langsung berdiri dan tak mau kalah dia juga ikutan menggebrak meja makan.
"Jika Ibu tidak mau, Ibu bisa pergi dari sini. Aku bisa panggil Bik Jum kembali untuk mengerjakan semua ini," ucap Risma dengan nada kesal.
Dalam situasi seperti ini, aku harus pura-pura membela Risma agar dia tak curiga padaku.
"Ibu! Biar saja Risma yang belanja jadi Ibu tidak perlu capek-capek ke pasar," ucapku seraya mengerlipkan mata memberi kode.
"Iya deh! Kamu saja yang belanja,"Ketus Ibu.
"Ibu! Jangan seperti itu, Risma sudah baik lo pada kita. Ayo Ibu cepat minta maaf," ucapku pada Ibu.
"Ibu minta maaf pada dia, sorry! Ibu nggak mau. Yang muda seharusnya yang minta maaf pada orang tua," sungut Ibu.
Astaga! Dalam situasi genting seperti ini, Ibu masih bisa ngomong seperti itu.
"Ibu minta maaf!ucap Ibu dengan sinis.
"Hmm!balas Risma. Biar sajalah, yang jelas Risma sudah tidak marah lagi.
Setelah selesai makan, Risma menidurkan Tania, aku menyusul nya dengan bantuan Ibu. Ini semua aku lakukan agar Risma percaya kalau aku beneran sakit.
"Dek! Gimana dong, Ibu sepertinya marah dengan keputusanmu, Dek!ucapku setelah Ibu keluar dari kamar. Semoga saja si Risma berubah pikiran.
"Mau bagaimana lagi Mas, aku hanya ingin berhemat agar aku bisa mengumpulkan uang untuk masa depan Tania,"balasnya.
"Tania masih kecil, Dek! dia belum butuh uang lagian kamu masih bisa kerja untuk mencari uang buat masa depan Tania," ucapku. Risma menatapku dengan sinis, apa aku salah ngomong.
"Justru Tania masih kecil kita bisa ngumpulin uang, jika dia sudah besar yang ada pengeluaran makin banyak," ucap Risma.
"Tunggu satu atau dua tahun lagi lah, Dek! Untuk saat ini berilah Ibu uang," rayuku.
"Aku sudah ngasih Ibu uang, apa itu masih kurang. Seharusnya kamu yang bertanggung jawab pada Ibumu bukan aku," bentak Risma.
Halah! Apa susahnya ngasih duit, duitnya masih banyak, kirain dapat untung yang malah buntung. Semakin kesini Risma semakin pelit saja, apa dia tidak kasihan melihat aku dan Ibu.
Memangnya harta orang tuanya untuk apa kalau bukan untuk cucunya juga, Dasar medit.
"Mas mohon, Dek! Kasihan Ibu, berilah Ibu uang lima juta atau dua juta saja," rayuku.
Risma diam sejenak, entah apa yang dia pikirkan. Mudah-mudahan saja Risma mau memberi uang pada Ibu. Jadi aku dan Ibu masih bisa senang-senang.
"Jika kamu tidak mau memberi uang tidak apa-apa, aku akan bekerja dengan keadaanku yang lemas seperti ini," ucapku mengiba. Risma menggenggam erat tanganku.
"Mas, kamu belum sehat tunggu kamu sehat dulu baru kamu bekerja," ucapnya. Sial! Bukannya iba malah menyuruh aku untuk kerja, dasar istri pelit.
Sekarang aku tidak pernah menemukan uang lagi seperti saat itu, mungkin Risma sudah tak lagi menyembunyikannya di rumah ini. Apa dia sekarang pakai ATM, tapi aku nggak pernah melihat kartunya.
"Nanti saja kita kumpulin uang untuk masa depan Tania, untuk saat ini berilah Ibu uang lebih," ucapku dengan nada lembut.
"Tapi Mas! Masa depan Tania itu jauh lebih penting,"balas Risma.
"Iya Mas tahu, nanti setelah Mas sehat, Mas akan bantu kamu cari uang," ucapku.
Malas rasanya merayu si Risma ini, untung saja aku tahu kalau si Risma anak orang kaya kalau tidak sudah aku tinggalkan dia.
"Besok aku pikirkan, Mas! Sekarang aku mau tidur dulu,"ucapnya seraya menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya. Aku pun terpejam setelah bersusah payah merayu Risma, tapi hasilnya nihil.
Pagi menjelang aku terbangun saat mendengar suara tangis Tania. Seperti itulah setiap hari Tania bila Ibu yang memandikannya.
"Mas, aku dan Tania berangkat dulu, kamu kabari aku jika dokter sudah memeriksa mu nanti," ucapnya.
"Iya, kamu hati-hati ya,"balasku.

Setelah Risma pergi, aku bangkit dan segera keluar rumah, capek rebahan terus. Kalau tidak karena harta mana mau aku seperti ini, capek dan stres berkurung terus. Karena Risma sudah berangkat dan dia pulang sore aku tidak perlu menyuruh Riko untuk menyamar. Jika Risma bertanya jawab saja kalau aku belum di perbolehkan kerja keras.
Ku temui Ibu di halaman rumah yang sedang menyiram tanaman.
"Buk! Kenapa Risma jadi pelit ya Buk?"tanyaku.
"Mana Ibu tahu, kok kamu malah nanya ke Ibu, dia istri kamu seharusnya kamu yang lebih tahu kenapa Risma berubah,"ucap Ibu.
"Buk! Selagi Risma tidak di rumah bagaiman kalau kita cari uang atau surat-surat yang bisa menghasilkan uang," ucapku pada Ibu.
"Bagus juga tuh, ayo kita ke kamar kalian," ajak Ibu. Aku dan Ibu pun pergi ke kamar untuk mencari uang atau apalah. Setelah aku dapatkan aku bisa jalan-jalan dan bersenang-senang dengan wanita. Aku sudah tak berselera menyentuh Risma
Setelah aku mendapatkan semua hartanya aku akan tinggalkan dia.
Saat sedang membongkar lemari baju Risma, terdengar suara derit pintu terbuka. Aku dan Ibu saling beradu pandang. Semoga saja bukan Risna yang datang.
"Siapa yang membuka pintu, buk? tanyaku.
"Mana Ibu tahu, Ibu kan disini jadi tidak tahu siapa yang membuka pintu," jawab Ibu.

Bình Luận Sách (88)

  • avatar
    Khaina8nZul

    good

    2d

      0
  • avatar
    ShiraHafiza

    sangat bagus

    3d

      1
  • avatar
    Imas Novidesi

    Bagus cerita nya

    6d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất