logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Risma Curiga

Gawat! Jangan sampai Risma mendengar obrolan kami, bisa-bisa terbongkar rahasia aku dan Ibu.
"Siapa yang menyamar jadi dokter?"tanya Risma lagi.
"A-anu Mbak, waktu Voni lahiran ada seseorang yang menyamar sebagai dokter kandungan. Untung saja cepat ketahuan jika tidka entah bagaiman nasib Voni" ucap Riko. Pandai sekali adikku ini bersandiwara, tidak sia-sia aku mengajaknya bekerja sama.
"Oh ...ya, untung saja ya cepat ketahuan," ucap Risma.
"Mas, besok kita harus ke rumah sakit ya, sudah lima hari kamu sakit, Mas," ucap Risma. Aku menelan saliva sejenak. Ayo berfikir Riyan agar kamu tak di bawa ke rumah sakit.
"Ng-nggak usah Mbak, Riko sudah hubungi teman untuk memeriksa keadaan Mas Riyan," ucap Riko.
"Iya Nak, lagian Ibu juga sudah buatkan jamu untuk Riyan," sambung Ibu.
"Ya sudahlah, besok suruh saja teman kamu itu, dan ini uangnya," ucap Risma seraya memberikan uang seratus ribu lima lembar. Riko dengan senang hati menerimanya.
Risma masuk ke kamar mungkin dia kecapean bekerja, tapi masa bodoh biar saja dia capek. Yang penting aku dapat duit.
"Mas, uang nya untuk aku ya," ucap Riko sambil mengibaskan uang pemberian Risma.
"Iya," jawabku.
"Enak saja, Ibu juga mau," ucap Ibu seraya merampas uang yang di tangan Riko.
"Apaan sih Buk, nih buat Ibu," ucap Riko sambil memberikan uang dua lembar pada Ibu. Aku menggelengkan kepala melihat tingkah laku Ibu dan Riko.
"Ya sudah Mas, aku pulang dulu untuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk penyamaran besok," ucap Riko.
Aku masuk ke kamar dengan bantuan Ibu, agar Risma tetap yakin kalau aku sakit. Setelah aku duduk di ranjang Ibu keluar.
Ku tatap wajah Risma yang begitu kusam. Mungkin akibat kecapean.
Risma kan banyak uang kenapa tidak dia gunakan saja untuk merawat wajahnya yang kusam itu. Percuma dong uang banyak, tapi wajah kusam.
"Mas, besok Tania aku bawa ya," ucap Risma.
"Kenapa? Nggak usahlah nanti kamu repot lagi," ucapku.
"Nggak Mas, justru aku kesepian saat melakukan pekerjaan nggak teman ngobrol,"sahut Risma. Pandai sekali istriku ini bersandiwara, bilang saja kalau orang tua kamu ingin melihat cucunya.
"Terserah kamu saja, asal pekerjaan kamu tidak terganggu,"ucapku.
"Iya Mas," balas Risma.
Hatiku bersorak gembira bila Tania di bawa Risma, aku jadi bebas mau kemana saja.
"Oh... Ya Mas, uang kamu besok aku kurangin ya," ucap Risma. Seketika mataku melotot.
"Ke-kenapa sayang, terus uang belanja untuk kebutuhan dapur, bagaimana?"tanyaku.
"Untuk dapur aku saja yang belanja, jadi Ibu tinggal masak saja," ucap Risma.
"Ibu bakalan ngga mau masak kalau tidak
sesuai dengan keinginannya," balasku.
"Apa susahnya tinggal masak, Mas," sahut Risma.
"Nggak bisa gitu dong dek, apa kamu tidak kasihan dengan Ibu," bentakku.
"Kenapa kamu malah membentakku, siapa suruh memecat Bik Jum," bentak Risma balik.
"Aku itu lagi sakit, nggak mungkin Bik Jum yang mengurusku," ucapku.
"Nggak ada salahnya juga kalau Bik Jum ada, lagian aku tidak pernah menyuruh Ibu untuk mengerjakan semuanya,"balas Risma.
"Pokoknya Mas nggak mau tahu, uang untuk aku dan Ibu jangan kamu kurangi," teriakku.
"Kamu saja yang kerja, kamu pikir aku tidak capek mencari uang," ucap Risma.
"Aku lagi sakit, mana bisa aku kerja,"balasku. Risma malah meninggalkan aku di kamar.
Saat makan malam Ibu menyinggung soal uang belanja.
"Lima belas juta," ucap Risma dengan mulut mengaga.
"Mulai besok aku yang atur uang belanja," ucap Risma.
"Tidak bisa gitu dong,"balas Ibu.
"Kenapa Buk?"tanya Risma.
"Sudahlah Buk," ucapku menengahi.
Gawat! Jika Risma yang mengatur keuangan bisa-bisa aku gila, bagaimana aku bisa jalan-jalan, belom lagi Ibu dan Riko yang selalu minta uang.
"Jadi gimana dengan uang belanja Ibu,"ucap Ibu. Haduh Ibu ini nggak bisa apa nanti saja ngomongnya tunggu Risma baikan dulu.
"Keputusan ku sudah bulat, aku yang akan belanja," ucap Risma.
Sepertinya Risma serius dengan keputusannya. Gawat jika seperti ini aku harus bagaimana-bagaimana sekarang.
"Ibu nggak mau pokoknya, Ibu yang harus belanja" ucap Ibu.
"keputusanku sudah bulat, aku yang kan belanja kebutuhan rumah" balas Risma.
" Ibu tidak mau, kamu paham nggak!" bentak Ibu sambil menggebrak meja. Risma berdiri dan tak mau kalah dia juga ikutan menggebrak meja makan.
"Jika Ibu tidak mau Ibu bisa pergi dari sini. Aku bisa panggil Bik Jum kembali untuk mengerjakan semua ini" ucap Risma dengan nada kesal.
Dalam situasi seperti ini aku harus berpura-pura membela Risma agar dia tidak curiga padaku.
"Ibu biar saja Risma yang belanja jadi Ibu perlu capek-capek belanja ke pasar" ucapku seraya mengerlipkan mata memberi kode agar Ibu paham.
"Iya deh, kamu saja yang belanja," ketus Ibu.
"Ibu jangan seperti itu, Risma udah baik lo sama kita, ayo Ibu cepat minta maaf," pintaku.
" Ibu minta maaf pada dia, oh sorry! Ibu tidak mau. yang muda seharusnya yang minta maaf pada yang tua," sungut Ibu.
Astaga! dalam situasi genting seperti ini, Ibu masih bisa ngomong seperti itu.
"Ibu minta maaf," ucap Ibu dengan sinis.
"Hmm,," balas Risma.
Biar sajalah yang jelas Risma sudah tidak marah lagi.
Setelah selesai makan, Risma menidurkan Tania, aku menyusulkan dengan bantuan Ibu. Ini semua aku lakukan agar Risma percaya kalau aku beneran sakit

Bình Luận Sách (88)

  • avatar
    Khaina8nZul

    good

    2d

      0
  • avatar
    ShiraHafiza

    sangat bagus

    3d

      1
  • avatar
    Imas Novidesi

    Bagus cerita nya

    6d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất