logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

SAKIT

Part 4
Devan kini sudah kembali ke kamarnya, setelah tadi ia mengambil makanan untuknya dan untuk Adiba juga, tidak lupa ia juga mengambil obat penurun panas di kotak P3K yang tersedia di pentry restauran dan Bunda Ririn juga menitipkan vitamin untuk diberikan kepada Adiba, mungkin ia mempunyai firasat tentang putrinya yang sedang sakit.
Devan masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, netranya kini melihat istrinya yang sedang tertidur di sofa, lalu ia menghampiri Adiba dan membangunkannya.
“Mbak, bangun Mbak! Kenapa tidur di sofa?" Devan menepuk-nepuk pipi Adiba.
"Aku ketiduran ya, Van?" Adiba membuka matanya.
Adiba terbangun, setelah ia merasakan ada tepukan lembut di pipinya, kini netranya melihat Devan ada di depannya.
"Mbak kenapa tidur di sofa?" tanya Devan.
"Aku bosan tiduran di tempat tidur, makanya pindah ke sini," jelas Adiba.
Devan tersenyum setelah mendengar jawaban Adiba barusan, apalagi melihat wajah Adiba yang baru bangun tidur seperti itu, dia terlihat sangat lucu dan menggemaskan.
'Ada-ada saja istriku ini, tidur kok bisa bosan! Tapi, kalau bangun tidur seperti ini, dia terlihat sangat cantik,' gumam Devan.
"Devan," Adiba menjentikan jarinya, menyadarkan Devan dari lamunannya.
"Hah! I--Iya, ada apa, Mbak?" tanya Devan gugup.
"Aku mau tidur di ranjang, bisa tolong bantu pindah, Van!" pinta Adiba.
Devan membantu Adiba bangun dari sofa dan memapahnya menuju tempat tidur, ia meraskan suhu tubuh Adiba yang masih panas, wajah Adiba juga terlihat masih pucat, membuatnya merasa khawatir.
"Makan dulu ya Mbak, setelah itu diminum obatnya! Bunda juga nitip vitamin untuk Mbak minum, supaya Mbak Diba cepat sembuh,” jelas Devan.
“Enggak mau, Van! Aku enggak laper!" tolak Adiba, "berikan saja obatnya, aku akan meminumnya,” pinta Adiba.
“Kalau Mbak enggak makan, enggak bisa minum obat, nanti Mbak tambah sakit! Memangnya Mbak mau kalau ayah dan bunda khawatir karena putri kesayangannya sakit?” jelas Devan.
Adiba terdiam memikirkan apa yang dikatakan oleh Devan, ia tidak ingin membuat orang tuanya khawatir karena mendengar ia sedang sakit.
“Aku enggak mau mereka khawatir, Van!!” Adiba menggeleng.
“Kalau begitu, Mbak harus makan dulu. Saya suapin ya?” ujar Devan dan mendapat anggukan dari Adiba.
Devan menyuapi Adiba dengan perlahan, membuat Adiba begitu menikmati makanan yang ia makan, bahkan Adiba melupakan kalau dia sedang tidak mau makan, atau mungkin karena dia juga belum makan dari kemarin siang, maka dari itu ia makan dengan sangat lahap, hingga tanpa terasa makanan di dalam piringnya sudah habis tidak tersisa.
“Alhamdulillah," ucap Devan, di ikuti juga oleh Adiba.
Melihat Adiba menghabiskan semua makanannya, membuat Devan merasa senang, bahkan Adiba tidak menyisakan makanannya sama sekali, padahal ia juga merasa sangat lapar karena belum makan sejak semalam.
 “Ada yang ngakunya enggak laper, tapi piringnya sampe bersih gini, ya!” sindir Devan menggoda Adiba.
"Maksudnya?" tanya Adiba bingung.
Adiba melirik piring yang ada di tangan Devan, ternyata benar makanannya sudah habis tidak tersisa dan itu semua ia yang memakannya.
"Nih, coba kamu lihat!" Devan menujuk piring kosong di tangannya.
"He he, makanannya enak, Van! Mungkin juga karena di suapin kamu, jadi rasanya tambah enak," Adiba terkekeh.
"Bisa saja kamu cari alasannya," Devan menoel hidung Adiba.
Adiba terdiam setelah mendapat perlakuan Devan, lalu ia tersenyum canggung. Sebenarnya ia malu pada laki-laki di depannya ini, tapi ia mencoba bersikap biasa saja dan menganggap tidak terjadi apa-apa.
“Devan, kamu sudah makan?” tanya Adiba.
Adiba baru teringat sesuatu, dari semalam ia belum melihat Devan makan sesuatu dan sekarang ia menghabiskan makanan yang dibawa olehnya.
"Gimana mau makan, makanannya sudah habis semua," Devan melirik Adiba.
Devan hanya menggoda Adiba saja, ia suka melihat wajah istrinya yang tersipu malu, sepertinya kini menggoda Adiba akan menjadi hobi barunya.
Adiba yang merasa kesal karena Devan terus saja menggodanya, reflek mencubit tangan Devan, membuat dia meringis karena cubitannya itu terasa sangat menyakitkan.
“Awws!! Sakit Mbak!” Devan pura-pura merajuk.
“Habisnya kamu menyebalkan! Terus saja menggodaku," tukas Adiba kesal.
“Memang kenyataan seperti itu 'kan? Mbak bilangnya enggak laper, ternyata laper banget ya? Ha... Ha... Ha....” ujar Devan dengan tawa yang menggelegar.
“Devannn...!” teriak Adiba.
Adiba benar-benar kesal pada suaminya itu, ia mencoba bangun dari tempat tidur agar bisa membalas perbuatan Devan, namun Devan terus saja menghindar dari pukulannya. Hingga akhirnya, Adiba berhasil meraih tangan Devan. Karena tubuh Adiba yang masih lemas dan Devan juga kehilangan keseimbangan, keduanya terjatuh bersamaan di atas ranjang dengan Devan berada di atas tubuh Adiba.
Brukk....
Hening, tidak ada yang sadar dengan posisi mereka berdua, baik Adiba maupun Devan seolah terhipnotis dengan tatapan mata mereka masing-masing. Tiba-tiba kepala Adiba terasa pusing dan meringis, barulah mereka tersadar. Devan yang melihat istrinya kesakitan, segera bangun dari tubuh Adiba.
"Maaf!" ucap Devan.
"Kepalaku sakit, Devan!" Adiba memegang kepalanya.
Devan mendekati Adiba, ia membantu Adiba membenarkan posisi tidurnya lalu ia merebahkannya dengan sangat hati-hati, agar Adiba bisa merasa nyaman.
"Obatnya di minum dulu ya, Mbak! Vitaminnya juga, ini bunda yang kasih untuk, Mbak!" Devan memberikan obat dan vitamin pada Adiba, "Mbak sangat beruntung, mempunyai bunda yang sangat menyayangi Mbak," tutur Devan.
Adiba meminum obat yang di berikan Devan, lalu ia membaringkan kembali tubuhnya, mencari posisi yang pas agar ia bisa beristirahat dengan nyaman.
"Terima kasih, Devan! Maaf ya, sudah membuatmu repot," ujar Adiba.
"Saya enggak merasa direpotkan, saya senang bisa merawat Mbak. Lagi pula, ini juga sudah menjadi kewajiban saya sebagai suami, Mbak," jelas Devan.
Adiba merasa terharu dengan apa yang Devan katakan, ia tidak menyangka ternyata Devan mempunyai pemikiran seperti itu, padahal usianya masih sangat muda.
"Seharusnya hari ini kita pulang ya, Van? Karena Aku sakit, kita harus tetap di sini lebih lama lagi," ujar Adiba.
"Itu tidak usah dipikirkan, Mbak! Yang harus Mbak pikirkan sekarang adalah kesehatan Mbak Diba, supaya cepat sembuh dan kita bisa pulang ke rumah," papar Devan.
Hati Adiba terasa hangat mendengar Devan mengatakan itu semua, ia merasa ucapan Devan selalu bisa menenangkan hatinya.
"Sekarang, Mbak istirahat ya," Devan menyelimuti Adiba dengan selimut yang semalam dipakai Adiba.
Adiba hanya mengangguk, tanpa mengatakan apa-apa, ia benar-benar terpesona dengan perlakuan Devan padanya.
'Ya Allah, kalau memang Devan adalah jodohku yang terbaik, Aku ikhlas! Aku akan menerimanya dan akan belajar mencintainya,' gumam Adiba lalu memejamkan matanya.
***

Bình Luận Sách (106)

  • avatar
    Samuel Jamrud

    mantap

    5d

      0
  • avatar
    Rinakurniahapsari

    bagus....

    28/08/2023

      0
  • avatar
    AlmaNeng

    sangat menyenangkan

    13/07/2023

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất