logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 6 Jadi Lo, Nyalahin Gue

Tugas kelompok biologi tidak bisa dikerjakan dalam satu hari, sehingga hari berikutnya masih harus berdiskusi sesama anggota. Namun, sebagian anggota enggan berdiskusi karena mengerjakan tugas yang lain.
Cowok berkacamata bulat di belakang Nico, meminta Lina duduk di sebelahnya. Kebetulan kursi sedang kosong karena sang penghuni masih berada di luar kelas. “Punya lo sudah sampai mana, Lin?”
“Masih kurang setengah lagi, Lan.” Lina berpindah dari tempat duduknya menuju kursi di belakangnya.
“Punya gue hampir selesai. Nanti jam istirahat lo duduk di sini lagi saja, ya. Gue mau bantuin lo, biar bisa cepat kelar. Yang lain kayaknya sibuk,” jelas cowok berlabel Arlan.
“Oke.” Lina menangguk setuju. Mereka masih mengobrol hingga bel masuk berbunyi lalu Lina beranjak kembali ke tempat duduknya.
Memasuki jam istirahat siang, Lina memilih makan di tempat karena bekal yang sudah ia siapkan. “Gue makan dulu, ya, Lan. Habis ini baru kita diskusi,” ucapnya sambil menengok ke Arlan tanpa memedulikan cowok di sebelah yang sedang mengamati.
“Oke, gue mau ke kantin dulu.” Arlan pun berjalan meninggalkan kelas. Tak lama, Nico menyusul bersama Raymond.
Lina bernapas lega setelah Nico meninggalkannya, kemudian Bella datang menemani. “Bell, lo gak ke kantin?” tanyanya.
“Gak ah. Lagi males gue,” jawab Bella santai.
“Kalo gitu makan bareng aja. Gue bikinnya kebanyakan.” Lina menggeserkan tepaknya dan memberikan sendok. “Gue baru nyoba bikin semur tahu. Cobain deh, Bell. Lumayan pedes tapi.”
“Lo tau aja gue suka pedes.” Bella pun mencicipi bekal milik Lina. “Lin, gimana lo sama Nico?” tanyanya kemudian.
“Gak gimana-gimana,” jawab Lina tenang. “Kapan lo pindah lagi, Bell? Atau lo mau duduk sama Nico? Biar gue tukeran tempat duduk sama lo.”
“Sama aja dong, kita gak duduk bareng. Nico lagi usaha deketin lo, tuh. Gue tahu dari Raymond. Gue maksa dia buat cerita. Jadi gimana?”
“Gimana apanya?”
“Lo mau nerima Nico, gak?”
“Apaan sih, Bell. Lo aja deh sana, embat dia. Gue dukung pokoknya. Gue males berurusan sama cowok sok ganteng itu.”
“Terserah lo, Lin. Gimana lo aja, gue sih dukung-dukung aja, kalo lo sama Nico.”
“Bella!"
Setelah kemunculan Arlan ke kelas, Lina membereskan tepak makannya. Ia menyiapkan buku yang akan digunakan sebagai catatan untuk tugas kelompok.
Bella kembali ke tempat duduknya setelah Lina berpindah tempat ke belakang. Arlan mengeluarkan buku catatan sesudah Lina duduk di sebelahnya. “Gimana, perlu bantuan, gak?” tanyanya.
“Gak perlu, Lan. Gue bisa kerjain sendiri,” jawab Lina sambil mencatat sesuatu. “Kalau punya lo sudah selesai, biar gue lanjutin.”
“Gue saja ya nanti yang lanjutin. Kan gue sudah dibantu sama yang lain, giliran gue yang bantu lo, Lin. Gak masalah, kan?”
“Boleh sih. Tapi gak apa-apa, nih? Memangnya lo udah ngerjain tugas yang lain.”
“Sudah dong. Gue sudah kerjain semalam di rumah. Beres kalau soal PR mah. Lo sudah?”
“Sudah kok, semalem gue kerjain.”
Percakapan Lina dan Arlan terus berlangsung hingga kehadiran Nico tidak juga menarik perhatian mereka. Lina tidak menyadari jika Nico menaruh sebotol minuman ke mejanya, padahal cowok itu sudah sengaja menaruh dengan keras hingga timbul suara benturan.
“Kalimat ini perlu dituliskan, gak? Kira-kira penting gak, sih?” tanya Lina sambil mendekatkan buku paket biologi.
“Yang mana?” Arlan menggerakkan kacamata sebentar untuk memperjelas penglihatannya.
“Yang ini.” Lina menunjuk ke halaman sebelah kanan.
Mereka makin mendekat karena satu buku paket yang ingin mereka baca bersama. Mereka tidak peduli pada sepasang mata yang memandang dengan sinis.
“Kalian ngerjain apa, sih? Kok gue gak diajak?” Akhirnya Nico mengeluarkan suara setelah tidak tahan dengan pemandangan di depan matanya. Kini, ia sudah pada posisi menengok ke Lina dan Arlan sambil duduk.
“Udah, lo duduk manis aja. Gak usah ganggu gue. Biar tugas cepet kelar,” ucap Lina tanpa melirik ke Nico.
Lina pikir setelah ia berkata seperti itu, dirinya akan mendapatkan kedamaian. Namun, tidak disangka, Nico membuatnya terkejut karena gendangan tangan ke meja. Lina mencoba untuk tidak peduli, tetapi suara gendang makin tidak karuan. “Nico, lo bisa diem gak, sih?”
“Lo manggil gue, Lin? Gue gak salah denger, kan?” Nico menengok ke Lina, bersikap tak bersalah, padahal hati senang bukan main. Dasar raja aktor.
“Lo ... bisa ... diem, gak?” Lina bicara agak dilambatkan sambil menatap Nico dengan serius. Tatapan yang sangat dinantikan cowok itu.
“Oke.” Nico tersenyum lalu kembali menghadap papan tulis.
Arlan cuma menggeleng melihat kelakuan Nico, ia pun kembali mengajak Lina berdiskusi. Cewek itu dengan senang hati melanjutkan pembahasan tugas. Selain tugas, Lina dan Arlan juga membahas bacaan favorit serta pelajaran yang disuka atau tidak. Keakraban mereka membuat telinga Nico memanas.
Lina tersentak ketika mendengar suara buku paket terbanting. Ia pun mencari sumber suara tersebut, dan mendapati Nico kembali membanting buku paket ke meja. “Lo kenapa, Nic?” tanyanya heran.

“Gue mau baca buku! Memangnya lo doang, yang bisa belajar!” jawab Nico asal dengan nada agak dikeraskan.
“Oh... tapi gak usah banting-banting buku gitu. Bisa, kan?”
“Gue lagi bersemangat. Jadi, ya, gue kekencengan narohnya.” Lagi-lagi Nico membanting buku paket. “Sori, gue mau milih, buku mana yang mau, gue baca.”
Lina mendengkus. Baru kali ini ia melihat cowok aneh yang suka banting-banting buku tidak jelas. Daripada pikirannya mendidih karena kegaduhan yang dibuat Nico, ia memilih lanjut menyelesaikan tugas agar bisa diserahkan ke Arlan.
Ketenangan Lina tidak berlangsung lama, ia mendengar Nico menggerakkan kursi sebelahnya, seperti sedang mengayun jungkat-jungkit. Gerakan itu menimbulkan suara kaki kursi yang membentur lantai.
“Lo kenapa, sih?” Lina merasa sangat terganggu. “Gak bisa, ya, biarin gue tenang ngerjain tugas? Kalo lo gak bisa diem, mending di luar aja!”
“Lo ngusir gue?” Nico menatap tajam ke Lina. Ia pun bangun dari duduknya. Entah perasaan apa yang membuatnya tidak nyaman? Sejak tadi ia mencoba untuk tenang, tetapi tidak tahan, dan akhirnya mengacau untuk menguraikan kegelisahannya.
“Gue gak mau ngusir, ya. Tapi kalo lo masih berisik juga, mending lo di luar, ngapain kek. Daripada ganggu gue. Ini dari tadi gue gak kelar-kelar karena lo berisik. Gue jadi gak bisa konsen,” keluh Lina.
“Jadi lo, nyalahin gue? Bukannya lo kebanyakan ngobrol, ya, kenapa harus nyalahin gue?” Pertanyaan Nico seakan ingin menyalakan percikan api.
“Karena lo berisik, bikin gaduh, gak bisa diem.” Lina balas menatap tajam. Ketenangannya sudah diujung tanduk.
Tatapan mata Lina langsung menusuk ke hati Nico. Cowok itu mulai geram, dan langsung menendang kursi. Lantas ia berpaling, berjalan ke arah Raymond yang duduk di pojok barisan paling kiri. Semua mata di dalam ruangan memandang sikap Nico dengan heran. Cowok yang terkenal cuek itu baru saja membuat kegaduhan. Ini pertama kali.
Lina mengembus napas kesal. Ia ingin menjerit dan meneriaki Nico dengan makian. Namun, Arlan menyuruhnya duduk. Cowok berkacamata itu bersikap lebih lembut dan mampu menenangkan emosinya.

Bình Luận Sách (260)

  • avatar
    nadyapAllysa

    keren

    02/01

      0
  • avatar
    JunaediAjun

    sangat bagus

    01/01

      0
  • avatar
    Sarmila

    bagus

    23/12

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất