logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Please, Jauhi Gue

Lina merasakan sakit pada sendi-sendinya karena habis berlari-lari merebutkan bola basket di lapangan. Dia memukul-mukul pundak pelan. “Bel, udah beres belum?” tanyanya sambil bersandar di samping pintu kamar mandi.
“Bentar lagi, Lin.” teriak Bella. Tak lama kemudian, ia keluar dari pintu cokelat yang terbuka. “Udah yuk, Lin, kita ke kelas.”
“Yuk.” Lina pun menyejajarkan langkah di samping Bella.
“Lin, lo, tadi lihat Nico, di pinggir lapangan? Pas kita lagi tanding.”
“Kenapa emang? Bukannya emang keliatan banget, ya, dia di sana?”
“Maksud gue, itu, lo merhatiin dia gak?”
“Ngapain juga gue merhatiin dia, Bell?”
“Elo, kayaknya gak sadar, ya. Dia merhatiin lo terus, tahu.”
“Terus?” Lina mengernyit.
“Elo, gak heran gitu? Dia kan, jarang peduli sama cewek. Liat cewek di-bully Winda, kadang dia diem. Nah, tadi, gue heran, kok dia merhatiin lo terus.”
“Tau dari mana dia merhatiin gue, Bell. Mungkin cuma perasaan lo aja.” Masih saja mengelak, Lina tahu banget tanpa ia perhatikan juga Nico akan memperhatikannya. Bukan karena memiliki percaya diri tinggi, tetapi semenjak kejadian tempo hari sering kali Nico mendekatinya.
“Bener, Lin. Gue kan, liatin dia terus. Gue jadi tahu, karena mata dia, ngikutin ke mana lo lari. Awalnya, gue gak yakin, tapi sampe tanding selesai, kita duduk di pinggir, dia masih liatin lo.”
“Dasar. Kurang kerjaan banget liatin dia. Lo naksir, ya?”
“Ya iyalah, Lin. Cakep gitu. Yang lain juga, pada liatin dia. Kayaknya, lo doang deh, yang aneh. Masa, lo gak naksir, ma cowok secakep Nico?” Bella terkekeh.
Lina akui memang Nico bak selebritas yang punya wajah enak dipandang. Banyak cewek yang terkagum-kagum melihatnya, berani mengejar bahkan menyatakan perasaan, tetapi ia tidak mau ambil risiko terlalu jauh. Ia ingin bersekolah dengan damai, tanpa terlibat banyak masalah, terutama dengan cowok berlabel Nico itu. Mau jadi apa hari-harinya kelak?
“Lin, Lin, ada Nico, tuh!” seru Bella yang sudah tersenyum cerah.
Lina melebarkan mata, memandang punggung Nico. Di sebelah cowok itu, ada juga Raymond yang berjalan mengiringi. Di belakang mereka, beberapa cewek mengikuti. Di samping kanan dan kiri mereka, beberapa cewek memandang dengan kagum. Pemandangan yang membuat Lina mulas. Bahkan, teman di sampingnya pun sudah berbunga-bunga.
Karena tidak ingin menjadi bagian dari cewek-cewek kegirangan itu, Lina menunduk. Ia hanya berharap jika Nico tidak mengetahui keberadaannya. Namun, harapan itu sirna ketika Bella menepuk pundaknya pelan dan berbisik, “Lin. Nico, tiba-tiba nengok, terus balik badan. Dia, dia, ngeliatin ke arah kita.”
Kecemasan Lina berlipat ganda, inilah yang tidak dia inginkan. Cewek itu mengangkat kepala untuk memastikan kebenaran ucapan Bella, siapa sangka tatapan Nico langsung menembus matanya. Kejadian cepat itu membuat Lina mengingat kembali saat terakhir Nico menemuinya.
“Gue gak mau jadi cewek cengeng, dan gue gak mau jadi seperti mereka dengan membalas. Dan juga, gue gak mau lo bantuin gue lagi,” ucap Lina.
“Terus, mau lo, gue diem aja ngeliat lo ditindas Winda dan teman-temannya?” tanya Nico.
“Ya begitu. Sudah ya, gue minta banget lo gak usah peduliin gue lagi. Biar soal Winda itu jadi urusan pribadi gue.” Lina pikir perbincangan dengan Nico harus segera diakhiri, ia hendak berbalik, tetapi cowok itu lebih dulu menghampirinya.
“Gue gak janji, ya. Gue gak akan biarin, Winda bertindak seenaknya sama lo. Karena gue mau....” Nico menahan ucapannya sambil berpikir, lalu berkata, “Cuma gue yang bisa, memerintah lo.” Dia tersenyum penuh kemenangan.
Ucapan Nico itu tentu membuat Lina geram, tidak disangka cowok di depannya ingin bermain-main. Karena kesal, dia langsung menginjak kuat kaki Nico hingga siswa tampan itu mengerang kesakitan. “Maksud lo apa?”
“Gue mau elo, nurutin perintah gue.”
“Gue menolak. Please, jauhi gue.” Lina benar-benar tidak ingin berurusan dengan Nico. Urusan dengan Winda saja belum tentu selesai, ditambah dengan kehadiran Nico kali ini membuat Lina tidak nyaman.
Selesai mengingat kejadian itu, Lina kembali menunduk. Dia meraih tangan Bella, lalu menarik sahabatnya itu agar berjalan cepat. Nico sudah semakin dekat, tetapi Lina berusaha untuk tidak melihatnya.
Melihat Lina yang coba menghindarinya sambil menunduk, Nico malah tersenyum. Langkah cowok itu terhenti saat cewek berkuncir dua itu semakin dekat. Dia hendak mencekal tangan Lina agar cewek itu berhenti. Sementara itu, tangannya sudah siap beraksi di samping celana. Namun, Nico berubah pikiran, yang dia lakukan malah sebaliknya, memasukkan kembali tangannya ke kantong celana.
Lina merasa lega karena berhasil melewati Nico yang masih jadi pusat perhatian. Ia segera masuk ke kelas, melepaskan tangan Bella, lalu mengambil alih tempat duduknya.
“Lo kenapa, Lin?” Bella merasa heran dengan sikap Lina yang tidak ingin melihat Nico.
“Gak kenapa-kenapa, Bel. Lagi males aja ketemu sama Nico. Sori ya, lo jadi gak puas liatin dia, deh.” Lina buru-buru memasukkan seragam olahraga ke tas, lalu mengambil buku paket yang merupakan jadwal pelajaran selanjutnya.
Bella yang masih terheran, memutuskan untuk duduk di samping Lina. Dia juga memasukkan seragam olahraga ke tas, tetapi tindakannya sempat terhenti karena melihat Lina; membaca buku begitu kaku, terlalu menunduk, dan sesekali melirik ke arah pintu. Sebagai sahabat Lina, pemandangan ini merupakan pengalaman pertama baginya melihat Lina salah tingkah.
Lina semakin serius membaca buku yang terbuka lebar di meja. Dia abaikan sekeliling dan berusaha fokus pada lembaran kertas itu. Meskipun begitu, suara Nico masih bergema di dalam kepalanya. Gue mau lo, nurutin perintah gue. Ingin sekali Lina mengaburkan suara itu, tetapi usahanya sia-sia.
Karena ketidaktenangannya, Lina membalikkan lembar dengan cepat, baca dengan singkat, lalu membalikkan lagi. Terus seperti itu hingga dia mencium aroma parfum yang dikenalnya melintas di depan meja. Wajahnya langsung menegang, tetapi dia masih tetap berusaha melanjutkan kegiatannya.
Senyum tersungging di bibir Nico saat dia berhenti di depan meja Lina. Kedua tangan Nico masih bersembunyi di dalam saku celana abu-abu. Dia memandang cewek yang kini sedang serius mengamati buku. Kelihatan serius, tetapi Nico tahu bahwa Lina hanya sedang mengasingkan diri darinya.
“Lin, Lin, lo gak apa-apa, kan?” Pertanyaan Bella tiba-tiba memecahkan suasana, mengacaukan pertahanan Lina.
Lina menengok ke arah Bella tanpa memedulikan siapa yang sedang berada di depan mejanya. “Gue gak apa-apa, Bell.” Senyum Lina mengembang dengan berat.
“Syukurlah. Gue pikir, lo kesurupan, karena tiba-tiba diem gitu. Kan gue takut. Lo gak sadar apa, di depan lo itu, ada Nico dan Raymond. Lo gak nyapa mereka? Gue sih udah barusan, senyum doang tapi.”
Ucapan Bella barusan menusuk-nusuk hati Lina, tetapi malah menyenangkan untuk Nico. Kali ini, Lina merasa tersudut, sahabatnya sendiri tidak bisa menolong. Lina melirik Nico sesaat dan mendapati cowok itu sedang tersenyum. Senyum penuh kepuasan.

Bình Luận Sách (260)

  • avatar
    nadyapAllysa

    keren

    02/01

      0
  • avatar
    JunaediAjun

    sangat bagus

    01/01

      0
  • avatar
    Sarmila

    bagus

    23/12

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất