logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Ayah Terkena Serangan Jantung.

"Jalan menjijikan ini yang telah Kamu ambil, maka terima konsekuensinya! Ayo Aldi kita pergi!" ajak Pak Hartawan pada Anak sulungnya yang kemudian melangkah mengikutinya pergi.
Masih dengan berbalut selimut, Kinan menangis tersedu di ambang pintu. Entah apa yang ada dalam pikirannya kali ini.
"Bersihkan dirimu! Ayo ku antar pulang!" perintahku sambil membantunya berdiri dan memapahnya menuju kamar mandi.
Lima menit kemudian, Kinan keluar dari kamar mandi dengan pakaiannya yang sudah rapi. Bergegas Kami meninggalkan kamar yang menjadi saksi bisu dosa yang telah kami lakukan.
Mobil meluncur membelah jalanan, dengan Kami di dalamnya yang hanya mampu terdiam dan bergelut dengan pikiran kami masing-masing.
"Maafkan Aku! Aku tak tahu mengapa, tak mampu menahan gejolak nafsu." Ucapku lirih mencoba membuka obrolan.
"Aku memasukkan obat perangsang pada minuman botol yang Kamu minum tadi." Ujarnya santai, tapi mampu membuatku kaget. Tak menyangka seorang Kinan bisa berbuat segila itu.
"Kamu sadar nggak? Tingkah konyolmu ini bisa merugikan banyak orang!" seruku dengan nada ketus.
"Aku benci jika ada lelaki yang mengacuhkan perasaanku. Sama saja dengan menjatuhkan harga diriku!" sanggahnya tak mau kalah.
"Anda sangat egois Non Kinan. Semoga hal buruk tak terjadi karena ulah Anda!" ujarku berharap ada sesal dari sinar matanya, ternyata Aku tak menemukan setitikpun di sana.
Setiba di rumah megah nan mewah milik keluarga Kusuma, dengan setengah berlari Kinan masuk ke dalamnya. Akupun mengikuti langkahnya hanya tak seantusias Kinan. Kami berdua terkejut saat melihat seluruh anggota keluarga berkumpul di ruang tamu yang berarsitektur Spanyol ini.
Aku berdiri terpaku, saat Ayah datang menghampiriku dan menghadiahi sebuah tamparan keras di pipiku
PLAK!
Rasa panas mejalar di pipi akibat bekas tamparan yang Ayahku lakukan. Aku hanya menunduk menyesali kesalahanku. Ibu pun bangkit dan berdiri di sampingku dengan mengusap lenganku memberi dukungan agar Aku kuat menghadapi masalah ini.
"Apa seperti ini didikan yang telah Ayah berikan? Tak sadarkah dirimu, bahwa Kita orang miskin jangan pernah berani untuk bermimpi!" bentak Ayah membuatku makin menundukkan wajah.

"Aku betul-betul kecewa padamu Ramlan! Atau jangan-jangan Kamu sengaja mengutus putramu untuk menggaet gadis-gadis kaya, agar Kalian bisa ikut menikmati hidup dalam gelimang harta! Begitukah Ramlan?" tanya Pak Hartawan dengan ucapan sinis dan menyakitkan.
"Tidak Tuan! Kami sangat menyadari posisi keluarga Kami yang miskin ini. Jangan kan berencana, bermimpi saja Kami sangatlah takut Tuan. Saya mohon maafkan Kami." Pinta Ayah mengiba mengharap belas kasihan Pak Hartawan.
Kulihat Kinan, mendatangi Ayahnya dan berusaha untuk merayunya.
"Ayah, Aku mohon restui Kinan bersama dengan Mas Jaya. Kinan sangat mencintai nya." Ujar Kinan sambil berusaha mengusap lengan Ayahnya tapi di tampik olehnya.
"Kelakuanmu yang menjijikkan itu, sudah menghapuskan namamu dari silsilah keluarga ini. Jadi tak ada hak lagi untukmu bicara di hadapan Kami. Mulai saat ini Katamu setara dengan mereka, dan sekarang juga Kamu pergi dari sini tanpa membawa harta apapun yang di hasilkan oleh keluarga ini!" bentak Pak Hartawan membuat bibir Kinan bergetar, matanya berkaca-kaca tak percaya Ayah yang selama ini sangat menyayangi dan memanjakannya tega mengusirnya.
"Untukmu Pak Ramlan, hari ini juga Kamu di pecat. Pergi dari sini, sekalian bawa wanita murahan ini bersama Kalian!" ucapan kasar Pak Hartawan sangat membuat Ayah terpukul, terlihat jelas dari sinar matanya ada kesedihan dan kecewa di sana.
"Saya mohon, Tuan. Beri Saya kesempatan sekali lagi. Saya berjanji tak akan membiarkan Anak Saya Jaya mendekati Non Kinan lagi." Ucapnya seraya menjatuhkan tubuhnya bersimpuh di depan Pak Hartawan.
"Pergi sekarang juga! Aku muak melihat wajah miskin Kalian!" bentak Pak Hartawan dengan suaranya yang menggelegar, membuat Ayah terkejut dan kemudian menekan dadanya kesakitan hingga pingsan.
Aku terkejut melihat tubuh Ayah yang limbung dan terkapar di lantai.
"Ayah!" jerit Ibu sambil menghambur dan memeluk tubuh Ayah dan berusaha membangunkannya.
"Ayo, Kita bawa Ayah ke rumah sakit, Bu!" ajakku sambil membopong tubuh Ayah dan di ikuti oleh Ibu dengan tangisnya yang mulai berderai. Sekilas Kinan masih berdiri termangu di tengah ruang tamu, hingga suara menggelegar Pak Hartawan mengagetkannya.
"Kenapa masih berdiri di sini, hah?! Pergi, ikut dengan keluargamu sana! Tak ada lagi tempat untukmu di sini!" tegur Pak Hartawan membuat Kinan terkejut, kemudian dengan langkah gontai menyusul ku.
Untung saja, saat di depan gerbang lewat taxi yang langsung ku berhentikan. Aku duduk di kursi belakang, mengapit tubuh Ayah. Sedangkan Kinan duduk di kursi depan. Tak sampai lima menit Kami sudah tiba di rumah sakit. Dengan sedikit berteriak Aku memanggil perawat, dengan sigap mereka membantu menurunkan tubuh Ayah dan memindahkan nya di bangkar yang kemudian mendorong nya menuju ruang ICU.
Seorang Dokter keluar dari ruang ICU dan memanggil Kami. Serempak Kami bertiga menghampiri Dokter dan mendengarkan penjelasannya tentang kondisi Ayah.
"Pak Ramlan, mengalami serangan jantung, Operasi pemasangan ring akan sangat di butuhkan kali ini. Silahkan untuk mengurus administrasi agar operasi segera bisa di lakukan!" tutur Dokter yang ku jawab dengan anggukan kepala.
"Baik, Dok!" ujarku sambil termangu menatap nanar Ibu. Dengan uang apa Kami membiayai operasi jantung Ayah? Gumamku dalam hati.
"Bagaimana, Bu? Apa Ibu punya simpanan uang untuk biaya operasi Bapak?" tanyaku khawatir, karena tabungan ku tak lebih dari lima juta saja. Tak akan cukup untuk membayar uang muka rumah sakit Ayah.
"Ayo, Kita ke bagian administrasi. Aku yang akan membayar biaya operasi Ayah!" ujar Kinan membuatku dan Ibu saling pandang. Kemudian Ibu mengangguk, menyetujui karena ini keadaan darurat.
Setibanya di ruang administrasi, Kinan menyerahkan kartu debitnya untuk membayar biaya operasi Ayah sebesar dua puluh juta rupiah. Petugas administrasi datang menghampiri Kinan dan memberitahu bahwa kartunya ditolak. Kemudian Kinan menyerahkan empat kartu lainnya pada petugas, dan tak berapa lama kembali petugas menyerahkan empat kartu milik Kinan dan memberi tahu bahwa semua nya di tolak.
Kinan terpaku, seolah tak percaya. Bahwa Ayahnya serius telah membuangnya dan mencoret namanya dari keluarga Kusuma. Buliran bening mulai luruh membasahi pipinya yang lembut. Ku usap punggungnya untuk menguatkannya.
"Sudahlah, tak apa. Aku akan berusaha mencari jalan lain." Ujarku memenangkan nya, padahal sejatinya Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku melangkah gontai menuju ruang ICU, kulihat Ibu duduk bersimpuh di lantai dengan suara tangis nya yang terdengar hingga tempat ku berdiri. Segera Aku berlari menghampiri Ibu dan menanyakan apa yang terjadi.
"Ayah sudah nggak ada, Jay. Ayah sudah meninggalkan Kita!" ujar Ibu dengan Isak yang tersedu-sedu.
"Bagaimana bisa, Bu?" tanyaku tak percaya.
"Dokter sudah menyiapkan ruang dan peralatan untuk operasi, tapi Ayahmu tak mampu bertahan dan menghembuskan napasnya yang terakhir sebelum memasuki ruang operasi!" jerit Ibu menjelaskan kronologi di sela Isak tangisnya.
"Maafkan Jaya, Yah. Kebodohan Jaya hingga membuat Ayah meninggal. Maafkan Jaya!" terlontar ucapan penuh sesal di sela isak tangisku.
"Jay..." lirih ucapan Kinan sambil mengusap lenganku dan segera ku tepis.
"Karena kekonyolan mu, Ayah ku menjadi korban. Karena keegoisan mu keluarga ku kehilangan panutan. Karena kepicikanmu seorang Istri telah menjadi janda. Puas Kamu sekarang?!" bentakku padanya, sontak membuat wajahnya menjadi pucat pasi.
🌾🌾🌾🌾





Bình Luận Sách (20)

  • avatar
    atiqahnurul ainaa

    Reality kehidupan

    02/07

      0
  • avatar
    Pasariburidwan

    👍👍

    24/11/2022

      0
  • avatar
    Iqbal Faizz

    baguss

    12/07/2022

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất