logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 5 Kisah Keempat : Sesuatu yang Tersembunyi

Desa ini menyenangkan menurut pandanganku sekilas. Ah! Tapi bisa jadi, karena aku terbiasa di Kota Se yang besar dan selalu bising. Disini kalau sudah malam hanya ada suara jangkrik dan kabut yang sedikit mengganggu pemandangan.
Rasa penat ini belum hilang, tapi kami harus bergerak cepat. Harapan Eki sebagai Kordes seluruh program bisa selesai dua minggu sebelum KKN berakhir. Kelihatannya itu mustahil sih. Namun dia tetap optimis, karena di waktu dua minggu terakhir bisa digunakan untuk mengerjakan laporan yang entah akan setebal apa.
"Kita fokuskan lagi rapat hari ini termasuk urusan makan."
"Hai kalian para cewek, sanggup masak enggak nih?"
"Kok kita? Mestinya cowok bisa masak dong!"
Nona yang paling vokal disini buat protes. Dia males kalau cowok malah jatuhnya memanfaatkan para cewek. Untuk urusan makanan, kurasa para cowok sudah stok mi instan satu dus entah siapa yang bawa. Masaknya pakai panci pemanas elektrik. Tapi mana tahan tiga puluh lima hari makan mi terus.
"Nanti kan warga ada yang kasih. Tenang ajee...!"
"Hus... jangan gitu dong Sojo! Memanfaatkan warga desa namanya."
"Iye dah iyeeee...!"
"Kata Pak Kades, ada saudaranya yang bisa masakin. Enggak enak juga minta Istrinya Pak Kades buat masakin."
"Enak enggak tuh masakannya, Ki?"
"Lah, aku juga belum pernah coba masakan ibu itu. Minimalnya kita bisa makan aja udah bersyukur."
Untuk cowok sih sembarang mau makan tempe satu bulan enggak soal. Buat kami para cewek enggak bisa begini. Minimalnya pernah deh makan daging ayam satu minggu sekali.
"Begini deh usul dari aku ya, kita cobain sampai di minggu ketiga. Itu pas kita sibuk bener soal kegiatan. Sisanya biar cewek yang masak. Setuju?"
"Oke, setuju! Berapa nih iurannya? Nona yang tentukan ya. Aku enggak tahu ukuran standar makan di desa satu hari."
"Berapa kali makan, Ki?"
"Dua kali sehari aja. Biasanya kita beli bakso atau apa kek kalau sore."
"Sepuluh ribu cukup deh, Ki."
"Bener ya? Oke kita tetapkan satu hari uang makan sepuluh ribu. Setor ke Nona aja ya, selaku bendahara pertama. Nanti jangan lupa setor ke aku, Non. Aku aja yang serahin ke ibu itu."
"Siaaap Pak Kordes!"
"Kita lanjut ke bahasan berikutnya ya!"
"Eh, kok aneh! Kalian pada denger suara enggak sih?"
"Suara apa, Non?"
Aku hanya diam saja. Tak kudengar suara apapun selain suara teman-teman. Tapi rasanya seperti ada angin yang datang tiba-tiba dan menaikkan bulu kudukku.
"Suara...."
"Ah, udah malem ini Non! Jangan bikin takut dong!"
"Serius, Nuki! Kayak suara orang nangis."
"Anggap aje suara penghuni sebelah tuh."
"SOJOOOO...!"
"Iye maksud gue ibu rumah sebelah noh lagi nangis."
Nangis jam sebelas malam? Lucu sekali ya! Tapi aku tak mendengar suara itu. Kami kembali melanjutkan rapat. Nona kali ini lebih banyak diam. Bola mataku berputar memperhatikan ruangan di rumah ini.
Ada tiga kamar, tapi katanya kamar yang paling ujung tidak boleh dibuka. Buatku penasaran saja, kenapa enggak boleh dibuka ya? Mungkin kuncinya sudah hilang, lagipula bagian gagang dan kuncinya sudah nampak berkarat.
***
Aku berusaha untuk tidak penasaran dengan ruangan yang satu itu. Apa ada kebiasaan disini harus menyediakan satu ruang yang tidak boleh ditempati? Di rumah ibu kos yang perempuan juga ada ruangan itu. Astaga! Aku kok jadi kepo begini ya?
"Ih, serem tiap pulang rapat mesti tengah malam begini ya."
"Lari aah....!"
"Woiii... aku ojo ditinggal! Duh, Dit aku kancani aah." (Woii... aku jangan ditinggal! Duh, Dit aku ditemani aah.)
"Iya, aku juga jalan biasa kok Put."
Pada lupa kayaknya kalau ada ibu hamil disini. Tapi resiko juga ya, kehamilan si putri ini udah gede. Mana biasanya kalau di desa begini suka ada mitos soal ibu hamil. Harus bawa gunting atau benda besi tajam lainnya. Kalau tidak, bayi di kandungannya bisa dicuri sama makhluk lain.
Sebenarnya bukan mitos! Memang makhluk tertentu bisa mencuri bayi yang sedang dikandung. Bukan buat apa-apa tapi untuk dipindahkan. Makhluk itu tak bekerja sendirian, ada manusia yang menyuruhnya untuk memindahkan bayi di dalam perut ibu hamil ke ibu yang lain. Ketika ibu yang asli perutnya kempes, justru ibu yang pakai jasa itu tiba-tiba bisa hamil besar.
"Dit, kok jalannya pelan sampe jembatan sini?"
"Eh... uh anu...."
"Udah yuk cepetan aja jalannya!"
"Iya deh, sebentar lagi kan sampai Put."
Ada hal yang membuat jalanku pelan. Pertama, kakiku seperti tertancap kuat saat melewati jembatan kecil itu. Kedua, aku melihat ada sosok serba hitam sedang duduk di pinggir jembatan. Ingat pesan Pak Kades, kalau kita harus ramah disini. Kupikir itu warga desa dan nyaris mau aku sapa. Tapi, kenapa dia diam saja ya? Aku belum pernah melihat warga desa berpakaian serba hitam. Sepertinya dia tidak punya wajah.
"Warga desa mana yang tak punya wajah?"
Aku tak mau menakuti Putri. Lebih baik diam deh dan segera tidur. Besok kami harus kunjungan ke ketua petani di desa ini.
***
Banyak tanda tanya dibenakku begitu sampai disini. Suara orang menangis yang didengar oleh Nona, orang yang kulihat duduk termenung berpakaian serba hitam tanpa wajah, lalu besok apalagi? Baguslah, ini sudah pagi! Setidaknya aku...
"Halo Dita...!"
"Maria!"
"Maaf kalau kamu kaget hehe...."
"Huh! Aku pikir kamu nyangkut di pohon pas perjalanan menuju kemari."
"Enak saja! Aku tidak suka ada di pohon! Kecuali ada yang mengunci disana."
"Iya ya, Kak. Kita levelnya tinggi. Bukan seperti mereka."
"Tumben Mery bisa ngomong! Hei, jangan memutar payung didalam!"
"Huh! Suka-suka aku! Ini payung kesayanganku."
"Itu cuma berlaku buat manusia yang masih hidup. Aku pernah dengar dulu dari pengasuhku penduduk pribumi. Bisa buat sial bukan?"
Aku menepuk jidat, sulit sekali rasanya menghadapi duo Noni Belanda yang centil seperti mereka. Tapi aku mau ambil air wudhu dulu. Belum shalat subuh nih! Tapi rasanya brrr... dingin sekali.
"Halo, Dit! Kirain belum bangun tadi. Kok betah di kamar sebelah?"
"Daripada enggak ada yang menempati. Kan sudah disiapkan sama ibu kos, May."
"Iya, sih. Tapi maksudku kan dingin disitu."
"Ya, mau apa lagi? Semua ruangannya disini dingin kok."
"Enggak juga! Di kamar kami hangat, Dit."
"Iyalah, kalian kan tidur bertiga ada Putri sama Mbak Tiska."
"Kita temenin bumil kok. Ya kan, Put?"
"Iyo, hehe...."
"Tok! tok!"
Nah, ada yang sudah datang. Saat kubuka pintunya, si Ridhwan udah senyum aja macem bintang iklan pasta gigi sambil bawa gayung dan peralatan mandi. Kok, dia malah mau mandi disini?
"Air di tempat kos cowok bau menyengat!"
"Yaudah sana, pake satu aja. Kamar mandi sebelah mau dipake juga."
"Kita juga mau mandi, Dit!"
"Iye, gue juga nih!"
Duh, payah nih! Si Ridhwan rupanya bawa pasukan buat mandi. Nona udah marah melulu karena dia kaget lihat cowok-cowok pada mandi di kos perempuan. Ibu kos sendiri tidak keberatan, bahkan memaklumi karena tempat kos cowok itu sudah setahun lebih kosong. Jelas saja airnya bau.
"Kamu enggak mandi, Dit?"
"Iya, mandi di sungai aja. Noh! Sungainya di belakang rumah ini ada."
"Aseek... kita lihat Dita lagi mandi!"
"SOJOOOO...!"
"Aelah...Dit! Bercande aje gue."
"Eh, Dit tahu enggak. Dulu di desa ini pernah terjadi pembunuhan sadis."
Sarapan pagi malah dapetnya cerita pembunuhan sadis. Ridhwan dengan pede menceritakan apa yang pernah dia baca di Internet tentang desa ini. Duh, cowok satu ini buka internet bukannya buat ide program dia malah cari tahu yang enggak penting sama sekali!
"Aku cari tahu, rumahnya yang mana sama bapak-bapak disini."
"Terus mana rumahnya, Wan?"
"Tuh didepan sana!"
Rumah yang sepintas biasa saja, bahkan tak nampak seram menurutku. Ridhwan menggoncang tubuhku sedikit seolah mau membuat suasana seram di pagi ini. Aku sudah biasa sih, tapi saat kucoba fokus melihat ke rumah itu, nampak seperti ada orang yang transparan. Dia memakai gaun pendek dan sedikitnya berputar menari lalu hilang.
"Ah! Gara-gara Ridhwan aku jadi mikir yang enggak bener nih!"
Biarlah, toh bukan urusanku tentang pembunuhan itu! Lagipula aku berada disini hanya untuk KKN. Menjalankan program yang sudah kurancang untuk nantinya dipertanggung jawabkan pada Dosen Pembimbing Lapangan.
***

Bình Luận Sách (104)

  • avatar
    Jelian Thurston Urap

    jelian

    15/08

      0
  • avatar
    KuswandiFauzan

    seru

    12/08

      0
  • avatar
    Rehann Rena

    🅑🅐🅖🅤🅢

    01/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất