logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bidadari Yang Terluka

Bidadari Yang Terluka

Nevi Andriani


Prolog

Suasana sebuah sekolah menengah atas sangat hiruk-pikuk sebab dua orang siswa paling populer di sekolah itu sedang mem-bully seorang siswa laki-laki berperangai melambai bernama Abbas.
“Woi, banci! Tempatmu itu bukan di sini, tapi di tepi jalan sana! Siapa tahu laku, kan lumayan buat beli bedak. Hahaha ....” Ejek Ammar dan disambut gelak tawa siswa lainnya.
“Itu pun kalau ada yang mau. Habis banci yang satu ini burik, sih.” Sahut Irvan.
Abbas hanya tertunduk menahan malu dan geram, tapi dia tak berani membalas perundungan yang dilakukan kedua temannya itu. Hinaan, ejekan dan ditertawakan sudah menjadi makanannya sehari-hari selama dia menjadi murid di sekolah ini.
Tak ada satu pun siswa yang mau berteman dengan Abbas, mereka memandang sebelah mata kepadanya, menganggap dia berbeda dan tak layak untuk dijadikan teman. Awalnya Abbas sedih tapi seiring berjalannya waktu, dia berusaha menguatkan hatinya dengan tidak memedulikan sikap dan umpatan teman-temannya.
Dan Ammar serta Irvan lah yang paling sering mem-bully dan mempermalukannya seperti sekarang ini. Sejujurnya dia marah, terluka dan sedih. Ingin sekali dia melawan, tapi itu hanya akan sia-sia, tak ada yang membelanya atau sekedar simpati terhadapnya.
“Kalau siang namanya Abbas tapi kalau malam jadi Sara, Lina atau Lusi?” Lanjut Irvan.
Suara ejekan Irvan itu membuat Abbas tersentak dari lamunannya, mengembalikan dia ke alam nyata yang tak pernah menampakkan keadilan untuk seorang manusia yang berbeda seperti dia.
Abbas beranjak dan memilih pergi dari sana, mencari tempat yang mungkin akan lebih bersahabat kepadanya, mengabaikan ejekan demi ejekan yang masih dilontarkan Ammar dan Irvan serta gelak tawa teman-teman yang lain.
“He, banci! Mau ke mana kau?” Tanya Irvan, namun Abbas tetap melangkah pergi, menjauh dari mereka.
Seorang gadis cantik berpapasan dengan Abbas, tapi bocah lelaki bertubuh gemulai itu hanya tertunduk saat melewatinya. Gadis itu memandang sendu teman-temannya yang masih tertawa-tawa.
Ammar yang menyadari jika seseorang sedang memperhatikannya seketika terdiam lalu tersenyum, tapi gadis itu hanya geleng-geleng kepala dan berlalu pergi tanpa membalas senyuman Ammar.
Ammar bingung, kenapa gadis cantik yang biasanya ramah itu mendadak masam kepadanya?
☘️☘️☘️
Sepulang sekolah, Abbas berjalan keluar dari kelas setelah semua siswa pulang. Begitu setiap hari, Abbas akan menunggu sekolah sepi dulu. Alasan tentu karena tak ingin siswa lain mengejeknya.
Tapi baru beberapa langkah kakinya berjalan, seseorang memiting lehernya.
Mata Abbas membulat saat tahu orang itu adalah Ammar dan juga Irvan.
“Ka-kalian mau apa?” Tanya Abbas dengan nada mengalun.
“Mau kasih kau pelajaran, karena kau sudah berani pergi begitu saja saat kami lagi bicara.” Jawab Ammar.
“Ja-jangan! Lepaskan aku! Biarkan aku pulang, adikku sudah menungguku.” Abbas memohon dengan suara bergetar.
“Alah, alasan! Bilang saja kau takut kan?” Bentak Irvan. “Sini kau!”
Irvan dan Ammar menyeret Abbas ke dalam kelas kosong dan mendorongnya sampai tersungkur ke lantai, kemudian bergegas keluar lalu mengunci pintunya.
Abbas yang panik dan ketakutan sontak beranjak dan menggedor-gedor pintu kelas yang tertutup itu.
“Tolong buka pintunya! Aku harus keluar, aku harus menjemput adikku!” Teriak Abbas.
“Tunggu saja! Entar juga dibukai sama Pak Agus.” Sahut Ammar sedikit berteriak.
Keduanya pun tertawa-tawa lalu meninggalkan Abbas yang terkurung di dalam kelas.
“Buka pintunya! Aku mohon buka!” Abbas kembali berteriak, tapi suaranya seperti hilang terbawa angin.
Satu jam kemudian, Abbas yang sudah lelah berteriak, hanya terduduk lemas di salah satu kursi, berharap ada seseorang yang datang.
Dan di saat bersamaan, Pak Agus yang tak lain adalah penjaga sekolah lewat di depan kelas kosong itu dan membuka pintunya, bermaksud ingin membersihkan kelas. Lelaki paruh baya itu terkejut melihat Abbas masih di dalam kelas.
“Astagfirullah, kok masih di sini?” Tanya Pak Agus setelah memekik kaget.
Melihat pintu terbuka, Abbas sontak beranjak dan berlari keluar, mengabaikan pertanyaan Pak Agus.
Abbas sudah sangat terlambat menjemput adiknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Dia berlari sekuat tenaga agar bisa segera tiba di sekolah adiknya itu.
☘️☘️☘️
Empat bulan kemudian, seluruh siswa di tempat Ammar bersekolah sedang merayakan kelulusan mereka di aula sekolah.
Semuanya larut dalam euforia kemenangan karena berhasil menyelesaikan pendidikan selama tiga tahun, tapi satu orang yang tidak ada di sana, yaitu Abbas.
Sejak tragedi pengurungan tempo hari, bocah bertubuh gemulai itu tidak pernah datang lagi ke sekolah. Dia seperti hilang ditelan bumi, tak ada yang tahu kabarnya termasuk pihak sekolah sekalipun. Rumahnya juga terlihat sepi tak berpenghuni.
Pandangan Ammar terfokus pada seorang gadis yang duduk menyendiri sambil menikmati pertunjukan musik di atas panggung.
Dengan jantung yang berdebar, dia melangkah mendekati gadis yang sudah mencuri hatinya. Bahkan dia memiliki cita-cita ingin menikahi gadis itu dikemudian hari, walaupun gadis itu pernah menolaknya dengan alasan tidak mau pacaran, tapi Ammar tetap bersikeras untuk mengejar dan mendapatkannya.
“Hai, aku boleh duduk di sini?” Tanya Ammar sembari menunjuk bangku kosong di samping gadis itu.
“Iya, silakan.”
Ammar tersenyum dan segera mendudukkan dirinya.
“Hemm, setelah ini kamu mau kuliah di mana?”
“Sepertinya aku enggak akan lanjut kuliah.” Jawabnya.
Ammar menautkan alisnya. “Kenapa?”
“Enggak apa-apa.” Gadis itu menggeleng, dia tentu punya alasan, tapi lebih memilih untuk tidak mengatakannya kepada Ammar. “Kamu sendiri rencananya kuliah di mana?”
“Entah lah, aku juga masih bingung. Maunya sih bareng kamu. Tapi kamu malah enggak kuliah.” Sahut Ammar.
“Kenapa harus bareng aku?”
“Biar aku masih tetap bisa jagai kamu seperti di sini. Aku takut enggak bisa lindungi kamu kalau jauh. Soalnya aku enggak rela calon istri masa depanku di godai cowok lain.”
Wajah gadis itu sontak memerah. “Kamu ini bicara apa, sih?”
“Memangnya kurang jelas? Aku kan sudah berjanji akan selalu menjaga dan melindungimu, karena aku ....”
“Iya-iya! Sudah, jangan diulangi lagi.” Tukas gadis itu sembari menahan hawa panas di wajahnya yang mulai memerah. Dia sudah pernah mendengar Ammar mengatakan kalimat yang sama seperti ini.
Ammar tersenyum melihat wajah merona gadis itu. Dan tanpa keduanya sadari, seseorang yang memakai masker dan topi duduk tak jauh dari mereka. Tak ada satu pun orang yang menyadari kehadirannya, karena semua tengah sibuk menikmati acara.
Acara perpisahan sekolah pun sudah selesai, beberapa siswa sudah pulang ke rumah masing-masing dan beberapa siswa lagi masih berkumpul di depan sekolah sambil saling bercengkerama.
Ammar menghentikan mobilnya di samping gadis pujaan hatinya.
“Aku antar pulang, yuk?”
Gadis itu menggeleng. “Enggak usah! Aku pulang bareng Mirna saja. Lagi pula enggak enak kalau dilihat yang lain.”
“Enggak apa-apa, ada Irvan juga, kok.”
“Iya, aku juga ikut.” Irvan yang duduk di bangku belakang menjulurkan tangannya keluar jendela.
Gadis itu tersenyum dan tetap menolak. “Enggak, deh!.”
“Ya sudahlah, aku duluan, ya.” Ammar mengalah meskipun sedikit kecewa.
Gadis itu tersenyum sembari mengangguk. “Iya, hati-hati.”
Ammar pun melajukan mobilnya meninggalkan parkiran sekolah dan gadis itu mengembuskan napas lega karena Ammar sudah pergi, sebab dari tadi dia kewalahan menahan degup jantungnya saat berdekatan dengan Ammar. Dia memang menyukai bocah itu, tapi terlalu malu untuk menunjukkannya.
Mobil Ammar melesat cepat membelah jalanan kota yang tidak terlalu padat, tapi sebuah mini bus mendahuluinya dan berjalan lamban di depan mobilnya.
Ammar yang tidak sabar dan kesal, memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi lalu menyalip mini bus itu.
Tapi tiba-tiba sebuah mobil tap merah datang dari arah berlawanan, Ammar kaget dan berusaha mengerem, tapi rem mobilnya tak berfungsi sama sekali, membuat lelaki itu panik dan segera banting setir ke kiri sehingga akhirnya menabrak pembatas jalan dan terguling.
Ammar dan Irvan mengalami luka parah di kepala, keduanya pun tidak sadarkan diri.
Masyarakat dan beberapa orang yang melintas bergegas memenuhi tempat kejadian kecelakaan, memastikan apa yang terjadi.
Ammar dan Irvan dilarikan ke rumah sakit terdekat, mereka segera mendapatkan penanganan. Namun nahas sungguh tak bisa ditolak, Irvan yang terluka paling parah tak dapat tertolong, dia menghembuskan napas terakhir sesaat setelah dibawa ke rumah sakit.
Sementara Ammar masih belum sadarkan diri, tim dokter masih berusaha menyelamatkan bocah lelaki itu. Kondisinya sungguh lemah, luka parah di kepalanya membuat lelaki itu kehilangan banyak darah.
Keluarga Ammar dan Irvan yang sudah mendapatkan kabar ini pun tiba di rumah sakit. Ibunda Irvan bahkan langsung pingsan saat mengetahui putranya telah menghadap sang pencipta. Begitu pun dengan ibunda Ammar, yang menangis sesenggukan di pelukan sang suami.
☘️☘️☘️

Bình Luận Sách (228)

  • avatar
    afrinaqaireen

    sangat best dan sngat berpuas hati best sangat Nanti ada episode lain saya Nak baca lagi

    4d

      0
  • avatar
    AmiraNoor

    padam muka Ammar

    21d

      0
  • avatar
    Iksanfauzi

    keren

    18/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất