logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

bab 6 Dugaanku

Bab 6 Sudah Kuduga
"Iya sih mbak, apalagi sekarang dokumen juga bisa dipalsukan termasuk KTP," ujarku.
Uhuk , uhuk
Mendadak Mas Farel yang ingin minum tersedak mendengar ucapanku barusan.
"Eh hati-hati dong Mas," ujarku lalu mengulurkan tisu kearah Mas Farel dan bersamaan dengan Mbak Riana juga mengulurkan tisu ke arah Mas Farel.
"Eh, kok samaan," ujar Mbak Riana yang kemudian menarik tisunya.
"Makasih sayang," ujar Mas Farel setelah menerima tisu dariku.
Walaupun Mbak Riana sudah menjelaskan panjang lebar tentang suaminya namun entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang janggal. Mana mungkin orang bisa semirip itu, nama juga sama, atau memang hanya kebetulan?
"Terima kasih ya Bu Guru sudah sudi meluangkan waktunya dan makasih juga ya Mas," ucap Mbak Riana.
Tunggu Mas, bukankan tadi Mbak Riana manggil Pak, terus kenapa Mbak Riana tampak begitu terbiasa memanggil dengan sebutan itu dan canggung saat memanggil 'Pak' pada Mas Farel.
"Iya Mbak, sama-sama," jawabku tanpa mengungkir soal panggilanya ke Mas Farel.
-
-
-
"Sudah jelaskan, kalau suami Riana itu bukan Mas ," ujar Mas Farel sambil membelai lembut pipiku saat sampai di dalam mobil.
"Iya Mas," ujarku. Tak apa aku percaya dulu pada suamiku dan menepis rasa curigaku.
"Kita langsung pulang atau kemana dulu?" Tanya Mas Farel.
"Pulang aja ya Mas, aku ngantuk," jawabku.
"Ehm, boleh dong entar mimpi bareng," ujar Mas Farel menggodaku.
"Kan aku bilang ngantuk, gimana sih," ujarku jutek namun justru membuat Mas Farel tertawa menggodaku.

Beberapa hari berlalu, aku mulai melupakan masalah Mas Farel dan foto lelaki yang mirip dirinya yang bahkan hampir tak ada bedanya itu, aku memilih menjalani hari seperti biasa tanpa memikirkan masalah itu lagi.
Pagi menyiapkan sarapan suamiku, sore ngajar bimba dan malam harinya melayani suamiku memenuhi nafkah batinya seperti biasa. Aku berpikir toh Mas Farel tak pernah pergi ataupun jauh dariku.
Selama dua tahun ini juga tak pernah sekalipun Mas Farel meninggalkan aku, Dia tak pernah membiarkan aku sendirian melewati malamku. Hanya sesekali dia pulang larut malam karena kerja.
***
"Sayang, nanti main kerumah Ibu ya. Sudah lama aku tak menjenguk Ibu," ujar Mas Farel pagi itu saat sarapan.
"Iya Mas, kebetulan aku juga libur mengajar," jawabku.
Mertuaku seorang janda karena Ayah mertuaku meninggal empat tahun yang lalu dikarenakan serangan jantung, sejak saat itu Ibu Mas Farel tinggal sendirian di rumah dan hanya sesekali ditemani Bik Muna, mantan pembantu Mas Farel namun saking akrabnya sudah dianggap bagian dari keluarga Mas Farel.
Beberapa kali aku dan Mas Farel meminta Ibu untuk tinggal di sini namun Ibu selalu menolak dengan alasan rumah sendiri lebih nyaman.
Setelah Mas Farel pergi aku memutuskan untuk ke salon, terkadang sesekali kita juga perlu merawat diri agar suami makin cinta.
Aku melakukan perawatan wajah, creambat rambut dan beberapa perawatan yang lain untuk menunjang penampilanku.
Selepas memanjakan wajah di salon, aku memutuskan pergi ke kafe untuk bertemu dengan Arin sahabatku.
"Jadi kamu sudah gak curiga lagi ni, sama suamimu?" Tanya Arin.
Setelah kejadian malam itu aku menceritakan semua pada Arin karena hanya Arinlah tempat aku menceritakan semua masalahku.
"Ya ada dikit sih yang masih janggal dihati tapi aku tepis, aku tak mau hanya gara- gara masalah yang tak ada buktinya rumah tanggaku jadi retak."
"Ya syukur deh kalau gitu, gak perlulah curiga berlebih pada pasangan," kata Arin.
Arin lebih dulu menikah dari aku, namun dalam hal keturunan kita sama, sama- sama belum dikaruniai keturunan. Bahkan Arin juga pernah dititik paling kritis ketika suaminya selingkuh dan membawa perempuan lain kerumahnya, bahkan sempat mau poligami, namun berkat keteguhan hati Arin mempertahankan rumah tangganya, pada akirnya suaminya kembali juga pada Arin.
"Dalam rumah tangga itu memang biasa ada kerikil, ya ibarat jalan kan ada yang mulus ada yang enggak, jadi ya tergantung kita menyikapinya."
"Tapi gimana kalau ternyata Mas Farel memang benaran bohong?"
"Astagfirullahaladzim Ane, baru aja aku kasih pengertian eh udah mau suudzon lagi," ujar Arin kesal.
Sejujurnya aku masih belum bisa percaya seratus persen pada Mas Farel.
-
-
-
Baru saja aku sampai rumah, saat Mas Farel datang dengan motor gedenya. Dikarenakan mobil Mas Farel belum selesai diperbaiki maka Dia memakai motor untuk kerja.
Senyum segera mengembang dibibir Mas Farel " Asalamualaikum, cinta dunia akhirat Mas," ujarnya saat aku mendekat untuk tazim.
"Hmm cantiknya istri Mas," pujinya. Menarik tubuhku kepelukan lalu menghirup wangi rambutku yang habis creambat.
"Hmm wangi," pujinya.
Saat seperti inilah aku benar- benar terlena dan merasa sebagai perempuan yang paling teruja dan dicintai.
-
-
-
Dari rumah ke rumah Ibu Mertuaku memakan waktu sekitar tiga jam, dalam perjalanan tak henti- hentinya kami bercerita.
Seorang wanita segera menyambut kedatangan kami begitu melihat mobil kami masuk kehalaman rumah.
"Ibu ada Bi?" Tanya Mas Farel pada Bi Munah.
"Ada Den di dalam," jawab wanita itu ramah.
"Non Ane apa kabar, makin cantik aja," ujar wanita itu menatapku.
"Alhamdulilah baik Bi," jawabku.
Setelah berbasabasi sebentar kamipun masuk kedalam.
"Eh anak-anak Ibu sudah sampai, sibuk didapur sampai tak tahu kalian datang," kata Ibuku.
Segera kuraih tangan mertuaku dan mencium punggung tanganya sebagai tazim, begitu juga Mas Farel juga melakukan hal yang sama.
"Yok makan dulu!" Ujar Ibu Mertuaku.
Sudah biasa jika kami datang, Ibu mertuaku akan masak makanan kesukaan kami, Mas Farel ayam crisypi, orek tempe sementara aku pecel lele. Alhamdulilah aku yang yatim piatu ini memiliki mertua yang baik dan pengertian seperti Ibu.
"Makan yang banyak ya kalian! Ane kamu juga, Ibu perhatikan kamu agak kurusan," ujar Ibuku.
"Akir-akir ini memang saya malas makan Bu," jawabku.
"Gak boeh gitu, sehat itu mahal lo," kata Mertuaku.
"Tu dengerin!" Ujar Mas Farel.
"Iya Mas," jawabku.
Aku makan begitu lahap, begtu pula Mas Farel, hampir semua hidangan yang Ibu siapakan kami makan habis membuat Ibu tertawa senang.
"Eh Bu, tadi Bi Muna sudah nyisihin makanan belum?" Tanya Mas Farel.
"Sudah, tadi Ibu sudah sisihkan buat Dia," ujar Ibu.
Selesai makan kami duduk di sofa ruang tengah sambil mengobrol apa saja, suasanapun begitu hangat. Ibu juga menasehati kami agar lebih sabar memghadapi apapun ujan dalam rumah tangga kami, mungkin sebab kami belum memiliki keturunan jadi Ibu memberi kami nasihat seperti ini.
"Bu aku duluan tidur ya, ngantuk," pamitku setelah bicara pada Mas Farel terlebih dahulu.
"Iya," jawab Ibu Mertua.
Aku pun segera menuju kamar atas tempat biasa kami tidur saat kami berkunjung kesini.
Baru saja aku akan membuka pintu kamar, aku mendengar Ibu bicara. Salah satu kelebihanku, aku memiliki telinga yang tajam.
"Giamana Le, apa kamu sudah jujur pada Ane?"
Deg,
Jantungku bagai disentap seketika, ada rahasia apa ini.
"Belum Bu, aku belum berani," jawab Mas Farel lirih namun aku masih bisa dengar.
"Le sepahit apapun kejujuran itu lebih baik dari sebuah kebohongan Le, kasihan Ane, sudah terlalu lama kamu bohongin Dia. Ibu takut kalau nanti malah Dia tahu dari orang lain, tentu itu lebih sakit rasanya Le," ujar Ibu.
Ikutkan hati aku ingin segera turun dan menanyakan pada Ibu, ada rahasia apa Mas Farel?
"Farel masih nunggu waktu yang tepat Bu."
"Jangan lama-lama Le, sudah dua tahun kamu membohongi Ane, Dia istri yang baik Le, kamu jangan sia-siakan,"
"Ya Bu, sudah malam, Farel permisi dulu," umar Mas Farel.
Aku segera buru-buru masuk kamar dan pura-pura tidur walau dalam hati ada berjuta pertanyaan.
Mas Farel menyembunyikan rahasia apa?
Apa ini ada hubunganya dengan Mbak Riana?

Komento sa Aklat (177)

  • avatar
    samsul bSamsul

    dimana beli diamond

    13d

      0
  • avatar
    Setyawati Setyawati

    Bagus dan menarik agak menyebalkan juga

    08/04

      0
  • avatar
    AniFerly

    seru banget.bikin penasaran

    08/01

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata