logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Hari yang Menyebalkan

Hukuman Renata untuk mencuci piring dan gelas sebagai ganti membayar pesanannya telah berakhir. Namun, Luka justru menggeleng geram dengan gadis sombong itu. Bagaimana tidak? Piring dan gelas tidak dibilas dengan bersih dan masih meninggalkan busa sabun. Bahkan lantai dapur basah, licin bekas percikan air bercampur sabun.
"Udah selesai, nih, Om. Mana baju gue basah semua, gini?" gerutu Renata sambil mengibas-ngibaskan tangannya yang basah.
"Aku bukan Om kamu. Jadi, bisa gak, gak panggil aku Om?"
"Wajar kali, Om. Lo, kan udah tua. Tuh, liat aja Om udah ditumbuhi uban di janggutnya, Om," protes Renata. "Emang kenapa gak mau dipanggil Om?" tanya gadis nakal itu kemudian.
Mendapati Renata yang keras kepala, Luka memilih diam dan mengalah. Ia segera membilas piring-piring dan gelas yang belum bersih itu sendiri, sebab para pegawainya telah pulang semua. Di antara tumpukan piring dan gelas, Renata hanya memecahkan satu piring dan satu gelas. Bagi Luka, wajar saja karena gadis sombong itu mengatakan jika hal ini pertama kali dilakukannya.
Hari telah larut malam. Sementara Luka masih membilas piring dan gelas, Renata dengan lancang menjelajah ruangan di bangunan berlantai dua milik Luka yang dijadikan tempat usaha kafe itu. Begitu tiba di lantai atas, Renata duduk santai di sofa di sebuah ruangan. Ia menguap berkali-kali kemudian tanpa sadar terlelap dalam posisi duduk.
Luka yang selesai dengan pekerjaannya berteriak memanggil-manggil Renata dengan sebutan Nona Sombong. Namun, tak ada sahutan dari gadis itu karena tertidur pulas. Luka lantas menyisir ruangan di lantai bawah, tetapi tak mendapati Renata di sana.
"Sialan! Ke mana gadis sombong itu? Apa dia pulang sendirian selarut ini? Ah, gak mungkin! Mau naek apa, dia?" gumam Luka.
Sesaat kemudian, Luka melangkah menuju lantai atas. Matanya terbelalak begitu mendapati Renata terlelap dalam posisi duduk dengan kedua kaki menjulur ke meja kaca. Sungguh pemandangan yang membuat Luka menghela napas kasar, antara geram dan kesal.
"Hei, gadis songong! Bangun!" Luka membangunkan Renata dengan cara memanggilnya, tanpa berani menyentuh lengan gadis itu. Bahkan Luka tak berani menatap lama wajah cantik milik Renata.
Renata menggeliat malas dan masih dalam keadaan terpejam. Seketika Luka menjadi bingung, harus bagaimana membangunkan gadis menyebalkan itu. Luka termenung sejenak, kemudian kembali turun ke lantai bawah.
Sebuah wajan dan spatula telah dalam genggaman Luka. Ia lantas menuju lantai atas lagi untuk menghampiri Renata. Kedua benda dalam genggaman dimainkan untuk membuat kegaduhan agar gadis itu terbangun.
Bunyi gaduh dan terdengar berisik membuat Renata benar-benar terjaga. Ia mengucek mata kemudian memicing ke arah Luka. Masih dalam keadaan mengantuk, sesaat kemudian gadis itu menoleh ke mana-mana.
"Om, apa-apaan, sih? Berisik banget!" ketusnya dengan wajah kesal begitu mendapati Luka meletakkan dua benda yang digenggamnya tadi.
"Kamu mau pulang, gak? Makanya, aku bangunin. Ayo, mau pulang, gak?" Luka terpaksa meraih tangan gadis itu, menariknya hingga bangkit dari duduk.
"Ngapain sih, Om, pake narik-narik tangan gue, segala?" berontak Renata sambil menepis kasar tangan Luka tetapi tidak berhasil. Laki-laki tampan itu masih menggenggam tangan Renata dengan erat.
Luka memutar badan kemudian menatap tajam wajah Renata. Bibir gadis itu mengerucut begitu menggemaskan, membuat Luka menahan tawa.
"Oke. Gadis songong macam kamu harusnya aku tinggal semalaman di sini sendirian." Luka menghempaskan genggaman tangan dari pergelangan tangan Renata, kemudian menuruni anak tangga meninggalkan gadis itu.
Wajah Renata seketika panik melihat gelagat Luka yang berjalan cepat menuruni tangga. Ia lantas sigap mengejar Luka.
"Idih! Tunggu napa, Om! Jadi orang, ngambekan amat sih, Om!" teriak Renata mencoba protes akan sikap Luka.
Luka berdiri di sisi pintu pagar besi agar Renata segera keluar sebelum pintu dikunci dari luar. Keduanya lantas berjalan beriringan menuju mobil. Renata yang berjalan tepat di belakang Luka nyerocos kesal.
Mobil melaju perlahan. Renata yang duduk di jok depan samping Luka yang menyetir sendiri mobilnya, sesekali melirik wajah Luka. Batin gadis itu tak menampik jika wajah Luka begitu tampan dan macho, membuat Renata ingin terus menatap laki-laki itu. Awal mengunjungi kafe milik Luka, karena Renata memang mendengar rumor jika pemilik kafe tersebut adalah laki-laki tampan. Sehingga Renata tertarik dengan sosok Luka.
"Ish, ngapain liat-liat aku seperti itu? Awas jatuh cinta!" tegur Luka begitu menyadari gadis itu terus menatapnya.
"Sorry ya, tipe gue bukan om-om," balas Renata bernada mencibir.
Luka tersenyum kecil dan kembali fokus pada jalanan yang tidak terlalu padat hiruk pikuk kendaraan.
"Om, berhenti sebentar dong! Gue pengen pindah duduk di belakang, deh," pinta Renata tetapi Luka pura-pura tak mendengar dan masih menatap jalanan.
Mobil berhenti karena terhalang lampu rambu lalu lintas yang berubah warna merah.
"Gue mau pindah ke belakang, Om!" ulang Renata membuat Luka menoleh dan menatap tajam wajah gadis itu.
"Emangnya kamu pikir, aku ini sopirmu, huh?" Sebelah tangan Luka mencengkeram bahu gadis itu agar duduk kembali setelah mengetahui Renata hendak berdiri.
Renata akhirnya menurut dan tetap duduk di jok depan bersebelahan dengan Luka. Sejenak kemudian, laki-laki itu mendekat ke arah Renata yang sedang duduk tenang. Gadis itu termenung sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
"Eh, Om mau ngapain ini? Jangan macem-macem, Om! Ini di jalan raya dan baru berhenti di lampu merah." Renata tiba-tiba panik karena tangan Luka mulai menyentuh bagian pinggangnya.
Seketika Renata mencoba berontak, tetapi Luka dengan sigap menahannya dan segera memasangkan sabuk pengaman ke tubuh gadis itu.
"Makanya, sabuk pengamannya jangan lupa dipasang lagi," lirih Luka membuat wajah Renata bak udang rebus.
"Abisnya, gue pikir lo mau macem-macem ke gue di jalan raya, Om," sahut Renata bernada kesal.
"Kamunya gak usah mikir macem-macem, deh! Kamu itu bukan tipe aku," balas Luka tak kalah songong membuat Renata menoleh, menatap terbelalak ke arah Luka.
Mobil yang melaju itu tak terasa tiba di sebuah apartemen mewah tak jauh dari kampus Renata dan kafe milik Luka. Di situlah gadis angkuh tinggal. Pasca bercerai dari Sarah, ini pertama kalinya Luka mengantar pulang seorang wanita. Padahal saat dia masih hidup berantakan awal menduda, justru Luka yang sering diantar pulang seorang wanita karena mabuk berat.
"Terima kasih, lo, udah anterin gue pulang. Untuk masalah yang tadi, mau gue bereskan besok," ucap Renata begitu turun dari mobil dengan mengulas senyum ke arah Luka yang membukakan pintu mobil.
Renata kemudian melangkah masuk gedung apartemen yang terbilang mewah. Sedangkan Luka masih berdiri di samping pintu mobil, menatap punggung gadis angkuh itu hingga berlalu dari pandangannya.
Luka kembali masuk mobil dan melesat pergi. Jalanan kota Jakarta yang biasanya begitu panas saat siang hari, nyatanya terasa dingin saat malam. Luka menutup semua kaca jendela mobilnya, tak membiarkan udara dingin merangsek menusuk kulitnya. Hari ini dirasakan duda tampan itu kurang begitu menyenangkan karena kehadiran gadis sombong bernama Renata Syailendra. Apalagi gadis itu juga membuat keonaran, berdebat dengan salah satu pegawai kafe miliknya.

Komento sa Aklat (38)

  • avatar
    DamiaShelly Ramadhani

    enak banget membaca novel ini.

    31/01/2023

      0
  • avatar
    Yenchiey

    good

    09/08/2022

      0
  • avatar
    Cahaya Mata Hari

    kkkkkk

    26/07/2022

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata