logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

25. Dendam Helena

Seorang petugas keamanan rumah sakit menggiring Noorma, Permadi, dan Yunita keluar dari lingkungan rumah sakit. Sebuah mobil mewah berhenti di depan lobi rumah sakit, seorang pria paruh baya keluar dan segera membuka pintu mobil tersebut, bergegas Noorma masuk dan mobil pun melaju meninggalkan rumah sakit. Dan semua itu tidak luput dari pandangan Permadi dan Yunita.
"Betapa berungtungnya mereka," ucap Yunita lugas di depan Permadi, Yunita tidak mampu menutupi rasa iri yang hinggap dihatinya pada Noorma.
"Masih pantaskah kau iri dengannya, setelah kau mendapatkan apa yang kau inginkan?" sergah Permadi seolah mengingatkan Yunita.
"Lelaki yang tak berguna," timpa Yunita dengan ketus, tampak kekesalan di wajahnya.
"Bukankah lelaki ini yang kau perjuangkan dulu?" Permadi sangat kecewa mendengarkan perkataan Yunita. Hingga terlihat ada kilatan luka di sorot mata Permadi.
Dalam perjalanan pulang Permadi dan Yunita memilih untuk saling diam, pasangan yang sudah tak muda lagi itu tampak sedang asyik dengan pikiran masing-masing, atau mungkin sedang merenungi nasib dan mengingat masa lalu. Waktu berlalu hingga mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti di depan gang rumah mereka.
Yunita turun dari mobil sendirian, lalu mobil Permadi segera melaju menuju ruko tempat mereka megais rejeki. Yunita memandangi mobil tua yang semakin lama semakin hilang dari pandangannya. Mobil tua andalan keluarganya, dibeli second saat ada sebuah perusahaan yang mengadakan lelang untuk pembaharuan kendaraan, sehingga mobil itu bisa dibeli dengan harga yang cukup miring. Sangat berbeda dengan mobil yang membawa Noorma tadi. Mungkin harga second mobil Noorma masih tetap lebih mahal dari mobilnya jika baru.
Yunita mengayunkan kaki melangkah menuju rumahnya. Setibanya di depan rumah, dipandanginya rumah peninggalan kedua orang tunya tersebut. Rumah yang menjadi saksi perjalanan rumah tangganya bersama Permadi dan kedua putrinya.
Tak bisa di pungkiri rasa iri menghinggapi hati Yunita saat melihat apa yang dimiliki oleh Noorma saat ini. Satu fakta yang baru saja ia ketahui adalah jika Noorma telah menikah dengan ayah Gio. Meskipun menjadi istri kedua dan hanya dinikahi secara siri tetapi Noorma tetap mendapat fasilitas mewah, dan tetap dihargai layaknya seorang istri sah, bukan istri simpanan. Yunita pun heran bagaimana Noorma mendapat keberungtungan sedemikian rupa.
Sedangkan Yunita, dia harus pintar-pintar mengatur uang pemberian Permadi agar bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka. Berhemat, mungkin lebih tepatnya puasa dari segala kenikmatan dan kemewahan dunia. Bahkan dia baru bisa bernafas lega, setelah kedua anaknya lulus kuliah dan bekerja. Urusan keuangan seakan-akan tak terlalu membebani keluarganya lagi, tetapi masalah rumah tangga anak-anaknya, ternyata lebih pelik dari pada mengatur uang pemberian Permadi yang tidak seberapa untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
***
Hari ini terasa sangat melelahkan bagi Nadia, meskipun hanya ia habiskan di atas brankar. Memang tidak begitu jelas tertangkap oleh gendang telinganya, tetapi Nadia masih bisa mendengar pedebatan antara kedua orang tuanya dengan Noorma, dan membuat istirahatnya terganggu. Hingga kemarahan Gio yang akhirnya memanggil pihak keamanan untuk mengusir mereka.
Dan setelah waktu berganti pun Nadia masih harus mendengarkan perdebatan lagi. Tetapi kali ini antara Gio dengan Helena ibunya. Setelah meminum obatnya Nadia memilih segera memejamkan mata. Bukan tidur, karena dia belum merasa mengantuk meskipun waktu sudah semakin malam, lebih tepatnya Nadia hanya pura-pura tidur. Sehingga dengan leluasa Nadia bisa mendengarkan apa yang dibicarakan oleh Gio dengan Helena, bahkan saat ia mendengar suara tamparan yang mengema di ruang perawatannya.
"Kamu adalah anak mama satu-satunya, tinggal kamu harapan mama, dan kamu akan menentang mama?" Kata-kata yang diucapkan Helena dengan penuh amarah.
"Apa lagi yang mama inginkan?"
"Mama ingin melihat mereka hancur Gio. Dan kamu harus membantu mama!"
"Bu Noorma sudah tahu siapa Nadia sebenarnya, dia menangis, dia hancur, bahkan dia tahu alasanku menikahi Nadia."
"Bagaimana dengan kematian Leo?"
"Mama kehilanga Leo, Nadia baru saja kehilangan anaknya ma." Gio tak bisa menahan bulir bening yang dengan lancang meluncur dari matanya. "Aku sudah membunuh anaknya, mengapa tak kita anggap saja semua sudah impas." Sesak dada Gio, saat dia harus mengulang kalimat yang pernah diucapka Nadia padanya, menganggap semua impas.
"Kau tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan anak, Gio."
Tiba-tiba suasama menjadi hening, Gio menatap sang mama dengan tatapan uang sulit diartikan. Beberapa kali Gio menarik nafas dalam-dalam, dia butuh menenangkan dirinya sendiri, karena wanita yang sedang dia hadapi adalah mamanya sendiri, wanita yang dengan bertaruh nyawa menghadirkannya ke dunia.
"Apa mama lupa? Kalau anak yang dikandung Nadia adalah anakku, cucu mama."
Nadia yang sedang pura-pura tidur tak dapat menahan air mata yang menetes. Dia tak tahu kesalahan apa yang sudah diperbuatnya hingga Helena begitu dendam padanya. Dia tahu Gio pun terluka, karena meskipun tidak melihat Gio, tetapi dari suaranya Nadia tahu jika Gio sedang menangis.
"Itu kesalahanmu sendiri, sejak awal mama sudah ingatkan kamu, boleh kamu nikmati sepuasnya janda itu, tapi kamu harus hati-hati. Kamu susah diatur, sudah nggak pake pengaman malah kamunya pake hati." Helena mendengus kasar, menjeda kalimatnya. "Seharusnya kamu ikuti rencana mama, sejak dia kecelakaan waktu itu harusnya kamu bayar dokter untuk memberi suntikan biar dia lumpuh, masalah tidak akan jadi serumit ini."
"Ma, tak adakah sedikit simpati di hati mama untukku? Aku sedang berduka."
"Jangan cengeng Gio, kita sudah sejauh ini, mama tak ingin ada kegagalan."
"Kehancuran seperti apa yang mama ingin lihat dari mereka? Aku akan menuruti apapun keinginan mama. Tapi aku mohon setelah semua selesai, mama menuruti keinginanku."
"Katakan! Mama pasti menurutinya."
"Aku tidak akan mengikuti cara yang Leo pilih, gantung diri itu pasti sangat menyiksa." Gio menarik nafas dalam-dalam. "Aku akan memikirkannya dulu cara apa yang tidak terlalu menyiksa, dan setelah semua selesai, tolong makamkan aku di samping makam Leo."
"GIO!" hardik Helena dengan nafas yang tidak beraturan.
Tiba-tiba Nadia terbatuk dan membuat Gio dan Helena menoleh ke arah brangkar. Nadia terlihat masih terlelap, walaupun sebenarnya dia sedang menahan suara tangisnya agar tidak keluar.
"Bukankah setiap kesalahan harus mendapat balasan yang setimpal?" Itulah kalimat yang selama ini digunakan Helena saat ia menyakinkan Gio untuk membalas dendam. "Aku sudah membunuh anakku, setelah urusanku selesai aku akan menyusulnya. Sekarang mama tinggal bilang apa yang harus aku lakukan?"
"Mama kecewa padamu Gio." Helena segera meninggalkan Gio. Mungkin jika tidak sedang berada di rumah sakit, Helena akan menghempaskan pintu dengan keras untuk meluapkan segala amarahnya.
***
Selama di rumah sakit, Gio memberikan perhatian penuh pada Nadia. Entah karena rasa bersalah atau memang karena merasa itu adalah tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Entah karena terpaksa atau karena memang ada cinta di hatinya, atau mungkin juga Gio sudah merencanakan sesuatu untuk Nadia.
Gio menghampiri Nadia, diciumnya pucuk kepala sang istri yang tertutup jilbab praktis. Sikap hangat Gio yang seperti inilah yang membuat Nadia terlena, hingga dia melupakan drama di awal pernikahan mereka. Seharusnya Nadia selalu waspada dan sadar diri dengan statusnya sebelum menikah dengan Gio. Apalagi setelah mengetahui fakta tentang balas dendam Helena, Nadia tidak tahu bagaimana nasib rumah tangganya bersama Gio. Akankah berakhir dengan perceraian seperti penikahannya dengan Rama, ataukah mereka menemukan jalan keluar hingga mereka bisa mengarungi bahtera hingga maut yang memisahkan, atau mungkin justru kematian yang akan memisahkan mereka.
"Sudah mandi?" Tanya Gio lembut, yang hanya dibalas dengan gelengan kepala oleh Nadia.
"Mandi sendiri, dimandiin atau dimandiin di atas ranjang?"
"Mandi sendiri." Dengan berhati-hati Nadia turun dari brankarnya. Gio membimbing Nadia sampai di depan kamar mandi.
"Aku temani." Tampak kecemasan di wajah Gio. Dia tak tega membiarkan istrinya di kamar mandi sendiri, membayangkan lantai basah dan licin membuat Gio takut jika Nadia sampai jatuh terpeleset.
"Aku masih nifas." Dengan halus Nadia menolak Gio.
"Walaupun hanya ada kita berdua, kita tidak akan melakukan apa-apa jika kau tidak menginginkannya."
Gio berusaha menyakinkan Nadia betapa dia tulus ingin membantu Nadia. Sedangkan Nadia terlihat jengah dengan sikap Gio.
"Kau tidak tahu apa yang terjadi pada wanita yang sedang nifas?" Melihat Gio yang hanya terdiam, Nadia memasuki kamar mandi dan segera menutup pintu.
"Aku tunggu kau di sini, katakan saja jika kau butuh sesuatu, jangan dikunci!" Gio mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menulis kata nifas di situs pencarian.
***
Seorang pria paruh baya duduk di atas kursi roda, dialah Surya Oetama. Generasi kedua pemilik Oetama Corps, yang tak lain adalah ayahnya Gio. Dengan sabar Noorma mendorong kursi roda menuju halaman belakang rumah mereka. Di sinilah biasanya Surya menjemur diri menikmati kehangatan sinar matahai pagi. Taman yang di desain indah diramaikan oleh kicau burung dan kupu-kupu yang berterbangan. Noorma duduk di kursi taman yang letaknya berdampingan dengan kursi roda Surya.
"Apa yang membuatmu bersedih?" Surya meraih tangan Noorma dan diletaknya di atas pahanya.
"Aku menemukannya." Jawab Noorma singkat dan pelan.
"Bukankah seharusnya kau bahagia?" Noorma tak menjawab, tetapi justru bulir bening yang mulai menetes tak terbendung membasahi pipinya.

Komento sa Aklat (305)

  • avatar
    WindrianiKartika

    iiiihhhhh..... seru.... mo cari tau alasan kenapa orang tua nya ngelakuin itu. kalo memang saling mencintai kenapa nikah sahnya ama Nadia. kenapa gak dari awal aja sama Nabila. pengen liat mereka pada nyesel. semangat terus wahai penulis^^

    18/03/2022

      1
  • avatar
    IbnatuSalmaibnatu

    baguss

    1d

      0
  • avatar
    Uda Hendra

    bagus

    2d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata