logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

PART 4 MISTERI KE-2

……
“Anantara kau dan dia. Ada sesuatu yang menyusut kepala. Curiga kini meraja. Ada apa gerangannya ?”
……
Pagi ini aku sudah berdiri di depan teras menanti kedatangan Dika. Melihat hal itu Ibu menghampiriku. “Apa yang kamu tunggu, segeralah berangkat hari sudah siang!” perintah Ibu. "Aku menunggu Dika, Bu. Bagaimana aku bisa berangkat tanpanya," jawabku binggung.
"Ibu memintaku berangkat, naik apa coba? orang Dika saja belum sampai," ucapku dalan hati.
Ibu pun tersenyum tipis. Beliau lupa memberitahuku bahwa mulai hari ini, Dika tidak akan mengantar jemputku lagi. Mobil yang di bengkel telah selesai diperbaiki dan sekarang sudah ada di bagasi.
"Din, ini kunci mobilmu, berangkatlah," ucap Ibu.
Aku loncat kegirangan, serasa masih mimpi. Penantian panjangku akhirnya selesai juga, aku tidak perlu berurusan dengannya lagi.
Kabar pagi ini bagaikan angin segar setelah sekian lama suntuk dan menggerutu karena lelaki aneh itu. Pagi yang cerah ini membuah wajar manisku nampak begitu bahagia. Tanpa berlama-lama, aku segera mengeluarkan mobil dari bagasi dan menuju ke kampus. Sepanjang jalan kuhidupkan musik, sambil bernyanyi riang.
"Uye..Uye.."
"Di sini senang, di sana senang, dimana-mana hatiku senang. Di sini senang, di sana senang, dimana-mana hatiku senang. Syalalala....la...la...la...la. Syalalala...la...la...la. Aku sungguh bahagia terlepas darinya, la...la...la."
Dinna menyanyi riang serasa anak kecil yang tak memiliki beban. Ia putar musiknya dengan volume yang cukup besar. Serasa dunia dalam genggamannya.
Dinna melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi, sehingga baru 5 menit dalam perjalanan, ia sudah ada di parkiran kampus. Dengan rasa percaya diri, Dinna berjalan dengan anggun karena hari ini dia sungguh bahagia.
Sampai di taman kampus Dinna melihat Sindy dan Rara sedang duduk dan berbincang-bincang, ia pun membesarkan langkah kakinya mendekati temannya itu. Tak sabar ingin kuceritakan semua karena sekarang rutinitas kembali seperti biasa dan tentu tanpanya.
Sengaja saat di kampus, wajah kutampaki dengan begitu semringah bersamaan pada lesung pipi yang manis di wajah. Melihat raut wajahku yang berbeda dari biasanya, Rara dan Sindy merasa aneh. Ternyata trik Dinna berhasil memancing temannya itu penasaran.
Lalu bertanya padaku. “Din, apa kamu baik-baik saja?” tanya Sindy sambil menyentuh dahi di wajahku. “Kamu aneh hari ini, biasanya selalu bersama Dika dengan wajah yang kusut seperti belum disetrika atau Dika sakit?” Ejek Rara sambil menggoda."
Hari ini aku bahagia, karena mobilku sudah selesai dari bengkel. Itu artinya aku bisa lepas dari Dika," dengan nada riang sambil membentang kedua tangan. “Tetapi ke mana Dika? Dari tadi aku tak melihatnya, bukankah dia datang selalu tepat waktu?” tanya Sindy binggung.
"Mungkin lagi sakit," ucap Rara sembarang.
"Jika benar, kamu tak menjenguknya, Din? Tidak khawatirkah?" tanya Sindy.
Aku hanya terdiam ragu.
"Coba ditelpon saja, Din untuk memastikan keadaannya dari pada menduga-duga hal yang tak pasti. Turunkan egonya sedikit, jangan gengsian!"
"Entahlah," jawabku singkat.
"Yakin entahlah?" goda Sindy.
"Iya," jawabku ketus dan singkat.
Pertanyaan Sindy tentang Dika membuatku tersadar bahwa sejak tadi aku juga tidak melihatnya. Rasa khawatir pun datang di hatiku. Namun kutepis karena dia adalah lelaki menyebalkan jadi untuk apa aku perdulikan, jelasku dalam hati. Tak terasa perkuliahan hari ini selesai, dan Dika juga tidak juga terlihat batang hidungnya. Aku pun mencarinya di setiap koridor kelas, perpustakaan, kantin, ruang prodi, kemahasiswaan, taman belajar dan semua sudut ruangan kampus tetapi hasilnya nihil.
Aku tak menjumpai lelaki menyebalkan itu. Akhirnya ku telepon ayah untuk menanyakan apakah Dika sedang bersamanya. Namun jawaban ayah tidak. Lantas ke mana Dika? Apa dia sakit atau sedang terjadi hal buruk dengannya," prasangka buruk bermunculan seketika. Aku heran mengapa begitu mengkhawatirkannya. Setiap kali muncul dia di pikiran Dinna, selama itu juga aku memukul kepala seolah menyadarkan diri bahwa dia adalah lelaki menyebalkan itu. Hati menginginkan ia, namun logika mencoba meniadakannya, seperti itulah filosofi awal percintaan Dinna.
Aku memutar otak, hingga keluarlah ide cemerlang, yakni ke rumahnya. Namun aku merasa gengsi, yang ada dia bisa besar kepala. Tapi aku penasaran jika tak ke sana. Dengan perasaan bimbang akhirnya kuputuskan untuk mendatangi rumahnya. Karena dulu sempat pernah ke rumahnya, aku tidak kebingungan lagi dalam mencarinya. Sampai akhirnya diriku tiba di depan rumah Dika. Namun nampaknya ada orang di dalam rumah itu, pintunya terbuka, tak seperti yang dulu. Aku menahan hasrat ingin ke sana dan memilih menunggu tamu itu pergi baru ku datangi rumahnya. Tak lama duduk di ranting pohon sambil menunggu, aku terkejut ternyata tamu itu adalah ayahku. "Sedang apa Ayah di sana?" pikirku.
Ku putuskan bersembunyi di semak-semak lalu memindik dari kejauhan. Ayah terlihat sangat akrab dengan Dika dan ibunya. Bahkan sebelum pulang ayah memeluk Dika seperti ia memelukku. Dalam hati berkecambuk berbagai asumsi negatif tentang ayah, emosiku meronta kala itu. Inginku hampiri mereka namun kurasa ini bukan waktunya. Aku harus tetap menyelidiki hal yang sebenarnya. Ada hubungan apa ayah dengan keluarga Dika.
Sialnya posisi pantauanku cukup jauh dari target, sehingga aku tidak dapat mendengar perbincangan mereka. Tetapi satu yang kulihat mereka bagaikan keluarga (dalam hati berdegup curiga). Pikiran negatif terus menghantui akara Dinna saat itu.

Komento sa Aklat (74)

  • avatar
    MardianaRina

    Dina hidup itu roda terus berputar kadang diatas kadang juga dibawah.. Hmm beruntung ada Dika jadi hidup lebih bwrwarna ya Dina

    04/02/2022

      10
  • avatar
    MeilandaIndah

    Mantab, ceritanya seru

    29d

      0
  • avatar
    WiyantoKusumo

    bagus

    11/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata