logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

PART 2 MISTERI KE-1

……
“Setitik ayar dalam embun termaktub makna. Buana terselip sandiwara. Bena penuh cerita. Misteri di dalamnya.”
……
Sesampainya di rumah, diriku dibuat terkejut ketika memergoki Dika sedang asik bercanda dengan ayah. Ada apa ini? Bagaimana bisa lelaki aneh itu mau berbicara? Pertanyaan itu memenuhi memori otakku. Tanpa pikir panjang aku menghampiri mereka yang asik bercanda. Wajah Dika yang sedang senyum sontak berubah menjadi datar kembali. Aku pun bertanya pada ayah.
“Ayah kenal dia?” tanyaku
“Iya, Dinna," jawab ayah singkat.
Lalu ayah pun memperkenalkan aku pada Dika, dengan wajah angkuh aku mengabaikannya. Kemudian meninggalkan mereka. Namun beberapa menit kemudian, diriku mulai penasaran kembali, akhirnya aku kembali ke teras menuju tempat ayah dan Dika sedang berbincang. Namun sesampainya di sana, sial Dika dan ayah sudah tidak ada lagi. "Kemana mereka? Cepat sekali perginya", ucapku.
Tak lama uringan-uringan di kamar, ibu pulang dari kantor. Baru sampai di teras, ibu kaget melihat belakang mobilku bengkok. Dia pun memanggilku histeris. Aku menghampiri ibu dengan wajah penuh takut. Ku ceritakan semua mengenai kejadian yang sebenarnya, termasuk kejadian saat aku menemui ibunya Dika. Setelah mendengar semua penjelasanku, ibu memelukku penuh haru. Sampai tak sadar air matanya membasahi baju belakangku. Lalu perlahan ibu melepaskan pelukan itu.
“Dinna, ibu bangga padamu. Sekarang kau telah dewasa dan bijak menghadapi masalah, ternyata bayi gede ibu punya jiwa sosial yang tinggi ya,” puji ibu padaku.
Mendengar perkataan itu aku senyum kegirangan tak kusangka ibu memujiku seperti itu. Sontak aku langsung menjawab pujian ibu tersebut.
“Aku belajar itu dari ibu. Ibu sosok panutanku, yang kala rapuh tak pernah mengeluh dan senantiasa berani menghadapi masalah. Aku bahagia menjadi putrimu, ibu. Terima kasih ya bu,” sambil tersenyum lalu mencium tangan ibu.
Suasana saat itu penuh haru, tak terbayangkan olehku jikalau tanggapan ibu semanis ini. Yang awalnya aku sungguh takut akan dimarahi tapi ternyata semua di luar ekspetasiku justru ibu memelukku dengan penuh kasih sayang. Jujur aku sangat bahagia saat itu.
Keesokan harinya saat ingin berangkat ke kampus, aku kehilangan mobilku. Ku cari ke semua sudut rumah namun tak kujumpai juga. Aku pun cemas, “Bagaimana bisa hilang?” tanyaku.
Saat sedang cemas, ayah menghampiriku. “Sudah tak usah dicari lagi, mobilmu sedang di bengkel. Ayah sudah meminta seseorang untuk sementara mengantar jemputmu,” jelas ayah.
“Siapa Yah?” tanyaku penasaran. Belum sempat ayah menjawab, bunyi bising dari motor vespa terdengar kencang, menggangu pendengaranku. Ternyata dia orang yang ayah maksud. Lelaki aneh yang menyebalkan. Mimpi apa aku semalam.
Aku pun menolak permintaan ayah untuk diantar oleh Dika. Bagiku lebih baik naik mentromini atau taksi dari pada harus berboncengan dengan patung. Aku sangat tidak menyukainya. Namun sayang ayah tidak memberi toleransi atau negoisasi padaku. Dia tetap kukuh menyuruhku pergi bersama Dika. Berulang kali aku memberontak dan membela diri, mempertahankan argumenku itu. Tetapi itu semua percuma. Ayah justru memarahiku.
Akhirnya dengan berat hati aku diantar Dika ke kampus. Sungguh malu aku kalah itu, seorang Dinna Meikasih, bunga kampus di Universitas ternama di Jakarta, harus berboncengan dengan lelaki kumel, berantakan, aneh dan menyebalkan. Tetapi harus bagaimana lagi aku tak bisa menolak permintaan ayah. Ayah adalah cinta pertama bagiku. Sosok tangguh nan bijaksana. Penyempurna kehangatan di keluarga. Sedari kecil aku selalu dimanjakan oleh ibu dan ayah. Aku anak tunggal dari keluarga yang berkecukupan. Setiap hariku selalu penuh dengan cinta kasihnya.
Jika ada tangis itu adalah tangis bahagia, karena menjadi bagian dari mereka merupakan anugerah terindah yang pernah ada.
Astu pada tuhan selalu ku langitkan di sepertiga malam, dengan menyematkan nama mereka di setiap zikir berharap tuhan senatiasa memberi aksama bagi raja dan ratu hidupku. Perjalanan terasa sangat membosankan kala itu, tak ada percakapan di dalam. Seperti biasa sikapnya masih dingin padaku, tak ada satupun kata terlontar dari bibirnya.
Sepanjang jalan aku pun hanya diam, sibuk memikirkan apa pendapat orang melihatku bersamanya. Perjalanan saat itu terasa sangat membosankan. Sampai akhirnya kami telah tiba di parkiran, muka ku tutup dengan tangan berharap tak ada yang mengenali. Namun sial diriku ketauan oleh Sindy. Sindy menghampiriku dengan memberikan pertanyaan penuh antusias. Namun tak satupun yang ku gubris. Aku segera masuk ke dalam kelas. Untung Dika memilih tempat duduk yang berjauhan denganku, setidaknya jam belajar ku tidak tergangu olehnya.
Sindy yang kesal tidak digubris olehku menceritakan kejadian di parkiran tadi pada Rara. Mereka akhirnya mengintrogasiku saat di kantin. Sampai selera makanku terganggu dengan banyaknya pertanyaan yang menyebalkan.
“Din, bagaimana bisa kamu berangkat sama dia?” tanya Rara.
“Bukankah kamu sangat tidak menyukainya?” tanya Sindy.
“Atau sekarang benci jadi cinta?” Rara dan Sindy bersamaan menanyakan ini sambil tersenyum kecil seakan memojokkanku.
Pertanyaan terakhir itu, membuat diri tersedak saat sedang makan. Sampai badmood rasanya. Akhirnya karena geram aku angkat bicara. Ku jelaskan pada mereka keadaan yang sebenarnya.
“Yang benar saja, mana mungkin aku menyukainya. Dari dulu aku tidak suka lelaki yang berantakan, lihat saja rambutnya acak-acakan, pakaiannya juga tidak rapi terkesan kumal tak ada yang menarik, dia tetap jadi lelaki paling menyebalkan yang pernah aku temui, jadi berhenti menanyakan itu. Aku tidak menyukainya," jawabku judes.
Aku menjelaskan dengan rinci kejadian yang sebenarnya, tak ada yang ditutupi dari mereka. Sampai mereka paham posisiku saat itu. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11.30 siang. Dimana saat itu ada jadwal kuliah lagi untuk kelas pagi. Aku dan temanku bergegas ke kelas. Namun miris aku lupa membawa tugas. Akhirnya aku tak dapat mengikuti mata kuliah. Ini kesalahan fatal untukku, harusnya lebih berhati-hati dan tidak terledor. Dengan wajah kesal aku meninggalkan kelas menuju perpustakaan. Di sana aku membaca buku, agar tidak tertinggal mata kuliah.
Saat sedang asik membaca. Tepat di depanku ada yang duduk lalu mengamati dengan mata tulus. Bola mataku membesar, serasa mimpi. Mengapa dia ada di sini juga, jelas-jelas aku melihatnya membawa tugas di kelas tadi. Seharusnya dia tidak di sini. Logikaku tak mampu memprediksinya. Membuat hati ingin bertanya padanya. Namun pasti dia hanya diam, sehingga aku tak mendapatkan jawabannya.
Aku mencoba memutar otak, mencari akal bagaimana caranya agar bisa tau apa yang terjadi. Di depannya diriku seolah tak perduli dan terus membaca buku, berpura-pura tidak mengetahui keberadaannya di depanku. Padahal dalam otak terus berpikir, bagaimana caranya agar aku mengetahui penyebab dia ada di sini. Sesekali curi pandang, ku lirik dia. Tapi untunglah dia tidak menyadarinya. Hmm sikapku seperti ini, seakan layaknya ftv atau drama saja. Setelah lama berpikir, aku menemukan ide.
Kukirim pesan whatsApp pada Rara, untuk menanyakan apa penyebab Dika keluar kelas. Rara pun menceritakan bahwa Dika tidak mengumpulkan tugas. Katanya salah bawa buku.
Sontak diriku terkejut, bukankah Dika membawa tugas itu, aku melihatnya mengeluarkan tugas tadi pada saat diriku keluar dari kelas. Tapi mengapa dia memilih tidak mengumpulkan tugas dan menemaniku? Nampaknya ada yang aneh, apa untung baginya melakukan ini? (dalam hatiku berguman). Karena rasa penasaran yang besar, aku segera mengajak Dika mengantarku pulang. Dika mengiyakan permintaanku. Kami pun tiba di rumah awal waktu, tidak seperti biasanya.
Belum sempat melepaskan sepatu, aku sontak berteriak memanggil ayah. Dan beruntungnya ternyata ayah sudah pulang dari kantor. Aku meminta ayah menanyakan pada Dika alasannya tidak mengumpulkan tugasnya tadi. Ayah pun binggung mengapa aku memintanya menanyakan itu. Padahal itu bukan persoalan penting. Namun karena rasa sayangnya padaku, ayah mengiyakannya. Di tanyanyalah pada Dika. Aku mengintip dari dalam rumah. Dika menjawab pertanyaan ayah, katanya “Dika memang membawa tugas itu, namun dia tak mau Dinna sendirian yang keluar kelas. Dika sudah di amanat oleh ayah untuk menjagaku, jadi Dika akan selalu membantu Dinna, suka maupun duka, jika Dinna merasakan hal sulit Dika akan membantunya dan tak akan membiarkannya sendiri. Itu sudah janji Dika pada diri (pungkasnya).
Mendengar jawaban Dika aku seakan tak percaya, mengapa ayah menitipkanku padanya, apa spesialnya dia? Dan mengapa Dika bisa sebaik itu, sedangkan saat bertemu dengan ku dia sangat menyebalkan. Ini pasti hanya sandiwara (pikirku). Berbeda dengan reaksi ku setelah mendengar perkataaan Dika, ayah justru tersenyum lebar mendengar jawaban dia, lalu memeluk erat tubuhnya laksanakan seorang yang bijak. Mereka berdua pun pergi meninggalkan rumah. Aku tidak tau kemana. Belakangan ini ayah dan Dika selalu pergi bersama hampir setiap hari. Namun aku tidak memperdulikan kepergian mereka, bagi ku ada yang lebih penting dari itu, yakni jawaban Dika tadi.
Aku hanya menelan ludah, berdecak seolah tak percaya. Benerkah?. Lelaki aneh itu bisa baik juga ternyata. Namun seketika sigma negatif merongrong kembali di pikiranku. Apa benar, dia baik dan tulus? atau hanya ingin mengambil hati ayah?. Itu masih menjadi misteri bagiku. Yang pasti suatu saat akan terpecahkan juga. Sampai kapanpun aku tak percaya. Dimataku dia tetap lelaki menyebalkan yang pernah ada. Masih teringat jelas hari sial ku waktu bertemu dengannya.

Komento sa Aklat (74)

  • avatar
    MardianaRina

    Dina hidup itu roda terus berputar kadang diatas kadang juga dibawah.. Hmm beruntung ada Dika jadi hidup lebih bwrwarna ya Dina

    04/02/2022

      10
  • avatar
    MeilandaIndah

    Mantab, ceritanya seru

    22/08

      0
  • avatar
    WiyantoKusumo

    bagus

    11/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata