logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 5. Kebencian yang Mengakar

Kebencian itu belum mau pergi, sama seperti setiap kenangan buruk bersamamu yang masih menghantui hari-hariku.
***
Semua tamu bersorak untuk Chloe. Naura mendekap dada, Yulia menggenggam tangan Jay, dan Natali menutup mulutnya. Jay, Ferdian, dan Keanu bertatapan, menunggu.
“Please say yes, Chloe,” lirih Gio putus asa menunggu.
“Of course, yes, Gio,” seru Chloe senang.
Ia mengulurkan tangan kiri yang kemudian disematkan cicin pertuanangan di jari manisnya. Semua orang bertepuk tangan dan memberi selamat. Naura mengusap air mata haru yang sempat menetes.
“Cengeng,” dengus seseorang di sebelah kanannya. Naura menoleh mendapati wajah berkacamata sedang sinis menatapnya. “Merah lagi.”
“Bicara sama gue?”
“Ya, siapa lagi kalau bukan lo,” kata Keanu menaikkan sebelah alisnya. Pandangannya masih saja sinis. “Emang nggak ada warna lain, ya?”
“Suka-suka gue dong Ke Anus. Mau merah kek, mau kuning kek, terserah.”
“Coba lihat, deh. Di pesta ini cuma lo doang yang pake warna norak kayak gitu.” Naura mengedarkan pandangan dan memang benar seperti yang dikatakan Keanu, hanya dia seorang yang mengenakan warna merah.
“Kalau nanti kita ketemu lagi aku harap kamu sudah mengenakan warna lain.”
“Tentu saja, Ke Anus. Aku akan ganti dengan warna kuning, oranye, hijau, ungu, atau mungkin pelangi.”
“Jadi, itu warna-warna favorit lo?”
“Iya, kenapa?”
“Norak banget sih lo.”
“Terserah gue dong. Sirik banget jadi orang.”
Setelah mengibas rambut dengan gemulai yang dibuat-buat ia berlalu meninggalkan Keanu untuk memberi selamat pada calon pengantin baru. Di belakang sana, tepat di meja bar, menunggu dua pasang mata yang telah siap dengan rencana-rencana nakal.
Ferdian dan Jay telah mengambil alih bartender, mempersiapkan banyak hal untuk pertemuan bersejarah selama belasan tahun.
Setelah sang tuan pesta selesai meladeni tamu-tamu penting, terutama sponsor dan para pemilik ambassador, ia mencari Gio yang tengah bercerita bersama Naura. Di dekat meja bar, duduk santai Keanu tanpa ditemani seorang pun, menggoyang pelan gelas berisi sampanye. Di balik meja bar, Jay dan Ferdian berbisik-bisik menyusun rencana. Dua istri mereka duduk tidak jauh dari Keanu dengan gelas minuman masing-masing.
Keseruan acara mulai berkurang, dan sahabat serta rekan kerja Chloe minta diri. Kelompok empat serangkai itu melingkari meja yang dekat dengan meja bar. Ferdian bersama Natali, Jay dan Yulia, Gio dan Chloe, Keanu yang begitu risih didampingi dua wanita cantik teman sekolah Chloe, dan Naura. Sebenarnya Naura sudah mohon diri karena masih banyak pekerjaan yang harus diurus besok, tetapi Chloe yang menahannya.
“Lo masih bujang, Ra, ngapain buru-buru pulang?” Jay mulai membual. Mulutnya selalu lebih nakal dari wajahnya yang terlihat selalu kalem.
“Iya, Ra. Lagian besok bukan jadwal lo unggah video baru, kan?” Ferdian dengan wajah mengantuknya masih mengingat jadwal pemuatan video di youtube Naura. Keanu diam saja.
“Maafin Ferdian, ya, Ra. Suami aku emang suka begitu. Katanya kalian dulu sekelas, ya? Cerita dong kisah kalian waktu dulu. Ferdian nakal, nggak?” Natali, istri Ferdian lebih supel dan cerewet. Ia bahkan tidak segan-segan memuji Naura dan minta rekomendasi warna rambut yang cocok untuknya.
“Iya, aku juga penasaran seperti apa, sih, Gio waktu itu,” Chloe mendukung Natali. Yulia sudah terkikik geli dan minta diri ke toilet, sedangkan dua perempuan sahabat Chloe, Anggun dan Daisy hanya sibuk bermain ponsel.
Sesaat Naura merasakan bau persekongkolan di antara semua orang yang melingkari meja. Ia melirik Keanu sesaat dan dalam waktu sesaat itu pandangan mereka bertemu. Api dendam seketika menyala meski masih redup.
"Waktu dulu, ya. Udah lebih dari sepuluh tahun sekarang dan aku mulai lupa-lupa, sih.” Naura menatap wajah-wajah yang kecewa. “Empat lelaki nakal yang dulu aku kenal juga masih sama nakalnya dengan sekarang.”
“Dan Naura yang cerewet juga masih sama cerewetnya,” sambung Ferdian cepat. “Tapi kata-katanya udah nggak sepedis dulu, ya.”
“Kalau lo macem-macem sama gue, bakal ada yang lebih pedis lagi, Fer.”
“Penyihir kita kembali lagi!” seru Jay. “Ayo, Nu, satu dua kata untuk Naura, dong. Pujian kek apa kek, masa lo bengong doang.”
“Norak!” ketus Keanu dingin. Suasana mendadak kaku.
“Maksudnya ucapan Jay yang norak atau gue yang norak?” tanya Naura tidak kalah dinginnya.
“Ya, lo, lah. Bodoh, norak, cerewet, pucat, dan semakin jelek!”
Suasana yang diam dan kaku menjadi beku. Wajah Naura merah padam, tetapi kemudian ia tertawa. Tawa yang aneh, ada marah, kecewa, terluka juga benci di dalamnya. Chloe mencubit lengan Gio, memintanya mencairkan suasana aneh yang terjadi. Gio menggeleng dan kebekuan itu semakin terasa.
“Tau, nggak, dulu gue sering sebut Ke Anus dengan istilah apa?” Keanu mendadak bangkit dan siap menerjang Naura. Anggun dan Daisy yang sibuk dengan ponsel sedari tadi tersentak kaget. “Dia punya kisah yang jauh lebih bagus untuk diceritakan,” Keanu menggeram, “dia dulu disebut …,” semua orang menunggu, udara mulai memanas, “disebut apa, Gio? Aku lupa.”
Keanu mendadak mengembuskan napas lega dan kembali duduk, tetapi tidak dengan tatapan mata yang menyala-nyala seperti memberi tanda bahwa permusuhan mereka belum usai.
“Aku juga lupa, Ra,” kata Gio ikut lega. “mau tambah minuman, nggak?”
“Mau!” jawab mereka serempak.
Kebekuan sesaat yang lalu akibat permusuhan lama itu membuat semua orang tercekik dan butuh minuman. Gio bangkit menuju meja bar tepat Yulia kembali dari toilet.
Yulia kembali duduk di samping Jay, menatap wajah-wajah yang terlihat tegang. Ia menaikkan alis mata penuh tanda tanya pada suaminya. Jay hanya menggeleng cepat.
“Kok pada tegang, sih. Hal seru apa yang udah terlewati, nih? Ceritanya udah selesai, ya?”
Natali menggeleng cepat. Ferdian menggumam. Seperti tidak mengerti kode dari setiap wajah yang duduk melingkar, Yulia malah melemparkan pernyataan paling konyol. “Kata, Jay, Naura dan Keanu dulu teman baik, ya? Waktu kelas tujuh pernah saling suka. Benar, nggak, sih?”
“Hahaha! Kapan aku pernah bilang gitu?” Jay seperti sedang menggigit lidahnya, sebagian suara yang keluar seperti tertelan kembali.
“Kan tadi sebelum ke sini kamu cerita, Pa.”
“Ma, temani Papa ke toilet, kebelet banget, nih.”
“Ogah, aku pengen dengar cerita mereka. Kata orang cinta pertama itu kisah paling manis yang tak bisa dilupain. Bener, nggak, Ra?”
Daisy yang ikut menyimak mendengkus, sedikit jengkel. “Wah, berarti Naura masih suka sama Kak Keanu, ya? Kalau Kak Keanu masih suka sama Naura, nggak?”
Wajah-wajah yang menegang kini berubah penasaran. Ternyata rasa penasaran pada sesuatu yang langkah lebih berefek daripada tatapan kemarahan Keanu. Mata-mata ingin tahu seperti lapar akan sebuah kebenaran. Mereka menunggu. Naura melipat tangan di depan dada, mengilangkan kakinya yang jenjang, dan menyandar santai pada sofa. Keanu duduk tegak, berusaha mengabaikan tatapan Naura yang sedikit menggodanya.
“Aku tidak pernah suka pada Keanu. Tidak pernah sekalipun!”
Prank!
Tepat saat itu sebuah gelas yang berisi minuman yang dibawa Gio jatuh membentur lantai, pecah berkeping-keping. Semua perhatian teralihkan. Tetapi dua tatap mata yang saling membenci masih setia menantang.
Rencana Jay dan Ferdian untuk mengerjai dua musuh bebuyutan itu gagal total. Keinginan untuk membuat keduanya mabuk dan merekam setiap pengakuan mereka tidak terjadi. Gelas yang pecah membatalkan semua rencana. Tangan Chloe terluka karena pecahan gelas saat membantu Gio. Dari rumah Jay, sang anak meminta kembali. Masing-masing orang ingin segera pergi. Satu per satu keluar dari restoran yang telah sepi. Waktu masih menunjukkan pukul dua belas lebih sepuluh menit. Pesta seharusnya belum usai.
Keanu keluar terakhir dari pintu, melirik sebentar sosok bergaun merah yang memasuki mobilnya yang juga merah.
“Benarkah tidak pernah, Naura? Cck! Aku juga tidak pernah. Kau membuatku semakin benci padamu.”
Dari dalam mobilnya, Naura sempat menatap Keanu yang berdiri dengan tangan dalam saku celana di depan restoran. Mereka bertatapan sejenak.
“Kamu masih saja mengatai aku norak, Ke Anus. Aku benci itu.”
Ungkapan kebencian masih keluar dari mulut-mulut yang saling bermusuhan. Benci yang telah mengakar, entah sampai kapan akan berakhir.
Namun, pertanyaannya, benarkah kebencian mereka hanya berawal dari kebencian itu sendiri? Ataukah kebencian itu bermula dari sesuatu yang terabaikan?
bersambung…

Komento sa Aklat (49)

  • avatar
    LimHyeRie

    belom ada kelanjutannya nih.. nungguin banget endingnya.. semoga cepet diupdate

    05/05/2022

      0
  • avatar
    Callestty Lim

    ceritanya best

    03/10

      0
  • avatar
    ArtadmediaReza

    Hay

    08/09/2022

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata