logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Cowok Indigo

"Heh, rambut siapa nih?" Rinto bertanya pada teman sekamarnya, Ardi. Ia menatap lekat-lekat beberapa helai rambut hitam yang berserakan di atas bantal tidurnya.
Tak biasanya ada helai rambut panjang di dalam atau sekitar kamar mereka.
Beberapa helai rambut itu sangat tebal. Hitam dan agak kusam. Ardi menamatinya. Ia merasa ada sesuatu yang janggal terjadi di kamarnya itu. Namun, ia pendam dulu tak ingin teman sekamarnya tahu siapa pemilik rambut itu.
"Biarin saja lah, mungkin rambut orang yang terkena angin lalu masuk melalui jendela kamar kita. Tuh tempat tidurmu kan dekat ama jendela. Terbuka juga tuh," pungkas Ardi. Rinto mengangguk-angguk, karena ia yakin bahwa Ardi takkan bohong, mengingat ia adalah teman yang mempunyai indera keenam yang ajaib.
"Yuk, cepetan. Jangan malah bengong, kamu, ah. Payah," sungut Ardi pada temannya yang masih berkalung handuk itu.
*
Lala menyendok bakso dan memasukkannya dalam mulutnya, sedangkan Ivon sedang asyik menyeruput mie ayam favoritnya di kantin. Hawa yang panas, membuat semua siswa saat itu menyantap lahap makanan mereka.
"Von, kenapa aku mikirin si cowok itu, ya?"
Siku Lala menyikut Ivon, seketika gadis tambun itu tersedak.
"Ah, parah kamu, La," bentak Ivon setelah meneguk es teh hampir habis setengah gelas.
"Eh, eh. Tuh." Lala menaikkan alis, memberi kode pada Ivon untuk mengikuti arah matanya melirik.
"Siapa, sih? Ooh, cowok kemaren? Kamu suka ama cowok itu?" ucap Ivon dengan lantang, sontak Lala membungkam mulut temannya itu.
Ardi, lelaki yang berpenampilan biasa, namun kharismatik. Raut wajahnya yang dingin menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian perempuan yang menyukai lelaki introvert sepertinya. Termasuk Lala, ia diam-diam menaruh hati pada Ardi.
Lala menyudahi makannya, tapi tidak dengan Ivon. Justru ia menambah porsi mie ayam, sehingga mau tidak mau Lala menungguinya sampai selesai.
Tatapan Lala tak habisnya tertaut pada sosok Ardi, beradu pandang pun terjadi. Mata elang yang dimiliki Ardi, mampu menyibakkan apa yang dipikirkan oleh Lala saat itu.
Tersipu malu, Lala tertunduk. Seolah ia telah tertembak hatinya setelah menatap mata Ardi. Namun tidak bagi Ardi, ia melihat sisi gelap dari gadis polos bernama Lala itu.
Hujan deras berderai. Terpaksa Geng Kapak yang pulang berbarengan, menepi untuk berteduh. Areal yang ditumbuhi semak dan ilalang, menjadi jalan yang tercepat menuju asrama. Maka dari itu, jika hujan datang pasti mereka tak dapat meneruskan perjalanan.
"Sebaiknya kita ambil jalan memutar aja, deh. Kayak kemaren. Yuk. Udah mau malem juga, nih," ajak Lala pada temannya yang diam mematung menikmati derasnya hujan.
"Yuk, ah." Debi menyetujui. Lainnya pun ikut setuju. Akhirnya mereka berenam memutar, melewati koridor gedung sekolah yang memang dibangun untuk menghubungkan sekolah ke asrama.
Terdengar derap langkah yang sangat nyaring, selain langkah pelan para gadis. Mereka pun menengok di belakang.
Ternyata gerombolan siswa putra yang juga menyusui koridor panjang untuk ke asrama mereka. Ardi nampak berada di depan barisan. Lala tertegun melihatnya, namun, Ardi sama sekali tak melirik gadis itu ketika berpapasan.
Sesaat setelah sekelompok siswa putra lewat, terdengar kembali langkah yang berderap kencang. Seperti seseorang yang sedang berlari memakai sepatu perang khas tentara.
Aruni yang berada di barisan akhir, menoleh ke belakang. Seketika ia oleng lalu ambruk terjatuh. Sambaran angin kencang yang melesak mengenai tubuhnya, membuat Aruni pingsan.
Para gadis cemas dan menyadarkan Aruni. Rista yang memicingkan mata, memeriksa sekitar. Ternyata ia menangkap sesosok arwah penasaran. Roh itu tersesat dan akhirnya menjadi penunggu koridor sekolah, apalagi di saat magrib seperti ini, sangat senang bila mengusik para pejalan kaki yang melintas di teritorialnya.
"Runi, bangun!" Wita mendekatkan minyak kayu putih pada hidung Aruni. Beberapa saat gadis kalem itu membuka matanya. Ia memegangi kepalanya yang agak pening.
Memandang sekitar, dan tersadar bila dirinya sudah di atas tempat tidurnya.
"Siapa yang membawaku tadi?" tanya Aruni pada Wita.
"Kita berlima, dong. Kamu kenapa, sih?" Wita menyibak rambut Aruni. Namun, ia masih terdiam, termenung. Seperti sedang membayangkan kejadian tadi.
*
Di asrama putra.
Ardi membuka bukunya, di benaknya muncul aura hitam dari kejauhan. Ia terngiang sesosok penunggu koridor yang sempat ditemuinya sesaat berpapasan dengan para gadis asrama.
"Sepertinya, roh itu mengincar salah satu gadis. Tapi, siapa? Apakah gadis yang bertatap mata denganku, di kantin?"
Ia menerka-nerka. Sontak, asap putih mengepul di depannya. Arwah penunggu kamar Ardi, sesosok pria bersorban putih, khas orang Timur.
Sekelebat asap itu hilang, dan meninggalkan bekas pada lembar di buku yang dibukanya. Inisial "EL" tertulis di sana.
Memang, Ardi bukanlah anak indigo biasa. Ia mempunyai kekerabatan khusus dengan para lelembut yang baik, istilahnya jin qorin yang mendampinginya tidaklah hanya satu melainkan berpuluh-puluh jumlahnya.
"Hei, Ardi!" teriak Rinto, tiba-tiba menghampiri Ardi dengan nafas yang memburu, bagai dikejar hantu.
"Ada apa, sih? Tenangin dulu. Baru ngomong."
Rinto mengatur nafasnya, lalu meneguk air putih milik Ardi di sebelah buku yang terbuka.
"EL? Apa itu, Di?" sontak Ardi menutup bukunya. Dan menanyai kembali kenapa Rinto terengah-engah memanggili namanya.
"Tau, gak. Bu Erlin, dia ditemukan sedang memendam sesuatu di belakang pondoknya. Lalu Pak Harahap, memergokkinya. Sekarang Bu Erlin sedang disidang tuh, di balai utama asrama."
Ardi mendengkus kasar, kemudian ia membuka buku dengan tulisan dari lelembut putihnya itu. Ia menunjukkan pada Rinto.
"Ini, dia. Inisial ini adalah kuncinya. Tapi sebelum itu, kita harus mengumpulkan bukti untuk memperkuatnya."
Rinto terperangah, beberapa detik kemudian hidungnya mengeluarkan cairan merah. Ia mimisan bila menemukan sesuatu yang membuatnya terkejut atau membuat jantungnya berdegup tak karuan.
"Selain perempuan, ngomongin lelembut kayak gini, juga bisa bikin aku mimisan, Di. Asal kamu tahu." Rinto langsung mengelap hidungnya, sementara Ardi terkekeh karena kekonyolan tubuh Rinto yang aneh.
Debi dan Wita melintas di depan balai utama asrama, mereka terperanjat melihat Bu Erlin menangis tersedu-sedu.
Kedua gadis itu mendekat, terdengar suara Pak Harahap—kepala asrama putra—sedang memarahinya.
"Anda, tahu! Ibu di sini sudah berapa lama? Ngaku saja, Bu. Saya mohon. Agar semuanya jelas!"
Tegas Pak Harahap dengan lantang. Bu Erlin tak menjawab sama sekali, ia memegangi selendang yang selalu berada di pundaknya itu. Entah selendang itu sebenarnya untuk apa, hanya aksesori biasa atau memang untuk fungsi yang lain.
"Tolong, Bu. Saya beri anda jangka waktu seminggu untuk membuktikan kalau Ibu tidak bersalah. Entah Pak Lasiman masih hidup atau tidak, saya tak peduli. Yang penting nama baik asrama dan sekolah ini tidak tercoreng," jelas Pak Harahap seraya bangkit lalu meninggalkan ruangan itu.
Bu Erlin masih terisak, lalu terlihat mengelap air matanya. Seutas senyum mengembang di sudut bibirnya, bukan senyum bahagia, melainkan senyum licik yang sengaja disembunyikannya dari orang banyak.
Debi dan Wati terkejut setelah mengetahui senyum picik Bu Erlin. Ketika mereka akan beranjak pergi dari belakang pintu kaca balai utama, tong sampah terguling.
Menyadari hal itu, Bu Erlin datang menghampiri, dan...
Tak ada seorang pun di sana.
Debi dan Wita seolah mempunyai kabar yang harus diceritakan oleh Geng Kapak, terutama si ketua, Lala.
Hampir sampai di depan tangga menuju koridor asrama, pergelangan Wita dicekal oleh tangan seseorang.
"Ardi?" ujar Debi yang sudah berada di atas anak tangga.
"Jangan kau sebarkan dulu apa yang kau lihat, karena sebelumnya mari kita selidiki lebih dalam. Misteri apa sebenarnya yang menaungi asrama ini."
Ardi berlalu, menghilang di kegelapan malam.
Bersambung

Komento sa Aklat (161)

  • avatar
    Dodi Cahyono Eko

    ceritanya sangat bagus...jadi ingat anak yang lagi mondok di pesantren..dia tinggal di asrama yg menurut ceritanya ada hal2 berbau horor..

    01/09/2023

      0
  • avatar
    Mobile Legendss

    that was awesome and nice

    2d

      0
  • avatar
    Afiq Fif

    best sangat

    2d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata