logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 4 - Kencan Pertama

Bab 4
Kencan Pertama
***
Pernahkah kalian berkencan? Biasanya, apa yang akan kalian lakukan saat akan kencan? Memakai pakaian terbaik, atau memakai parfum paling wangi, atau mungkin mandi kembang 7 rupa agar kalian memikat hati sang pujaan hati? Ah, ini adalah kencan pertamaku bersama Tati, ya, walaupun Tati akan membawa dua body guardnya, tak apalah, asal bisa nonton layar tancap sama Tati, aku rela.
"Pakai baju yang mana, ya?" tanyaku bingung memilih baju terbaik yang ada di lemari.
"Pakai yang ini saja, pasti terlihat keren," ucapku memilih kemeja kotak-kotak dengan celana jeans warna biru.
"Pas, aku terlihat gagah memakai ini!" Aku memuji diri sendiri.
Terlihat sedari tadi Bu Sarawiah mengintip tingkahku. Biarlah, toh, dia juga dulu pernah muda.
"Nak, Nak Wahyu, mau ke mana?" tanya Bu Sarawiah saat aku ingin melangkahkan kaki.
"Mau ke lapangan, nonton layar tancap," kataku sekenanya.
"Aduh, hari ini Ibu rasa akan hujan, Nak Wahyu jangan ke sana ya," ucap Bu Sarawiah seperti paranormal.
"Ibu ini, ada-ada saja. Mana mungkin hujan, lagian Ibu tahu dari mana? Ibu bukan paranormal juga," kataku sedikit jengkel.
Enak saja dia bilang kalau hari akan hujan, ucapan itu kan doa, dan aku tak rela jika dia berdoa hari akan hujan. Bisa gagal rencana kencan pertamaku bersama Tati. Sungguh, aku tak rela.
"Nak Wahyu ini, kalau dikasih tahu orang tua kok angel, Ibu ini memang bukan paranormal, tetapi Ibu tahu tanda-tanda hujan," kata Bu Sarawiah membela diri.
"Bu, Wahyu pamit ya. Kalau memang akan hujan, ya tinggal berteduh nanti," ucapku sedikit kesal.
Meski Bu Sarawiah hanya induk semangku, tetapi aku juga tahu sopan santun dan pamitan kalau mau ke luar rumah.
"Anak jaman sekarang, kalau dikasih tahu ya angel! Gak dengar orang tua!" omel Bu Sarawiah saat kakiku tetap melangkah ke luar rumahnya.
Pak Broto yang saat itu ke luar dari kamarnya hanya bisa tertawa mendengar omelan Bu Sarawiah.
"Yud, kamu jadi nonton layar tancapnya?" tanya Pak Broto.
"Jadi, dong Pak. Aku sudah rapi begini, masa gak jadi," ujarku tersenyum sumringah.
"Ya udah, hati-hati di jalan, ya. Belikan Bapak jagung rebus nanti ya," pinta Pak Broto, dan langsung aku iyakan.
"Iya, Pak. Nanti, Wahyu belikan. Wahyu pamit ya," ucapku.
"Iya, abaikan omongan Nenek sihir ya," bisik Pak Broto lagi.
Aku hanya tertawa, Nenek sihir yang dimaksud adalah Bu Sarawiah.
***
"Assalamualaikum, Tati," aku mengucap salam saat sudah tiba di rumah Tati.
"Waalaikumusalam," jawab Tati.
Malam ini, Tati menggunakan kemeja kotak-kotak dan celana jeans, sama seperti kostumku saat ini, apa ini bisa disebut sehati?
"Eh, sudah siap? Kita sehati ya, kompak, apa tandanya kita jodoh?" tanyaku cengengesan.
"Ah, Bang Wahyu bisa aja. Kebetulan ini belum dicuci, sekalian kotor ya Tati pakai saja," jelas Tati.
Di belakang Tati, sudah ada Tini, Inur, Lisa dan Giarti, mereka juga akan ikut dan menjadi pengawal Tati seperti yang kukatakan sebelumnya.
"Ayo, berangkat!" ajak Tini yang badannya dus kali lebih besar dariku.
Aku mengangguk, pamit dengan Pak Sugiono terlebih dahulu, sebelum mengajak anak-anak gadisnya ke luar rumah.
"Pak, saya, Tati, Kakak-Kakaknya, dan Keponakannya pamit dulu ya, mau nonton layar tancap," kataku sambil mencium punggung tangannya.
"Iya, hati-hati. Pulangnya jangan larut malam, besok anak-anakku sekolah," pesan Pak Sugiono.
Aku mengangguk setuju. Kini bergantian Tati, Kakak-Kakaknya dan Keponakannya pamit. Sementara itu, aku memanaskan mesin mobil.
Mobil sudah kupanaskan, tetapi ada yang salah dengan bannya.
"Mobilnya kenpes!" seru Tini saat ke luar rumah.
Ah, iya, semua ban mobil ini kempes! Perasaan, saat kembali dari proyek ban mobilnya tak kempes, kenapa sekarang malah jadi begini? Ini pasti ada yang mencoba-coba mensabotase rencana kencan pertamaku! Memang kurang kerjaan orang itu.
Dari kejauhan, terlihat Bu Sarawiah tertawa puas, melihat aku yang sedang kebingungan, tak salah lagi, pasti Bu Sarawiah yang sudah membuat semua ban mobil ini jadi tak berdaya, alias kempes.
"Rasain! Kan sudah Ibu bilang, jangan pergi, hujan tak datang, malah ban mobil kempes semua!" teriak Bu Sarawiah dari dalam rumahnya.
Aku menggaruk kepala, sedangkan Tati dan yang lain tersenyum-senyum saja.
"Ya udah, gak usah jadi nonton layar tancap gak apa-apa, Bang. Aku biar belajar saja di rumah," ucap Tati ingin masuk kembali ke rumahnya.
Buru-buru, aku mencegahnya, jangan sampai rencana kencan pertamaku ini gagal total karena ulah oknum tak bertanggung jawab itu.
"Jangan masuk, kita jadi ke luar, aku akan cari cara," ucapku dengan memegang tangan Tati agar tak jadi masuk ke rumahnya.
Tini dan Giarti berdehem melihat tanganku memegang erat tangan Tati, buru-buru kulepas, ya, aku juga kan takut kalau diterkam sama Tini yang badannya dua kali lipat dari badanku. Bisa jadi tempe penyet badanku, remuk-redam, tak bernyawa.
"Naik motor saja, Bapak sudah pinjam motor Pak Tris," Pak Broto kini menghampiri kami.
Ah, Bapak angkatku ini memang benar-benar penolong.
"Iya, kita naik motor saja," ucapku kegirangan.
"Mana muat kalau berenam naik motor!" protes Tini.
Aku menggaruk kepala, iya juga. Mana mungkin muat kalau naik motor berenam.
"Tenang, Tin, Bapak sudah pinjam tiga motor, kamu bisa kan bawa motornya? Kamu juga bisa kan, Nur?" tanya Pak Broto.
"Oke, Pak, bisa-bisa, sini kuncinya," kata Tini dan Inur.
Ah, harusnya Pak Broto hanya meminjam satu motor saja, jadi, aku bisa berduaan dengan Tati, tetapi tak apalah, yang terpenting rencanaku untuk berkencan tak gagal. Hampir saja kencan pertamaku ini gagal karena ulah Bu Sarawiah.
"Terima kasih, Pak. Bapak is the best, pokoknya!" seruku sebelum menghilang dari pandangan Pak Broto.
***
"Sial! Kenapa mereka malah jadi nonton layar tancap," omel Bu Sarawiah.
"Oh, itu namanya takdir. Kalau tak ada rotan, akar pun jadi. Kalau ban mobilnya, Ibu buat kempes, masih ada motor pinjaman yang bersedia mengantarkan mereka nonton layar tancap," kata Pak Broto saat mendengar omelan Bu Sarawiah.
"Pak ... Pak Broto ini, mana mungkin saya yang kempesin ban mobilnya, saya ... saya mana berani," ucap Bu Sarawiah gugup.
Pak Broto hanya tertawa melihat ekspresi ketakutan Bu Sarawiah. Terlihat jelas, kalau Bu Sarawiah takut ketahuan kalau dia-lah, pelaku yang membuat ban mobil kantor kempes.
"Jangan bohong, Bu. Sudah tua, siapa tahu nanti malam, nyawa Ibu dicabut oleh Malaikat Izrail, saya lihat loh, Ibu yang menusukkan paku ke semua ban mobil kantor. Saya sih, cuma mau Ibu ganti rugi saja, besok pagi, kalau ban mobilnya belum benar, saya akan laporkan tindakan Ibu ini. Saya akan lapor ke Pak Kades," ucap Pak Broto penuh penekanan.
Wajah Bu Sarawiah mendadak pucat pasi, mungkin karena ketakutan.
"Ingat Bu, ban mobilnya harus segera benar paling lama besok pagi, karena kami akan meninjau proyek menggunakan mobil!" ujar Pak Broto lagi.
Sepulang menonton layar tancap, Pak Broto menceritakan apa yang terjadi setelah kami pergi, tak lupa bapak angkatku menceritakan ekspresi wajah Bu Sarawiah yang ketakutan, jelas, itu membuatku tertawa terbahak-bahak.
Eh, aku dosa tidak ya, menertawakan orang yang lagi ketakutan? Gak dosa, 'kan? Anggap saja tak berdosa. Lagian, siapa suruh, Bu Sarawiah berusaha menyabotase kencan pertamaku. Jadi, dia harus terima kalau aku menertawainya. Iya, 'kan?

Komento sa Aklat (47)

  • avatar
    Agnes Diah Lestari Baene

    bagus💖lanjut

    17d

      0
  • avatar
    KurniatiIfa

    bagus

    12/02/2023

      0
  • avatar
    alifah ilyana

    good👏🏻👏🏻

    12/09/2022

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata