logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 2 Di Mana Istriku

Apa karena tadi aku bilang jangan berani pulang kalau tidak bersama Dion?Astaghfirullah, Mel, kenapa kamu jadi penurut seperti ini? Batinku nelangsa.
“Mama mana, Pah?”
“Mama, tadi katanya mau ke rumah teman. Sebentar lagi pulang, kok," jawab ibu.
"Apa ke lumah teman? Mama ‘kan nggak punya teman, Nek."
"Itu teman baru. Mungkin Mama lupa mau kasih tahu Ion." Ibu membuat alasan lagi.
"Pah, suluh Mama cepet pulang!" pintanya.
"I-iya. Papa telpon dulu, ya!"
Drett … suara getar gawai Melodi justru berbunyi terdengar di atas nakas. Ya Allah, ternyata Melodi tidak membawa gawai juga. Lalu dia sekarang dimana?
"Lha, itu gawai Melodi, kok ada di atas nakas?" tanya ibu.
"Yah, gimana dong? Padahal Ion sudah lapel, mau makan sama Mama," celoteh Dion sambil memegang perutnya.
"Dion, laper? Kalau laper, makannya sama Nenek saja dulu, ya! Sementara Papa mau jemput Mama,” ujarku.
"Nggak mau! Makannya nunggu Mama aja, ah."
Ya Allah, ya Rabb, sampai segitunya Dion sama Melodi. Pantaskah aku tadi dengan lantangnya menyebut dia sebagai ibu tiri yang buruk?
"Ya sudah, Dion tunggu. Papa berangkat dulu.”
"Iya, Pah. Jangan lama-lama!" pesan Dion.
Untung saja hujan sudah reda. Segera kunyalakan mesin motor. Kususuri jalanan meski tidak tahu harus kemana. Sesekali aku berhenti menanyakannya pada orang lewat sebuah foto yang ada di gawai. Apakah mereka pernah melihat Melodi?
“Maaf, saya tidak pernah melihatnya.” Begitulah jawaban kebanyakan orang yang saya temui di jalan.
Namun, aku tidak kenal menyerah. Akan terus kucari sampai dia ketemu. Hingga tiba di sebuah jalan yang macet. Padahal biasanya jalan ini lancar-lancar saja.
"Pak, ada apa ya? Tumben macet," tanyaku pada seseorang.
"Katanya di depan ada yang tertabrak."
"Tertabrak kenapa?"
"Tertabrak sebuah mobil saat mau menyebrang."
"Oh, yang ketabrak pejalan kaki?"
"Iya. Seorang wanita."
Deg, aku langsung teringat Melodi. Jauhkan praduga mengerikan ini.
"Astaghfirullah ... Ciri-cirinya seperti apa?”
"Saya dengar-dengar sih, berhijab, berdaster," terangnya menghujam jantungku.
"Yang benar, Pak?" Sontak mataku membulat sempurna dengan mulut menganga.
"Mas, ini kenapa? Kayak yang kaget banget."
Ya Allah, jangan sampai! Aku yakin itu hanya orang lain yang kebetulan ciri-cirinya sama.
“Terima kasih, Pak, atas informasinya,” ucapku lalu setelah terdiam beberapa saat.
Meskipun aku berusaha berpikiran positif, akan tetapi tetap saja pikiran ini tidak bisa tenang sampai bisa melihat orang yang tertabrak itu. Karena motor susah melaju terjebak kendaraan lain. Aku putuskan menepikan motor ke trotoar dan berjalan menembus kerumunan yang jaraknya hanya beberapa meter.
Setelah berusaha keras, akhirnya aku sampai di tempat kejadian. Akan tetapi korban yang tertabrak tidak kujumpai.
“Maaf, korbannya mana, ya?” tanyaku pada lelaki yang berseragam polisi.
“Sudah dimasukkan ke ambulan,” terangnya.
“Tunggu! Saya mau melihat. Saya ingin memastikan bahwa itu bukanlah keluarga yang saya cari,” akhirnya kalimat itu terlontar dengan gemetar.
“Sebaiknya, bapak cek saja nanti di Rumah sakit. Korban harus segera dilarikan untuk mendapat pertolongan,” jelas seseorang seraya menutup cepat pintu ambulans.
Tuiw, wiw, wiw … bunyi srinenya membuat pertahanan mataku jebol. Air mengalir deras menuruni dagu. Rasa penyesalan dan takut kehilangan menyergap hatiku yang dirundung kekhawatiran.
Aku kembali mengambil motor yang kutinggalkan tadi. Setelah menembus kemacetan yang mulai terurai akhirnya aku sampai di rumah sakit yang dimaksudkan.
Kuberlari ke ruang UGD, tempat biasanya pasien mendapatkan langsung pertolongan.
“Sus, mana pasien yang kecelakaan tertabrak mobil?”
“Maaf, Bapak siapanya ya?”
“Saya, suaminya.”
“Suami?” dahi suster ditekuk.
"Innalillahi wainnaillaihirojiun," ucap seorang dokter dari sebuah ruangan yang hanya tertutup tirai. "Nyawanya tidak terselamatkan," terdengar dokter melanjutkan kalimatnya.
"Itu pasien yang tertabrak mobil," jelas suster yang masih ada di hadapanku.
Seketika kedua kakiku lunglai. Meski terasa berat melangkah, tetap kuayunkan menuju ruang di balik tirai itu. Kusibak perlahan, Melodiku yang bersimba darah telah terbujur kaku.
"Mel, maaf! Maaf karena aku terlambat." Lirihku.
Dokter dan beberapa orang di sekitar hanya memperhatikanku.
“Mel, bangun! Bangun!” pintaku dengan suara serak seraya memeluk kedua kakinya di atas bed.
“Pak, Pak,” panggil seseorang memegang kedua bahuku.
“Bangun, Mel!” aku bersikukuh tanpa menghiraukan orang yang terus memegang bahuku.
“Pak, tolong itu istri saya,” akunya lalu dengan suara yang keras.
“Apa?” Aku terhentak.
Aku bangkit dan mendekati wajah yang kuyakini Melodi. Ternyata benar saja, aku sudah keliru. Air mataku yang deras langsung surut. Kini berganti menjadi rasa malu bercampur bingung.
"Maaf, sepertinya Bapak ini sudah salah paham," ucap dokter.
“Maaf, maafkan saya. Saking paniknya mencari istri, sampai mengira ini istri saya,” sesalku.
Aku segera keluar dari ruang UGD. Masih tidak percaya dengan kekeliruanku. Kubalik badan menatap bangunan empat lantai itu. Digedungnya tertulis nama RS. Mutiara Kasih. Ada yang salah sepertinya. Pikirku.
Bukankah mobil yang membawa korban kecelakaan tadi namanya ambulan Permata? Artinya rumah sakit Permata Harapan yang seharusnya kudatangi.
"Astaghfirullah." Kujambak kasar rambutku.
Kukemudikan kembali motor menuju RS. Permata Harapan. Sesampainya langsung menanyai perawat yang sedang berjaga.
“Sus, apa tadi ada pasien korban tertabrak mobil?”
"Oh, iya ada."
"Apakah seorang perempuan, Sus?"
"Iya, betul."
"Bisa tolong sebutkan ciri-cirinya!"
"Maaf, Anda ada kepentingan apa, ya?"
"Saya sedang mencari istri. Tadi di tempat kecelakaan tidak sempat memastikan apakah korban istri saya atau bukan. Tapi, dari ciri-ciri yang orang lain sebutkan tadi di TKP, hampir sama dengan ciri-ciri istri saya."
"Bisa Anda sebutkan ciri-ciri istri yang sedang dicari!"
"Istri saya memakai sandal capit, memakai daster panjang bunga-bunga dan memakai kerudung instan warna coklat."
"Oh, dari ciri yang Anda sebutkan seperti sama dengan pasien yang tadi masuk ruang ICU. Tapi …."
"Tapi apa Sus?"
"Pasien tadi sudah ada suaminya yang menjadi wali pasien. Mungkin ciri-cirinya hanya mirip dengan istri yang Anda cari."
"Apa ada korban tertabrak mobil lainnya?"
"Tidak ada."
"Tidak mungkin, Sus! Berarti itu ... izinkan saya melihatnya untuk memastikan."
"Maaf, tidak bisa sembarang orang masuk ke ruang ICU."
"Tolong Sus, saya harus memastikannya." Suaraku tercekat menahan tangis.
"Sebentar ya, tunggu dulu di sini!"
Kemudian perawat itu meninggalkanku dan tidak lama kemudian dia kembali.
"Bagaimana Sus?"
"Maaf, wali pasien keberatan siapa pun melihatnya. Jadi sudah dipastikan bukan istri Anda."
"Tidak mungkin sus! Izinkan saya melihatnya sebentar saja.” Aku memelas.
Namun, perawat itu bersikukuh. Aku merangsek masuk. “Tolong, ada yang memaksa masuk,” teriaknya.
Dua security gerak cepat memburuku. Padahal tinggal beberapa langkah lagi aku sampai di ruang ICU. Aku diseret keluar segera.
“Mohon jangan membuat keributan di sini.”
Aku mencoba mendamaikan hatiku yang tidak karuan ini. Ya, pasti itu hanya kebetulan dengan ciri-ciri yang sama. Jadi tidak mungkin yang di dalam adalah istriku.
"Lalu, kamu dimana, Mel?"
Kumenengadah ke langit gelap tanpa sinar bintang satu pun. Segelap itukah harapanku menemukanmu?
***

Komento sa Aklat (142)

  • avatar
    AjaVera

    SEMANGAT TERUSS!! APK INII BAIK SEKALIIIII LOVE YOUUU MAKASII SUDAH DI CIPTAKAN AKU JADI BISA TOP UPP

    17/08

      0
  • avatar
    MKSSultan

    jalan ceritanya sederhana tapi menarik

    11/07

      0
  • avatar
    Nurul Asyiqin

    👍👍👍👍👍👍

    06/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata