logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Pernikahan Azkia

Wanita yang baru datang itu benar – benar membuat Raka harus sekuat tenaga mengingatnya. Wajah itu sepertinya dulu sangat dikenalnya, mungkin beberapa tahun yang lampau.
Siapakah wania yang datang tersebut dan seolah mengenal Raka dengan baik?
”Kamu?” Raka mencoba mengingat wajah wanita di depannya itu, sambil menggaruk rambut kepalanya di balik peci yang dipakainya.
Wanita berhijab merah itu tertawa kecil, Raka dapat mendengarkan suara tawa kecil itu. Wajah wanita itu sedikit merah, Raka melihatnya, senyum wanita itu begitu manis, Raka pun terpesona sejenak, namun hatinya segera beristighfar.
”Kakak lupa ya?” wanita itu kembali menggoda Raka.
”Ah.... maaf saya agak lupa,” Raka sedikit nyengir.
Ada yang menepuk pelan pundak Raka, ”Dia itu kakak saya Ustadz, namanya Sarah.”
Raka melihat Fadil, Sarah? Raka mengingat-ingat kembali, nama Sarah memang Raka agak lupa, tapi wajah Sarah ini sepertinya benar-benar familiar bagi Raka, ”Apakah kamu anaknya bu Fatma ya?”
Sarah kembali tersenyum, ”Iya, Ibuku Fatma dan ini adalah adikku Fadil. Saya baru saja menyelesaikan kuliah saya di Fakultas Sastra Kak, dan ini saya baru pulang.”
Raka mulai ingat sekarang, Sarah Nisaka. Dulu, waktu SMA, Sarah kecil masih SMP dan sering datang ke rumah bersama ibunya, Fatma. Fatma dan Rahmiza adalah sahabat baik sekaligus tetangga jauh.
”Kamu sudah gadis sekarang Sarah, saya jadi pangling,” Raka tersenyum sekarang, mereka berjarak sekitar 5 tahun.
”Tadi kata Ibu, Kakak yang sekarang mengajar TPA makanya aku sekalian mau menjemput Fadil. Ternyata, Kak Raka masih sama seperti dulu.”
”Sama seperti dulu, maksudnya?” Raka penasaran.
”Tetap seperti yang Sarah kenal. Dulu kakak sering mengajari PR lho buat Sarah waktu Ibu ke rumah bu Rahmi.”
”Iya, iya Kakak ingat,” jawab Raka. Benar, Raka ingat dulu saat bu Fatma main kerumah bersama Sarah, terkadang Sarah membawa buku dan meminta Raka membantunya mengerjakan PR.
Hari mendekati maghrib, Sarah pun berpamitan dan memberi komando pada Fadil untuk pamitan pada Ustadznya, yaitu Raka. Saat akan pergi itulah, Sarah menengok sebentar kearah Raka.
”Kak Raka!”
”Iya. Ada apa lagi Sarah?”
”Hmm... jangan sedih lagi ya, jodoh itu tak akan lari dikejar kemana, sudah tertulis di lembaran takdir. Jadi, terus semangat!” Sarah mengangkat kepalan tangan kanannya, mirip komando pasukan yang memberi semangat pada para prajuritnya.
Seperti biasa saja, itulah Sarah yang periang. Dulu, Raka yang sering memberi nasehat pada Sarah, kini dia mendapatkan balasan dari Sarah.
Raka pun tersenyum, ”Tenang saja Sarah, aku tak apa-apa kok. Sudah kakak ikhlaskan.”
”Kalau begitu kami pamit ya Kak, Assalamu’alaikum.”
”Wa’alaikumsalam Warrahmatullah,” Raka menjawab salam, deru motor itu mulai gas, dan Sarah beserta Fadil mulai meninggalkan Raka. Raka menatap sosok Sarah dari jauh, sudah besar bocah yang selalu ceria itu. Bahkan, dia tahu soal gagalnya pernikahannya, mungkin Ibunya Fatma menceritakan padanya.
Sarah. Raka menggerakkan kepalanya, kenapa tiba-tiba dia tersenyum sendiri memikirkan Sarah. Astaghfirullah, Raka berbalik, sebentar lagi adzan maghrib, tak usah pulang. Raka bersiap wudhu kembali dan masuk ke masjid, sekalian shalat berjamaah saja.
Maghrib pun menyapa, setiap insan dan makhluk Allah yang lain akan segera memasuki rumah-rumah mereka. Makhluk malam akan segera berhamburan keluar, dan manusia sudah saatnya mengabdikan dirinya di tengah malam, diantara kesunyian untuk menemui Tuhannya.
@@@
Pagi cerah itu, Raka keluar sejenak setelah shalat subuh berjamaah. Dia sedikit jogging di hari Ahad. Cuaca demikian segar. Raka berputar-putar kompleks di desanya itu, desanya dekat dengan perkotaan dan pasar, sehingga akses jalannya juga sudah bagus.
Masyaallah, segarnya udara, Alhamdulillah.
Raka meneruskan marathonnya sambil terus memuji Allah karena semua yang dilihatnya adalah keindahan. Embun dan kabut tipis masih ada, menambah suasana pagi yang indah.
Hidup dengan sehat tentu harus dilakukan dengan cara yang benar, yaitu dengan ikhtiar usaha berolahraga dan memakan makanan yang sehat tentunya.
Raka menerapkan cara hidup sehat, dengan rajin berolahraga setiap pagi. Dan, tentu saja makanan yang sehat dengan masakan ibunya yang tidak menggunakan pengawet melainkan bumbu yang diracik sendiri dari bahan alami langsung.
Sebenarnya, kesehatan itu bisa kita mulai dari hal kecil, yaitu memperbanyak air minum, olahraga dan juga pola makanan yang sehat. Hal itu merupakan sesuatu yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad.
Raka berkeliling kompleks, masih gelap, namun semburat mega sudah mulai terlihat dan kecerahannya sudah memancar hingga ke ujung barat.
Suara hp Raka bergetar.
Diambilnya handphone di saku celananya, dari Azkia?
Raka memencet untuk mengangkatnya, mengucapkan salam dan jawaban salam terdengar dari seberang telepon sana.
”Ada apa Azkia?” Raka mencoba setenang mungkin dengan nada suaranya.
”Hmm...” agak ragu Azkia terdengar, ”Begini Mas Raka, kami sekeluarga mengundang mas Raka dan Ibu untuk hadir dalam acara akad pernikahan saya dengan mas Azzam. Itu jika mas Raka berkenan hadir untuk memberikan doa pada kami.”
Diam sejenak. Raka menenangkan diri.
”Insyaallah Azkia, saya dan ibu akan mengusahakan untuk bisa hadir dalam pernikahan kalian nanti,” Meski hati Raka sedikit berguncang kembali, namun suaranya yang keluar ditahannya agar tenang seperti tak terjadi masalah apa-apa.
”Baiklah mas Raka, kami sekeluarga menunggu mas Raka dan Ibu semoga sehat selalu dan bisa menghadiri acara kami.”
”Insyaallah, doa adalah senjata bagi kita manusia. Kami akan selalu mendoakan yang terbaik buatmu ya Azkia.”
”Terimakasih mas Raka. Assalamu’alaikum.”
Raka menjawab salam dan menutup teleponnya. Raka memang menyadari hari ini akan datang juga bahwa Azkia akan menghubunginya dan meminta datang memberikan doa restu pada pernikahannya. Sebab, seminggu yang lalu, perwakilan dari keluarga Azkia sudah datang kembali dan mengembalikan mas kawin yang diberikan Raka dan Ibunya saat itu.
Raka memakluminya dan menerima mas kawin yang akan dipersiapkan dalam pernikahannya tempo lalu. Namun, setelah mendengar suara Azkia kembali, tak bisa dibohongi hati Raka bergetar kembali. Tentu saja, karena Raka sudah sempat mulai mencintai Azkia, sempat bertahta di hati karena mereka hampir di ujung akad. Namun, takdir Allah adalah segalanya.
Raka menghembuskan napasnya kembali, dia meneruskan lari kecilnya, meneruskan jalan paginya lagi. Sambil menenangkan dirinya agar bisa ikhlas menerima segala apa yang ditakdirkan untuknya.
Raka pun pulang ke rumah, hari Ahad yang indah. Ibunya tengah memasak nasi goreng. Baunya benar-benar sedap, Raka langsung membersihkan dirinya, mencuci kaki dan tangannya dengan sabun dan berkumpul bersama Ibunya di meja makan untuk memakan nasi goreng dan juga telur goreng yang sudah siap di meja makan.
Raka menyelesaikan makannya, Ibunya pun sudah selesai. Raka memulai pembicaraan penting, dia memberitahukan bahwa Azkia baru saja menelponnya dan meminta mereka untuk hadir memberi doa restu. Bu Rahmi pun memberikan keputusan penuh pada Raka, jika hendak hadir maka ibu akan ikut serta pula.
Dan di putuskan, mereka akan menghadiri pernikahan itu. Tidak masalah dengan masa lalu, karena itulah mereka yakin bahwa itu yang terbaik dari Allah.
@@@
Langit cerah di ujung langit sana nampak membentuk konfigurasi imajinasi setiap orang yang memandangnya. Gambar yang tercipta pun akan berbeda-beda, tergantung apa yang tersirat dalam pikirannya masing-masing.
Raka bersama ibunya datang ke resepsi pernikahan Azkia dan Azzam. Kali ini Raka datang bukan sebagai mempelai pria seperti tempo dulu, tetapi sebagai tamu semata bersama Ibunya yang memakai batik panjang dan jilbab sebahu.
Raka disambut oleh beberapa orang penerima tamu dan mereka agak tak enak terlihat dari wajah mereka karena mereka pernah menerima Raka sebagai tamu hendak menikahi Azkia, kini hanya sebagai tamu undangan saja. Raka disebut berbesar hati, meskipun tak jadi menikah dengan Azkia dia datang dalam pernikahan Azkia, mantannya tersebut.
Raka dan Ibunya mencoba biasa saja dan menempati duduk di kursi tamu, terkadang hanya pandangan Rahmiza yang sesekali menatap Puteranya itu. Apakah benar puteranya sudah bisa ikhlas atau memang hanya ragu dan mencoba meyakinkan Ibunya tersebut agar tak membuat Ibunya bersedih?
Meski ada kegamangan dalam wajah Raka, sepertinya dia sudah mulai bisa menerima kenyataan, bahwa yang terbaik adalah dari Allah swt.
Acara aqad pun dimulai pada akhirnya, Azzam tadi sempat mendatangi Raka sebelum akad nikah dan menyalami Raka. Dia meminta maaf dan berterimakasih pada Raka karena mengikhlaskan Azkia untuknya kembali. Lelaki kekar TNI itu pun bersungguh-sungguh meminta maaf lagi, Raka tersenyum dan memeluk Azzam dan mendoakan kebahagiaan untuk Azzam dan Azkia.
Akad nikah pun berjalan lancar, doa dipanjatkan. Masih tersisa rasa sedih dan perasaan jikalau, namun segera Raka menepisnya. Ini adalah yang terbaik dari Allah swt, dan tentunya Raka harus ikhlas dan ridha, jalannya masih panjang dan tidak boleh memikirkan hal seperti ini lagi.
Ada khutbah pernikahan, semua mendengarkan khutbah nikah itu yang mengisyaratkan bahwa pasangan suami isteri adalah saling melengkapi, seperti pakaian yang menutupi kekurangan dan aib, sehingga harus kompak.
Nasehat meneduhkan itu semakin membuat Raka ingin segera menggenapkan diennya, namun memang jodoh yang disiapkan Allah untuknya memang belum terbuka tabirnya.
Acara makan, setiap orang antre mengambil makanan. Saat itu, suara lembut menyapa Raka ketika akan duduk untuk makan.
”Disini juga Pak Raka?”
Raka menoleh arah suara, seorang wanita anggun memakai hijab dan memegang piring nampak tersenyum kearah Raka. Pemandangan di sekitar mereka seolah tak ada, semua terganti sempurna dengan senyuman manis wanita tersebut.
”Bu Iffah disini juga? Saya temannya mbak Azkia Camilla.”
”Berarti kita cocok disini Pak,” senyum Iffah kembali terlihat, giginya sedikit terlihat, sungguh pemandangan yang menakjubkan bagi Raka, ”Saya adalah temannya Azzam, kami tak pernah bertemu lama dan dia dikabarkan meninggal. Kami teman waktu sekolah menengah dulu.”
Keduanya terlihat saling memahami kondisi masing-masing.
”Siapa dia Nak?” suara Rahmiza mengagetkan keduanya, Rahmiza juga baru mengambil makanan dan beberapa lauk untuk kemudian hendak duduk. Dilihatnya puteranya sedang berbincang dengan seorang wanita lalu menyapa mereka.
Raka agak kaget, ”Perkenalkan Bu, ini bu Iffah teman mengajar di sekolah Bu.”
Rahmiza mengangguk tanda paham dan memperkenalkan dirinya pada wanita cantik tersebut. Lalu, mereka mencari tempat duduk. Raka di tempat duduk bagian pria sedangkan Ibunya dan Iffah duduk bersebelahan di barisan tempat makan perempuan.
Iffah dan Rahmiza terlihat terlibat perbincangan seru, Raka melihat dari kejauhan dan sempat tergoda sejenak pikirannya. Jika bu Iffah adalah jodohnya. Itu yang tiba-tiba terlintas di pikiran Raka, dia pun segera beristighfar dan memohon ampun soal pengandaiannya, namun juga terselip doa jika memang itu jodohnya maka dia memohon kepada Allah agar mempermudah jalannya.
Acara terus berlangsung, hingga langit siang hari menyapa. Para tamu mulai pulang, rombongan pengantin pria juga sudah berpamitan duluan. Raka dan Ibunya berpamitan pada keluarga Azkia setelah sebelumnya berpamitan pada bu Iffah.
Raka dan ibunya pulang dan mereka tak lagi merasa tak enak. Setiap permasalahan harus dihadapi, setelah dihadapi akan ada perasaan tenang yang akan menemani setiap langkah kita selanjutnya.
Raka pulang dan membawa pikiran yang lain, jodohnya harus diupayakan lagi. Berjuang lagi dan mendapatkan bidadari agar menemani ibunya. Mimpi dan harapan yang indah, Raka pun membonceng ibunya dan dalam pikirannya masih terngiang, indahnya menjadi pengantin itu.

Komento sa Aklat (50)

  • avatar
    Agus Wibowo

    nice story

    24/06

      0
  • avatar
    UdinBurhan

    mana nih kelanjutannya?

    23/05

      0
  • avatar
    Aipupun Punikawati

    bismillah mudh" dapet banyak aamiin ya rabbal alamiin

    20/05

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata