logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Juragan empang 1

~~~***~~~
Suasana pesta hajatan bos Andri sangat meriah. Tenda panjang berwarna ungu dan putih yang membentang sepanjang pekarangan rumah. Panggung yang besar yang sudah dipenuhi para biduanita dangdut yang sexy dan cantik. Belum lagi kerumunan pedagang dan tamu undangan yang datang silih berganti semakin menambah ramai suasana meski malam semakin merangkak naik.
Para biduanita menyanyi di atas panggung, gemulai tariannya seolah memanggil para lelaki untuk berjoget bersamanya. Dan memang tak lama kemudian para lelaki berebut naik ke atas panggung untuk bergoyang bersama para biduanita sexy itu, tentunya disertai saweran di tangan mereka.
"Bos Andri, juragan empang, silahkan naik ke atas panggung. Mau request lagu apa, Bos hajat?"
Suara sang biduan memanggil si empunya hajat di sela-sela aktivitas menyanyinya, menggema memecah suara yang berdengung di sekitarnya. Beberapa orang tampak saling panggil memanggil secara estafet sang tuan hajat yang sedang mengobrol dengan para tamu.
Tampak bos Andri dengan baju batik kuning emasnya, dan celana hitamnya melirik ke atas panggung sambil tertawa. Ia menaiki panggung dan bergabung dengan pria lainnya yang sedang berjoget di atas sana. Tak lama suara musik dangdut yang sempat terhenti karena sang empunya hajat mengajak ngobrol mcnya, kembali menggemakan lagu dangdut juragan empang, request si bos hajat, diiringi riuhan biduannita yang sexy, minta disawer.
"Sawerannya jangan lupa ya, Kang, biar goyangannya makin yahuud. Tarik Mang .." Teriak biduanita berambut merah sambil menggoyangkan belakang tubuhnya di depan seorang lelaki berkumis, yang tertawa gembira bisa berjoget bareng sang biduan.
Ira menarik Ayu ke tengah kumpulan penonton, yang dekat panggung. Meski segan menonton, tapi Ayu mesti memastikan bapaknya tidak membuat ulah. Ia celingukan ke sana ke mari mencari posisi bapaknya. Ia lega, karena bapaknya tidak ada di panggung atau diantara orang-orang yang sedang minum.
Entah feeling darimana tapi Ayu merasa ada yang memperhatikannya. Mengikuti instingnya, Ayu menoleh ke kerumunan pedagang seblak ceker pedas. Seketika nafasnya tercekat, Irfan. Irfan sedang menatapnya penuh kerinduan. Ia bahkan tersenyum tipis, bibirnya bergerak mengatakan sesuatu tapi entah apa.
Sontak Ayu buru-buru mengembalikan pandangannya ke panggung. Ia mulai panic, ia tahu ia mesti segera pergi dari sini. Meski ia tidak yakin Irfan akan berbuat macam-macam, karena di sini banyak orang. Tapi hatinya tetap tidak tenang.
Tak sengaja ekor matanya menangkap gerakan Irfan yang bergerak bangun ke arahnya seakan hendak menghampirinya, membuat Ayu semakin panik. Ia mesti segera pergi sebelum keadaannya menjadi kacau.
Sekonyong-konyong ada seorang perempuan berambut sepinggang menghampiri Irfan dengan gayanya yang manja.
Ayu meringis, tentu saja perempuan itu akan menemaninya. Bukankah mereka suami istri? Bodoh sekali ia mengira Irfan akan mendekatinya. Sepertinya ia terlalu percaya diri.
Beda logikanya yang senang mereka bersama, hatinya meringis ngilu. Desi benar-benar jahat. Dia tega tertawa di atas penderitaannya. Mungkin Ayu akan sedikit memaafkan Desi seandainya ia tidak terus mempertontonkan kemesraannya dengan Irfan di depan umum. Tapi Desi malah sengaja melakukan itu, membuat ulu hatinya semakin ngilu.
"Harusnya aku gak pulang!" Ayu memejamkan matanya sedih.
Ira menoleh, bingung." Kamu kenapa? Masa masih ngantuk. Baru juga bangun, dasar kebo!"
"Capek-lah abis perjalanan jauh. Badan masih pegel. Udah ah pulang aja, yuk! Bapak juga nggak minum ini."
"Masa baru datang udah mau pulang, makan baso aja dulu, ya!"
Ayu mengangguk. Mereka pun keluar dari kerumunan menuju lapak tukang baso. Ayu memesan bakso mangkok super pedas kesukaannya. Sedangkan Ira memesan bakso beranak cucu plus teh anget. Mereka duduk di kursi yang sudah disediakan, berdesakan dengan penonton lainnya yang juga ingin membeli baso sambil menonton biduanita yang sedang menari dengan gemulainya.
"Yu, pacarku ngelamar aku bulan depan. Tar dateng ya." kata Ira sambil mencolok basonya yang paling gede dan menggigitnya.
Ayu meminum es jeruknya," udah mau kawin aja. Masih muda loh kamu ini"
Ira terlihat putus asa." Mau gimana lagi. Kata emak kan pamali menolak lamaran orang. Tar kayak Susi, pernah menolak lamaran sampe sekarang mau kepala 3 belum menikah juga alias jadi perawan tua. Kamu juga cepetan dong, Yu. Kan usia kita sama. Emang bapakmu gak takut kamu jadi perawan tua? Padahal kamu lebih cantik dari aku. Ekonomi keluarga lebih dari siap daripada keluargaku. Tinggal tunjuk mau cowok yang mana, trus besoknya nikah. Beda sama aku, kudu siapin duitnya dulu baru bisa nikah."
"Lagakmu, kayak nikah itu segampang beli bakwan. Ayu juga maunya cepet nikah tapi bapak aja belum nemu calonnya. Masa kudu nyulik cowok orang trus paksa minta dinikahin? Ngawur aja …”
Ira ketawa geli. Mereka saling ledek tentang banyak hal sampai datang seorang perempuan menghampiri Ayu. Ayu mengenalnya. Evi, tetangganya sendiri. Evi histeris melihat Ayu, yang menurut Ayu terlalu berlebihan senangnya.
"Ayu, apa kabar! Kamu makin cantik aja abis pulang dari Jakarta" Kata Evi sambil cipika cipiki.
"Perasaanmu aja kali,Vi. Biasa aja."
"Ayu, anterin aku sebentar dong. Ada titipan buat kamu cuman lupa belum ambil di rumah, mumpung kamunya disini jadi sama kamu aja sekalian ambilnya."
"Titipan apaan? Dari siapa?" Tanya Ira tajam. Ia tak suka ditinggal sendirian begini.
"Ya gak tau, kan belum dibuka. Ayo, anter bentar, ntar juga balik lagi. Naik motor ini jadi cepat."
Ayu mengangguk. Ia menghabiskan es jeruknya yang tinggal setengah." Bentar, aku bayar dulu,"
Ayu membayar baksonya sementara Evi menunggu agak jauhan.
"Jangan lama-lama,Yu." Teriak Ira sebal.
"Iyaa ..."
Ayu pergi mengikuti Evi menaiki motor. Evi tampak tegang selama menjalankan motornya
membuat Ayu keheranan.
"Kamu kenapa? Kok perasaan tegang gini naik motornya?"
"Gak papa kok, Yu!"
Di sebuah jalanan yang sepi dan jauh dari hajatan, bahkan jauh dari pemukiman penduduk. Hanya ada pepohonan besar di sisi jalan. Tiba-tiba Evi menghentikan motornya membuat Ayu keheranan.
"Kenapa berhenti, Vi?"
"Sorry, Yu. Kamu turun dulu bentar deh. Kayaknya motornya kempes,"
Ayu terbelalak," hah, yang bener? Di tempat sepi, motor kempes. Aduh gimana sih kamu, Vi! Di sini gak ada orang lewat. Gimana mau nyari pertolongan?" Teriak Ayu histeris, ia panik.
Evi pun tak kalah panic. Ia melirik jalan sekitarnya yang sepi. Lalu melihat ban belakang.
“Evi juga bingung nih. Coba kamu lihat dulu deh. Ban belakang kempes, gak?”
Ayu mengangguk lantas turun untuk memeriksa ban belakangnya. Tapi baru saja kakinya menginjak tanah, motor Evi melaju kencang meninggalkannya. Ayu terkejut dan marah. Baru ia membuka mulutnya untuk memanggil Evi, tiba-tiba ..
"Hallo, Neng..!" Ayu membalikkan tubuhnya dan terkejut.
"A Ifan..!"
Oh, jadi Evi sengaja membawanya kesini untuk bertemu Irfan. Awas kamu, Vi!
"Kamu yang nyuruh Evi bawa Neng ke sini?" Tuduh Ayu, tajam. Ia memundurkan langkahnya saat Irfan semakin dekat.
Irfan tersenyum sendu, sorot matanya berbinar bahagia." Iya. Aa cuman pengen ketemu Neng. Bahkan Sunar yang nyuruh aja, kamu udah gak peduli. Makanya Aa nyuruh Evi,"
Ayu menggeleng-gelengkan kepalanya, menolak kehadiran Irfan." Aa, ini gak bener, gak seharusnya Aa ada disini. Aa teh udah jadi suami orang, apa kata orang kalau tahu Aa sama Neng? Bisa-bisa Aa dikatain suami gak bener, trus Neng dikatain pelakor." Ayu mencoba mengingatkan status Irfan.
Bukannya takut, Irfan justru meringis," seharusnya dari awal Aa tolak pernikahan ini. Tapi sikap Neng yang tak peduli dengan hubungan kita, membuat Aa marah karena Neng sepertinya malah senang putus dari Aa. Aa kira setelah Aa ninggalin kamu, kamu bakal kehilangan. Tapi kamu malah semakin bahagia, membuat Aa kecewa. Apa kamu memang sudah tidak mencintai Aa lagi."
Irfan semakin maju menipiskan jarak diantara mereka, membuat Ayu panik. Kakinya bergerak mundur sementara tangannya menahan dada Irfan yang terus merengsek maju.
"Stop, jangan maju lagi." Tangan Ayu yang menahan dada sampai tertekuk karena Irfan yang terus maju dengan langkahnya yang lebar. Ayu tersentak saat menyadari sentuhannya membuat bola mata Irfan menggelap. 
"Ini sudah takdir, bukan salah siapapun. Kamu sudah punya istri dan Neng sudah punya pacar. Kita harus jalani takdir kita masing-masing."
"Pacar darimana? Bahkan dari orang yang Aa kirim untuk memata-matai kamu, kamu selalu sendiri. Itu artinya kamu belum move on dari Aa. Aa senang ternyata kamu masih mencintai Aa.”
"Kamu nguntit Neng lagi kayak dulu? Kamu gila. Aarrgh .." Ayu berteriak marah. Ketakutannya berubah dalam sekejap. Ia berang dengan sikap Irfan yang ternyata belum berubah dari dulu.
Ayu hendak memukul Irfan dengan tangannya tapi Irfan mencekal tangan itu dengan sigap dan meraih tubuh Ayu ke pelukannya. Ia mengendus aroma tubuh perempuan yang sangat dicintainya itu penuh perasaan. Bulu kuduk Ayu meremang. Ia mengerang.
"Lepasin...!" Ayu mencoba melepaskan pelukan Irfan, meski tentu saja mustahil. Tubuh Irfan begitu kuat memeluknya.
"Sampai sekarang Aa gak terima Neng ninggalin Aa. Padahal Aa tahu Neng cinta mati sama Aa. Kenapa Neng? Kenapa Neng menolak menikahi dengan Aa?" suara Irfan serak dan parau.
Ayu tercekat, bibirnya mendadak kelu. Irfan bisa merasakan tubuh perempuan dalam pelukannya ini bergetar. Ia tersenyum puas.
"Bener dugaan Aa. Ada yang gak beres, kenapa Neng ga cerita sama Aa? Neng gak percaya sama Aa?"
Ayu menggeleng, Ia masih terus berusaha melepaskan pelukan Irfan, meski ia akui tubuhnya terasa hangat dipeluk seperti ini di tengah udara malam yang menusuk tulang.
"Ga ada alasan khusus. Neng cuman ga mau jadi anak durhaka, karena nikah sama anak dari musuh orangtuanya sendiri. Lagian, Neng emang ga mau nikah sama Aa. Pemarah, posesif, suka ngekang ... awww."  Belum selesai Ayu bicara, Irfan sudah mencengkram pipinya, kasar. Matanya berkilat marah.
"Itu cuman alasan kamu aja. Aa tahu kamu cinta mati sama Aa. Iya kan?" Tuduh Irfan sengit.
"Neng gak bo .... mmph ... mmph.." belum sempat Ayu bicara, Irfan sudah membungkam mulutnya dengan ciumannya. Melumatnya berkali-kali sampai Ayu kehabisan oksigen unutuk bernafas. Ciuman ini terasa kasar dan menuntut tapi anehnya Ayu suka. Aarrgh dia memang sudah gila.
Perasaan yang terkubur jauh dilubuk hatinya itu seakan muncul kembali dan terlampiaskan lewat ciuman itu dengan sempurna. Sedih, benci dan rindu menjadi satu. Semakin lama ciuman itu semakin panas, nyaris membuat Ayu lupa diri. Untunglah kesadarannya segera mengambil alih. Sontak, ia menggigit bibir Irfan, membuat ciuman mereka terlepas.
Irfan menyeringai puas. Ia menyeka saliva di bibirnya dengan jempolnya.
"Ciuman kamu masih menunjukan betapa besar perasaan kamu sama Aa. Dasar munafik. Bilangnya gak cinta terus, tapi ciuman kamu masih sama seperti dulu."
Ayu memalingkan wajahnya sedih dengan kenyataan yang sialnya itu benar. Jauh di lubuk hatinya ia masih mencintai Irfan. Ia tahu apa yang ia lakukan ini salah. Ia merasa menjadi pelakor, tapi di sisi lain, ia merasa hidupnya sempurna bila bersama Irfan.
“Aa janji kita akan segera menikah. Kita akan hidup bersama seperti dulu. Aa akan pasang badan bila kedua orangtua kita masih tidak menyetujui juga. Kamu mau kan menunggu Aa bentar lagi.”
Ayu menggelengkan kepalanya sedih.” Ini salah, apa yang kita lakuin ini salah. Neng gak mau jadi pelakor di rumahtangga kalian. Lebih baik kita lupain apa yang sudah terjadi hari ini. Neng janji akan menjauh supaya kamu bisa cepet lupain Neng juga.”
"Enak banget kamu ngomong gitu? Berbulan-bulan Aa tersiksa karena jauh dari kamu. Aa bakal nekad melakukan cara kotor untuk memiliki kamu kalau kamu terus-terusan menolak Aa. Aa itu pria yang sudah menikah dan sudah menjadi lelaki yang sebenarnya. Kamu ngerti kan maksud Aa? Atau Aa mesti menunjukan seberapa lelakinya Aa saat ini juga?" Irfan membelai bibir Ayu dengan ibu jarinya.
Ayu tersentak saat menyadari makna ucapan Irfan, tubuhnya menggigil ketakutan. Irfan pun menyadarinya. Ia menyeringai puas.
"Asal kamu janji mau nikah sama Aa, Aa janji gak akan berbuat macam-macam kecuali setelah kita menikah. Tapi kalau kamu masih terus menghindar, kamu tanggung sendiri akibatnya."
Ayu memalingkan wajahnya, frustasi, ia menangis pelan. Ucapan Irfan benar-benar meruntuhkan dunianya. Irfan memeluknya. Ayu berusaha berontak tapi Irfan tak mau melepaskannya.
"Jawab dulu pertanyaan Aa, baru Aa lepas!"
Ayu mengangguk dengan terpaksa. Ia tak punya pilihan lain lagi kali ini atau ia celaka.
"Bagus. Kalau begitu, ayo kita pulang. Setelah Aa selesai mengurus surat cerai, kita langsung menikah,"
Ayu menurut saja saat Irfan menariknya ke mobilnya yang parkir di balik pohon. Posisi mobil itu tertutup jadi Ayu tidak melihatnya saat datang tadi. Irfan membukakan pintu mobil itu untuk Ayu.
"Asal kamu tahu, Neng. Mobil ini hanya kamu yang pernah memasukinya. Desi saja Aa larang naik. Aa gak mau ada yang gantiin tempat kamu di sisi Aa," kata Irfan setelah Ayu duduk di kursi samping dirinya.
Ayu memalingkan wajahnya, berharap Irfan tak melihat wajahnya yang berurai air mata. Irfan menjalankan mobilnya dengan 1 tangan, sementara tangannya yang lain menggenggam jemari Ayu erat, seakan takut kalau terlepas, Ayu akan menghilang darinya.
~~~ *** ~~~

Komento sa Aklat (6)

  • avatar
    RahmawatiFitri

    keren ka ceritanya minta lanjutin

    01/08

      0
  • avatar
    MiftaMifta

    keren banget

    09/02

      0
  • avatar
    FitrianiWina

    ceritanya kerennn😍

    12/03/2022

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata