logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 6. Bertemu Kembali

Semira mengusap-usap matanya saat terbangun dari tidur. Kantuk dan efek mabuk membuatnya enggan untuk membuka mata lebih lebar.
Masih terbayang di benaknya kejadian di pesta semalam. Entah apa yang membuatnya bertindak segila itu.
Apakah karena efek minuman atau mungkin pria itu terlalu menarik untuknya? Hingga dia pun seperti magnet yang membuatnya tak lepas memandang atau berdekatan dengannya.
Meski hanya sebuah ciuman namun sebelumnya Semira tidak pernah lepas kendali seperti itu. Dia sangat pandai menjaga diri maupun emosinya.
Dia tidak pernah terlibat hubungan singkat semacam itu dengan lelaki mana pun. Dia bukan penikmat pesta yang berakhir dengan one stand night.
Semalam memang sebuah kesalahan. Semira tidak memungkirinya. Dia harus bisa mengendalikan emosinya saat nanti bertemu lagi dengan Damar.
Pria itu cukup berbahaya, lebih berbahaya daripada lelaki hidung belang di luar sana. Lelaki seperti Damar memilik sejuta pesona yang mampu meluluhkan wanita manapun sekalipun itu dirinya.
Semira bangun dari tempat tidur dan berkaca di depan cermin di samping tempat tidurnya. Nampak beberapa gurat samar kemerahan ada di beberapa bagian lehernya.
"Hadew, kenapa sampai berbekas begini? Aku harus menutupinya dengan make up nanti," keluhnya dengan kesal.
Semira segera bergegas mandi dan bersiap untuk bekerja. Untung semalam dia hanya setengah mabuk hingga efek mabuknya hilang setelah di guyur air dingin saat mandi.
Setelah berdandan, dia pun segera mengendarai mobilnya menuju kantornya. Rutinitas sehari-hari untuknya. Dia cukup lama tinggal di kota yang sejuk ini. Dia cukup hapal jalanannya.
Kota yang sejuk dengan topografinya yang berbukit menjadikannya memiliki jalanan yang melingkar dan berkelok namun landai. Sekilas terlihat seperti sebuah sirkuit balap. Kondisi jalanan ini rupanya menantang bagi sebagian kalangan muda sehingga sering dijadikan sebagai lintasan balapan liar.
Semira cukup ahli untuk melintasi jalanan dari komplek perumahan tempatnya tinggal yang berada di atas perbukitan tertinggi menuju kantornya yang berada di pusat kota, di bawah perbukitan.
Ditengah mengemudi kendaraannya, tiba-tiba sebuah motor sport menyalipnya. Bukan tindakan membahayakan memang.
Namun tak urung dia harus menghindari agar tidak terjadi benturan mengingat ini jalanan yang sempit. Motor itu menyalip terlalu dekat dengan mobilnya.
"Aih, itu berbahaya bung!" Umpatnya dengan kesal.
Semira kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan normal. Dia tidak perlu mengebut untuk menyalip motor tadi, toh kantornya sudah dekat. Hanya beberapa meter lagi di depan sana
Semira memasuki area parkir gedung perkantoran di mana dia bekerja. Dia sengaja memarkir mobilnya di lantai dasar karena tidak ingin memutar terlalu jauh jika sewaktu-waktu ada keperluan di luar kantornya.
Saat hendak turun dari mobil dilihatnya motor yang tadi menyalipnya. Motor itu terparkir di bagian motor yang dekat dengan pintu masuk gedung perkantoran.
Semira mengerutkan keningnya mencoba mengingat siapa pemilik motor ini. Seingatnya tidak ada karyawan di kantornya yang mengendarai motor sport pabrikan dari Italia itu.
"Pagi Ibu Semira!" Sejumlah karyawan yang berpapasan dengannya di pintu masuk dan lobi kantor menyapanya dengan ramah dan hormat.
Semira hanya mengangguk dan tersenyum menanggapi sapaan mereka. Posisinya sebagai CMO dan prestasi kerjanya membuatnya cukup populer di kantor ini.
"Selamat pagi Ibu Semira." Suara berat dan sexy yang dikenalnya menyapanya.
Semira menoleh dan terkejut setengah mati saat melihat Damar tengah berdiri tidak jauh darinya.
"Apa yang dilakukannya sepagi ini di kantor?" Bisik Semira dalam hati.
Sungguh dia tidak siap untuk betemu dengannya lagi. Kejadian semalam membuatnya canggung jika harus bertemu lagi dengan Damar di lain waktu apalagi di tempat kerjanya.
"Saya harus bertemu dengan Om Irawan dan Om Marco. Ada beberapa hal yang perlu kami bicarakan," Damar menjelaskan.
"Oh begitu. Sepertinya mereka belum tiba di kantor. Silakan Mas Damar tunggu di ruang tamu." Semira tersenyum dan menunjukkan sebuah ruangan yang dia maksud.
"Ranti, tolong buatkan kopi dan biarkan Mas Damar menunggu Pak Irawan dan Mr. Marco di ruang tamu yah." Semira memerintahkan salah satu karyawan yang berada di depan ruangan CEO.
"Mas Damar, saya permisi dulu." Semira berpamitan dan meninggalkan Damar di depan ruangan CEO.
Damar hanya tersenyum dan memperhatikan wanita itu hingga dia menghilang di ujung lobi. Setelah itu dia menuju ruang tamu di mana dia di minta untuk menunggu kedua orang yang ingin ditemuinya.
Semira mendesah lega saat tiba di ruangannya. Hatinya masih berdebar tidak karuan. Bertemu lagi dengan Damar membuatnya kehilangan kepercayaan diri yang selama ini tidak pernah terjadi.
Ada beberapa hal yang dikhawatirkannya. Itu menyangkut reputasinya maupun egonya. Semira tidak tahu persis karakter pria itu. Semira takut Damar memanfaatkan kejadian semalam untuk menekannya.
Dia masih trauma dengan insiden di kafe beberapa saat lalu. Semira tidak ingin itu terulang kembali hanya karena kesalahpahaman.
Dengan Chandra dia tidak memiliki hubungan yang ambigu. Mereka murni terhubung karena pekerjaan. Itu pun masih menimbulkan prasangka buruk padanya.
Hal serupa tidak mustahil untuk terulang lagi. Dengan kejadian semalam, siapapun juga bisa berprasangka atas hubungannya dengan Damar.
Dia masih bisa tidak peduli dengan pendapat orang sekitar selama seorang pria yang mendekatinya tidak memiliki pasangan. Itu batasan mutlak yang telah digariskan olehnya selama ini.
Lagipula pria itu terlalu muda untuknya. Bukan kebiasaannya untuk terlibat skandal dengan pria berpasangan maupun yang lebih muda darinya.
"Bodoh, bodoh kau ini Semira." Semira merutuk dirinya sendiri dalam hati.
"Ah sudahlah semua sudah terjadi. Apa yang akan terjadi nanti biarlah terjadi. Semoga saja Damar bisa dipercaya," gumamnya lagi menyudahi pikiran kacaunya hari ini.
Dia tidak ingin kehilangan konsentrasinya hanya karena peristiwa semalam. Itu bukanlah sesuatu hal yang menjadi satu-satunya pusat perhatiannya di hari ini. Tuntutan pekerjaan masihlah menjadi prioritasnya untuk hari ini dan selanjutnya.
Damar? Jika memang harus dilupakan dia akan melupakannya. Namun jika pria itu harus menjadi salah satu bagian dari perjalanan hidupnya maka biarkanlah itu berjalan seperti seharusnya.
Seharian sibuk dengan pekerjaan membuat Semira melupakan Damar untuk sejenak. Dia lupa akan pria itu. Yang ada di otaknya saat ini hanyalah menyelesaikan pekerjaannya dan segera pulang ke rumahnya.
Sungguh hari yang melelahkan. Di akhir pekan seperti ini, semua pekerjaan harus sudah selesai sebelum tengatnya.
Semira terbiasa untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang memungkinkan diselesaikannya sebelum akhir pekan. Dengan begitu dia bisa menikmati hari liburnya dengan santai.
Sudah menjelang malam saat dia selesai berkutat dengan sejumlah dokumen yang mesti diperiksanya hari ini. Bahkan kantor pun sudah sepi. Sudah menjadi rahasia umum, Semira sering menghabiskan waktu bekerjanya hingga malam hari.
Itu menjadi kebiasaannya setelah perceraiannya dengan sang suami sepuluh tahun lalu. Kantor dan bekerja sepertinya menjadi tempat baginya untuk melepaskan semua beban dan depresinya saat itu.
Hingga kini, setelah kondisi psikologis dan ekonominya stabil, itu masih menjadi kebiasaannya. Sudah sering Mr. Marco, sang CEO mengingatnya untuk mengurangi kebiasaannya itu. Namun Semira selalu mengabaikanya.
Semira mengendarai mobilnya dengan santai. Di malam menjelang tengah malam seperti ini sudah tidak banyak kendaraan berlalu lalang. Meskipun akhir pekan itu tidak membuat jalanan menjadi macet.
Di kota yang tidak berskala metropolitan, problema arus lalu lintas tidak menjadi kendala bagi setiap pengendara. Meski merupakan salah satu kota penyangga ibukota, namun kota ini masihlah menjadi kota pinggiran yang sepi.
Kota yang menjadi pilihan bagi sejumlah penduduk ibukota untuk menjadi tempat tinggal alternatif. Bahkan banyak ekspatriat yang memilih untuk tinggal di kota ini.
Perlahan seiring perkembangan, kota ini menjadi pusat bisnis dan perkantoran. Meski begitu, tidak serta merta menjadikan kota ini sebagai kota metropolitan.
Kota ini masih jauh dari kategori metropolis. Bahkan masih sangat nyaman untuk ditinggali. Jauh dari hingar bingar kota metropolitan dan ibukota, namun memiliki fasilitas yang sangat memadai untuk bertempat tinggal, berlibur bahkan berbisnis.
Saat melalui tikungan yang menuju ke arah bukit, di mana rumahnya berada, Semira memperlambat laju mobilnya. Nampak sejumlah kendaraan, baik motor mau pun mobil berkumpul di bahu jalan.
"Sial! Mereka hendak balapan liar lagi rupanya." Semira memukul setir mobilnya dengan kesal.
Sudah menjadi rumour di kota ini, setiap akhir pekan akan ada aksi balap liar di jalanan yang melingkari kawasan tertinggi kota ini. Sejumlah pebalap liar biasa memulai aksinya di tengah malam saat jalanan sepi.
Sepertinya mereka akan segera memulai balapan. Nampak seorang gadis berpakaian minim berdiri di tengah jalanan dan siap-siap memberi aba-aba untuk mulainya balapan.
Untuk sesaat Semira bimbang. Haruskah dia menepikan mobilnya dan menunggu para pembalap liar ini menyelesaikan aksi mereka? Ataukah dia ikut berbaur dengan para pembalap liar ini?

Komento sa Aklat (79)

  • avatar
    AnandaMutiara

    sukaa

    11d

      1
  • avatar
    GustiGilang

    aplikasi ini sangat bagus

    16/08

      0
  • avatar
    Aziz Abdul

    cara naik duet nya gmna ygy

    21/01

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata